Keterpaduan sektor Keterpaduan disiplin ilmu

saja, sehingga secara implisit berarti mengkoordinasikan perencanaan pembangunan sektor kelautan. Melalui PP No. 451992 tentang Otonomi Daerah dan PP No. 81995 tentang 26 kabupaten percontohan otonomi Tk. II, maka secara bertahap dan berkelanjutan pembangunan otonomi daerah lebih dititikberatkan ke Daerah Tk. II, termasuk penyerahan urusan pengelolaan sumberdaya kelautan Depdagri 1998. Seiring dengan nafas reformasi, pemerintah membuat UU No.22 Tahun 1999, UU No.25 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000, memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan sumber daya alam serta adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah secara proporsional sesuai dengan prinsip demokasi, keadilan dan pemerataan. Implikasi langsung dari Undang-Undang No.22 Tahun 1999 adalah beralihnya kewenangan semula wilayah laut menjadi kewenangan pusat dalam penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembangannya di daearah agar menjadi keuntungan daerah berupa adanya peluang yang prospektif dalam mengelola sumber daya pesisir dan lautan dalam batas-batas yang telah ditetapkan Darwin 2001. Dengan demikian, luas wilayah kewenangan Pemerintah Daerah menjadi bertambah sehingga memberikan harapan yang prospektif dan merupakan peluang bagi daerah, khususnya dalam hal jurisdiksi dalam memperoleh nilai tambah atas sumber alam hayati dan non hayati, sumber pertambangan dan energi kelautan disamping sumberdaya pesisir yang sangat memungkinkan untuk digali dan dioptimalkan, antara lain sumber daya ikan, terumbu karang, rumput laut dan biota laut lainnya serta pariwisata Bengen et al 2001. Pengelolaan pesisir dan lautan seperti tersirat dalam UU No. 22 Tahun 1999 pasal 10, bahwa Daerah berwenang mengelola sumber daya alam yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan. Oleh karena Itu, dalam pendayagunaan sumberdaya alam tersebut haruslah dilakukan secara terencana, optimal dan bertanggung jawab disesuaikan dengan kemampuan daya dukungnya dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat serta harus memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup untuk terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dan menjamin kebutuhan generasi mendatang Muchsin et al. 2001. Salah satu permasalahan yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan di Daerah selama ini adalah adanya konflik-konflik pemanfaat dan kekuasaan. Menurut Bengen et al 2001 upaya penanganan masalah tersebut diharapkan dapat dilakukan secara reaktif dan proaktif. Secara reaktif , artinya pemerintah Daerah dapat melakukan resolusi konflik, mediasi atau musyawarah dalam menangani masalah tersebut. Upaya proaktif adalah upaya penanganan konflik pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara aktif dan dilakukan untuk mengantisipasi dan mengurangi potensi-potensi konflik pada masa mendatang. Penanganan seperti ini dilakukan melalui penataan kembali kelembagaan Pemerintah Daerah, baik dalam bentuk konsep perencanaan,