membuang limbah; irama pasang surut berfungsi sebagai regulator yang penting bagi penyediaan makanan dan perkembangbiakan kehidupan.
f. Gudang nutrient : mekanisme penjerat di wilayah estuarin berfungsi sebagai penyimpan nutrisi, contohnya rawa dan padang lamun menyimpan nutrien untuk
dilepaskan secara perlahan-lahan sebagai detritus.
2.2.8.2. Kawasan estuarin
Sebagian besar daerah pesisir di Teluk Kelabat dipengaruhi oleh keberadaan estuarin. Beberapa daerah yang
memiliki kawasan estuarin antara lain: kawasan estuarin DAS Layang dan DAS Antan.
Kawasan muara sangat rentan terhadap kerusakan dan perubahan baik alami maupun akibat kegiatan manusia. Muara
yang terletak di daerah perkotaan, industri, dan daerah pemukiman seringkali mendapat tekanan yang besar.
Nybakken 1982, Wibowo et al. 1996 dan Clark 1974 melihat estuarin dari tiga aspek, yaitu komposisi fauna,
vegetasi estuarin, dan plankton estuarin. Ada tiga komponen fauna di estuarin; komponen fauna laut, air tawar, dan air
payau estuarin. Menurut Koesoebiono 1996, hewan air yang hidup di
wilayah estuarin terjadi atas: 1. Spesies-spesies yang endemik tinggal di estuarin sepanjang hidupnya seperti
berbagai macam kerang, kepiting, dan berbagai jenis ikan. 2. Spesies yang tinggal untuk sementara waktu di estuaria, seperti larva beberapa
jenis udang dan ikan yang setelah dewasa bermigrasi ke laut bebas. 3. Beberapa spesies ikan yang menggunakan estuarin sebagai jalur migrasi dari laut
ke sungai dan sebaliknya seperti ikan sidat dan salmon.
Koesoebiono 1996 dan Wibowo et al. 1996 menyatakan bahwa tumbuhan estuarin terdiri atas tumbuhan berakar seperti mangrove yang tumbuh di
daerah pasang surut dan bermacam lamun sea grass, serta ganggang makro sea weed yang tumbuh di dasar perairan.
Selain itu, terdapat pula ganggang yang berukuran mikroskopis yang hidup sebagai plankton nabati yang hidup melekat
menyelimuti daratan-daratan lumpur yang tampak pada waktu air surut atau melekat pada daun-daun.
Estuarin mempunyai beberapa macam tipe dan definisi. Hal ini disebabkan oleh beberapa bentuk geomorfologis garis pantai, yang bentuknya seperti estuarin
semi tertutup atau gobah, estuarin dataran pesisir atau rawa, estuarin tipe tektonik, fjord, teluk dangkal yang sering dianggap sebagai estuarine Nybakken 1992,
mendefinisikan bahwa estuarin aestus, air pasang adalah lingkung;an pantai berbentuk teluk yang sebagian tertutup atau semi tertutup, dan tejadi pertemuan dan
percampuran antara air tawar dan air laut. Hutabarat dan Evans 1986 menyebutkan bahwa estuarin merupakan daerah percampuran antara air sungai atau tawar dan air
laut daerah ini mempunyai salinitas rendah dibanding dengan laut terbuka. Jadi definisi di atas memberi pengertian bahwa adanya hubungan bebas antara laut dengan
sumber air tawar, paling sedikit selama setahun, proses percampuran sangat kompleks Chanlett et al. 1980; Hutabarat dan Evans 1986; Nybakken 1992. Air tawar yang
berasal dari sungai mempunyai densitas yang lebih kecil dibanding air laut dan cenderung mengapung di atas permukaan air laut. Di daerah estuarin terdapat
dinamika salinitas Yang berfangsung secara tetap yang berhubungan dengan gerakan air pasang surut. Massa air tawar yang masuk ke estuarin pada waktu surut
mengakibatkan salinitas rendah. Pada saat air pasang, massa air laut masuk ke dalam estuarin dan bercampur dengan air tawar, akibatnya salinitas dalam estuarin
meningkat Nybakken 1992. Wilayah estuarin dapat juga dibagi menjadi tiga bagian: 1 wilayah pertama,
estuarin bagian mulut sungai yang berhubungan dengan air tawar dan dipengaruhi oleh pasang surut harian, 2 wilayah kedua, estuarin bagian tengah dan terjadi
percampuran air tawar dan air laut dengan baik, 3 wilayah ketiga, bagian estuarin yang berhubungan langsung dengan laut bebas Moerrisey 1995. Pada masing-
masing wilayah estuarin memiliki kondisi salinitas, suhu, oksigen terlarut dan bahan sedimen serta biologis yang bervariasi, sehingga menyebabkan ekosistem estuarin
menjadi lebih kompleks Kennish 1990; Nybakken 1992. Estuarin merupakan bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut,
sedangkan mulut sungai merupakan bagian hilir dari sungai yang berhubungan langsung dengan laut. Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran atau pembuangan
air hujan yang berlebihan melalui mulut sungai ke laut. Karena letaknya diujung hilir, maka debit aliran air di muara lebih besar dibanding air sungai di hulu. Pengaruh
pasang surut terhadap sirkulasi aliran di estuarin dapat sampai jauh ke hulu sungai dan hal ini tergantung dengan tinggi pasang surut, debit air sungai dan karakteristik
dan, Ketinggiannya pasang di wilayah Indonesia berkisar antara 1 m - 2 m Triatmodjo 1999.
Estuarin dipengaruhi oleh massa air tawar yang mengalir dari sungai ke laut dan pergerakan air pasang surut secara teratur ke dalam dan ke luar estuarine Aliran
pasang surut dan air tawar yang bersumber dari aliran air sungai maupun air laut yang menghasilkan arus dan aliran-aliran sekunder dengan kecepatan rendah, hal ini
menyebabkan terjadinya proses percampuran air tawar dengan air laut yang menghasilkan salinitas bervariasi dalam wilayah estuarin Oleh karena itu, air tawar
yang bersumber dari sungai dan air pasang-surut air laut merupakan faktor yang penting dalam ekosistem estuarin. Akibat pasang surut air laut menyebabkan
terjadinya oxbuiensi, gesekan topografi dasar perairan, gelombang pasang yang dapat menghasilkan percampuran massa air tawar dan air laut di estuarin. Percampuran
kedua massa air tersebut tersebut menghasilkan suatu wilayah zona air yang bersalinitas rendah Nybakken 1992.
Pada masing-masing lingkungan estuarin terdapat gradian salinitas yang dinilai dari sepenuhnya air laut 33-17 pada bagian laut terbuka sampai air tawar pada
bagian hulu. Percampuran air tawar dan air laut terjadi bila keduanya saling bertemu dan faktor lain termasuk bentuk pasang utama, pasang surut serta aliran air sungai.
Pada estuarin yang terdapat air tawar yang cukup melimpah dan penguapan tidak begitu tinggi, air tawar bergerak keluar di atas air laut dan bercampur dekat
permukaan air laut sehingga salinitas turun dan sebagian air yang lebih dalam tetap lebih tinggi salinitasnya. Kondisi demikian dapat memperlihatkan penampang
melintang estuarin dalam garis salinitas yang sama isohalin Hutabarat dan Evans 1996; Nyabakken 1992.
Estuarin dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan gradien salinitas dan proses percampurannya :
1. Estuarin positif Pada musim hujan, curah hujan sangat tinggi dan jumlah debit air tawar yang memasuki wilayah estuarin lebih besar. Pada bagian tertentu di
kolom air secara vertikal di wilayah estuarin mempunyai salinitas tinggi di dekat dasar dan salinitas rendah di dekat permukaan. Kondisi estuarin yang demikian
disebut estuarinpositif estuarin baji garam. Estuarin baji garam sebagian tejadi karena percampuran. Baji garam yang mencolok sampai homogen menghasilkan
salinitas yang sama secara vartikal dari permukaan sampai dasar pada tiap titik tertentu, akan tetapi kondisi pasang surut dan aliran air sungai diwilayah estuarin
dapat berubah-ubah karena pengaruh musim Nyabakken 1992. 2. Estuarin negatif Pada musim kemarau, curah hujan sangat rendah dan jumlah
debit air tawar yang memasuki estuarin jauh berkurang serta kecepatan penguapan tinggi, maka masalah ini dapat menghasilkan estuarin negatif, dan
biasanya air laut masuk sampai beberapa kilometer kearah hulu. Dalam estuarin yang demikian, air laut ke luar dan masuk melalui permukaan dan selanjutnya
mengalami sedikit pengeceran karena bercampur dengan air tawar yang terbatas jumlahnya. Bila kecepatan penguapan tinggi dapat menyebabkan permukaan air
di wilayah estuarin menjadi hipersalin. Air hipersalin lebih berat darl air laut dan tenggelam ke dasar serta bergerak ke luar estuarin bersama dengan arus dasar
Nyabakken 1992. 3. Estuarin netral. Estuarin yang demikian tejadi karena sumber air tawar dari
sungai dan hujan seimbang dengan penguapan Morrisey 1995.
Pritchard 1967 dalam Kennish 1994, mengklasifikasikan estuarin ke dalam empat tipe berdasarkan sirkulasi air :
1. Tipe A Salt wedge estuaries, estuarin baji garam. Tipe estuarin ini memiliki stratifikasi salinitas yang tinggi.
2. Tipe B Partially mixed estuaries, estuarin campuran sebagian. Tipe estuarin ini memiliki stratifikasi salinitas sedang moderat.
3. Tipe C Vertically homogeneous estuarine estuarin homogen secara sempuma atau homogen vertikal. Tipe estuarin ini memiliki gradien salinitas ke arah
samping. 4. Tipe D Sectionally homogeneous estuarine or Fjord, estuarin homogen
terpisah-pisah. Tipe estuarin ini memiliki gradian salinitas membujur dan memiliki hubungan sirkulasi massa air laut dan air tawar yang tertutup serta
menghasilkan perubahan salinitas yang menyebar ke segala arah. Duxbury dan Dexbury 1993 mengklasifikasikan karakteristik masing-masing
tipe estuarin sebagai berikut : 1 Salt wedge estuaries memiliki karateristik sebagai berikut : arus sungai sebagai pencampur utama, percampuran air laut terjadi dari
dasar ke permukaan, stratifikasi densitas air laut dengan jelas, gradian salinitas terjadi secara vertikal, melintang atau membujur, tingkatan kekeruhan sangat tinggi. 2 Well
mixed estuaries : angin dan pasang surut sebagai pencampur utama, arus pasang
bergerak memasuki sungai dan terjadi percampuran oleh turbulensi arus, tidak terdapat stratifikasi densitas air laut dengan jelas, gradian salinitas terjadi secara
melintang dan membujur, tingkat kekeruhan tinggi. 3 Partially mixed estuaries: arus sungai, angin dan pasang surut merupakan pencampur utama, air laut bergerak
dari bagian bawah ke atas, sehingga terjadi percampuran pada bagian atas, tidak terdapat stratifikasi densitas air laut, gradien salinitas terjadi secara melintang atau
vertikal dan membujur, tingkat kekeruhan sedang. 4 Fjord. arus sungai, pasang surut dan angin merupakan air bagian dasar cenderung lebih homogen dan relatif
tetap, laut bercampur pada bagian atas, stratifikasi densitas air laut terjadi permukaan. Secara ekologis estuarin dapat dianggap sebagal wilayah zona peralihan atau
ekoton antara habitat air tawar dan habitat air laut, akan tetapi banyak dari sifat fisika,
kimia dan biologinya yang utama tidak bersifat peralihan, melainkan unik Nybakken 1992. Ke arah daratan wilayah ini dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang laut,
angin laut intrusi air laut, sedangkan ke arah laut dipengaruhi oleh kegiatan alamiah dan manusia di wilayah daratan dan laut seperti air sungai yang bersumber dari aliran
permukaan run off, sedimentasi, bahan beracun dan pencemar lainnya. Keadaan sifat fisika, kimia dan biologis di estuarin juga bervariasi dan dipengaruhi oleh musim
Kennish 1990, 1992. Dinamika ekosistem estuarin laut dan darat di seluruh wilayah Indonesia ini berpengaruh terhadap faktor-faktor biotik dan biotik: salinitas, suhu air,
total padatan tersuspensi, musim, massa air, sumberdaya ikan dan organisme makanan alami Kennish 1992.
Bentuk pasang surut perairan laut yang terdapat di perairan Indonesia tidak sama. Di dalam wilayah tertentu, kondisi pasang surut dalam satu hari dapat terjadi
satu kali atau dua kali pasang surut. Menurut Triatmodjo 1999, pasang surut perairan laut di wilayah Indonesia dapat dibedakan dalam empat tipe :
1. Pasang surut harian ganda semi diurnal tide. Tipe pasang surut ini dalam sehari terjadi dua kali air pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama
dan pasang surut tersebut terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata 12 jam 24 menit. Pasang surut tersebut terdapat di Selat Malaka sampai
Laut Andaman. 2. Pasang surut harian tunggal diurnal tide. Tipe pasang surut ini dalam sehari
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Periode pasang terjadi selama 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini tejadi di perairan selat Karimata.
3. Pasang surut campuran cenderung ke harian ganda mixed tide prevailing semi diurnal
. Tipe pasang surut ini dalam sehari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut akan tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Tipe pasang surut jenis
ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur. 4. Pasang surut campuran cenderung ke harian tunggal mixed tide prevailing
diumal . Tipe pasang surut ini dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu kali
air surut, akan tetapi kadang-kadang untuk beberapa waktu terjadi dua kali pasang dan dua kati surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Tipe
pasang surut jenis ini terdapat di perairan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Variasi salinitas di wilayah estuarin berpengaruh terhahap proses pengaturan osmosis pada setiap individu spesies ikan estuarine Variasi salinitas dalam estuarin
dipengaruhi oleh besar kecilnya curah hujan bulanan dan musiman Laevastu dan Hela 1970. Estuarin dan pantainya merupakan wilayah yang kaya unsur hara dan
bahan organik dan memiliki produktivitas tinggi, sehingga makanan alami untuk berbagai spesies ikan tersedia dengan baik Valiela 1995. Laevastu dan Hela 1970,
ikan dan organisme estuarin dikontrol oleh salinitas dan suhu perairan. Di dalam ekosistem pemiran estuarine spesies-spesies ikan air tawar menempati kolom air
lapisan atas, Spesies-spesies ikan laut menempati kolom air lapisan bawah, sedangkan spesies-spesies ikan estuarin murni menempati kolom air yang bercampur
air tawar dan air laut front Kingsford dan Suthers 1994. Pada musim barat kelompok-kelompok spesies ikan laut lebih banyak tinggal
dan bergerombol di lapisan permukaan laut antara kedalaman 0-100 m. Gerombolan spesies ikan tersebut bermigrasi ke arah pantai. Arus pasang yang bergerak ke
wilayah pantai dan estuarin mempunyai peranan penting terhadap distribusi salinitas, organisme makanan ikan serta partikel-partikel pasif. Distribusi spesies ikan ke
wilayah estuarin dipengarahi oleh perubahan hidrodinamika estuarin dan arus laut ke arah pantai dan estuarin Jenkins dan Black 1984. Wootton 1984 menyatakan
distribusi spesies dibatasi oleh faktor salinitas, suhu, oksigen terlarut, pH dan sedimen. Jika terjadi perubahan fisika dan kimia serta organisme makanan memberi
respon terhadap organisme secara keseluruhan. Ikan estuarin dipengaruhi oleh parameter fisika dan kimia air : total padatan tersuspensi kekeruhan berpengaruh
pada kecerahan air dan jumlah cahaya dalam aliran estuarin sehingga mempengaruhi perilaku behaviour ikan pemangsa dan organisme makanannya dan penglihatan ikan
secara harian atau musiman Cerri 1983; Collier et al. 1973;.
2.2.8.3. Dinamika biofisik estuarin