278
Dampak dari kebijakan mobil murah ramah lingkungan
Transaksi pembiayaan jual beli mobil baru atau bekas melalui sistem kredit saat ini semakin meningkat terutama setelah diluncurkannya kebijakan mobil murah oleh pemerintah.
Masyarakat level ekonomi menegah dan bawah juga merasakan dampaknya, terutama kemampuan dalam membeli mobil, baik untuk kepentingan transportasi, kepentingan keluarga, rekreasi, mudik,
dan lain-lain, maupun untuk transportasi ketempat kerja dan berbagai kepentingan lainnya. Kebutuhan masyarakat terhadap kendaran mobil biasanya akan meningkat pada akhir tahun, menjelang hari raya,
menjelang libursekolah, dan lain-lain.
Sementara di sisi lain banyak konsumen yang telah memiliki mobil namun ingin menggantinya dengan mobil yang lebih baru dan lebih trendi. Atau ada juga konsumenyang sedang menjalani kredit mobil
namun karena sesuatu hal maka terpaksa ingin menjual atau over credit mobil yang dimilikinya. Namun banyak juga masyarakat yang ingin menjual mobilnya karena kebutuhan dana yang mendesak.
2. Kebijakan Pemerintah Dalam Bisnis Diler ResmiUtama Kendaraan Roda 4
Untuk mencoba usaha membuka showroom mobil baru dan bekas tidak begitu sulit yang penting adalah kemauan dan niat baik. Pada tahap awal harus memiliki modal pengetahuan tentang mobil, jual
beli mobil, harga mobil baru ataupun bekas dan seluk beluknya. Selanjutnya adalah modal kemauan keras membangun jaringan perkenalan dan kerjasama dengan pihak diler mobil dan pihak leasing atau
pembiayaan untuk pembelian kendaraan.
Selain itu usaha diler mobil termasuk dalam daftar usaha yang masih terbuka yang termasuk dalam perdagangan eceran mobil seperti sepeda motor, dan kendaraan niaga KBLI 45103 45104 45403
45404.
3. Kebijakan Pemerintah Dalam Bisnis Jasa Pembiayaan Roda Empat
Pemerintah selain menerbitkan aturan pelonggaran kredit kepemilikan rumah, Bank Indonesia BI juga telah menerbitkan aturan pelonggaran uang muka down paymentDP untuk kredit kepemilikan
kendaraan bermotor sudah berlaku. Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia PBI No.1710PBI2015 mengenai Rasio LTV atau Rasio Financing To Value, untuk Kredit atau
Pembiayaan Properti dan Uang Muka Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Dalam kebijakan itu disebutkan bahwa uang muka untuk Kredit Kendaraan Bermotor KKB dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah KKB Syariah sudah diturunkan. Semula BI menetapkan
untuk memiliki kendaraan bermotor roda dua, nasabah harus membayar uang muka sebesar 25 dari total hargakendaraan. Namun kini untuk jenis kendaraan roda dua, kreditpembiayaan baik konvensional
maupun syariah masing-masing ditetapkan 20.
Sementara itu untuk kendaraan beroda tiga atau lebih yang digunakan untuk kegiatan yang non produktif nasabah cukup membayar 25 uang muka. Ketentuan ini lebih rendah dari aturan sebelumnya yakni
30 persen uang muka.
Kendaraan yang produktif adalah kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang atau yang biasa disebut angkutan umum.
Sebelumnya, penurunan penjualan kendaraan roda dua atau lebih pada tahun 2015 lalu membuat sejumlah diler di beberapa wilayah menerapkan strategi uang muka down paymentDP ringan untuk
pembelian sepeda motor atau rota roda empat secara kredit. Padahal, saat itu BI belum mengeluarkan dasar hukum pelonggaran LTV.
279
Kebijakan Impor Mobil
Kebijakan pemerintah yang dikeluarkan pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 127 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru yang di dalamnya
termasuk pembolehan perusahaan pengguna kendaraan mengimpor langsung truk bekas.
Dengan berlakunya regulasi tersebut perusahaan bisa mengimpor langsung truk bekas tanpa perlu melewati APM ataupun ATPM merek-merek bersangkutan. Kebijakan tersebut menurut para pelaku
bisnis dan industri otomotif di Indonesia dinilai bukan hanya mengancam kelangsungan para APM- ATPM melainkan juga bagi para pengguna kendaraan terkait dengan layanan purnaj ual atas kendaraan-
kendaraan bekas yang diimpor dan pakai. Apabila melaluiAPM-ATPM sudah jelas mekanisme layanan purna jualnya, namun apabila impor langsung maka tidak terdapat pihak yang bertanggung jawab dalam
memberikan servis resmi maupun penyediaan suku cadang.
Kebijakan tersebut menurut para pengamat otomotif dinilai tidak sejalan dengan semangat pemerintah memperbesar nilai investasi di sektor kendaraan bermotor di dalam negeri.
280
XI. EKUITAS
Tabel di bawah ini menunjukkan posisi ekuitas Perseroan pada tanggal 30 September 2016, 31 Desember 2015, 2014 dan 2013 yang data-data keuangannya berasal dari Laporan Keuangan
Konsolidasian Perseroan untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada tanggal 30 September 2016 dan tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015, 2014 dan 2013. Data-data keuangan
penting tersebut berasal dari Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan dan Entitas Anak untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada tanggal 30 September 2016 yang telah diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar Rekan, member of the RSM network dengan opini pengecualian yang ditandatangani oleh Rudi Hartono Purba, untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 2015 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar Rekan dengan opini wajar tanpa pengecualian yang ditandatangani oleh Rudi Hartono Purba, untuk
tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Aryanto, Amir Jusuf, Mawar Saptoto dengan opini wajar tanpa pengecualian yang ditandatangani
oleh Saptoto Agustomo, dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2013 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Aryanto, Amir Jusuf, Mawar Saptoto dengan opini wajar tanpa
pengecualian yang ditandatangani oleh Dudi Hadi Santoso.
dalam miliar Rupiah
Keterangan Tanggal 30
September
Tanggal 31 Desember 2016
2015 2014
2013 EKUITAS
Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh 135,0
27,8 27,8
27,8 Tambahan Modal Disetor – Neto
- 8,1
8,1 8,1
Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas AnakAsosiasi 0,7
0,7 0,7
0,7 Saldo Laba
1.006,1 981,7
905,3 825,0
Total Ekuitas Yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk
1.141,8 1.018,3
941,9 861,6
Kepentingan Non Pengendali 315,6
279,7 252,3
214,4 TOTAL EKUITAS
1.457,4 1.298,0 1.194,2
1.076,0
Sampai dengan Prospektus ini diterbitkan, tidak ada perubahan struktur yang terjadi.
281
Tabel Proforma Ekuitas
Seandainya perubahan ekuitas Perseroan karena adanya Penawaran Umum Saham Perdana kepada Masyarakat terjadi pada tanggal 30 September 2016, maka proforma struktur permodalan Perseroan
pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:
dalam miliar Rupiah
Uraian dan Keterangan Modal
Ditempatkan dan Disetor
Tambahan Modal
Disetor - Neto
Selisih Transaksi
Perubahan Ekuitas Anak
Asosiasi Saldo
Laba Kepentingan
Non Pengendali
Total Ekuitas
Posisi Ekuitas menurut Laporan Keuangan pada tanggal 30 September
2016
135,0 -
0,7 1.006,1
315,6 1.457,4
Perubahan Ekuitas setelah tanggal 30 September 2016 jika diasumsikan terjadi
pada tanggal tersebut: Penawaran Umum sebanyak
150.000.000 seratus lima puluh juta Saham Baru dengan nilai nominal Rp100
seratus Rupiah per saham dengan Harga Penawaran Rp1.750 seribu
tujuh ratus lima puluh Rupiah per saham setelah dikurangi estimasi biaya
Penawaran Umum
15,0 234,9
1
- -
- 249,9
Proforma Ekuitas pada Tanggal 30 September 2016 setelah Penawaran
Umum dilaksanakan
150,0 234,9
0,7 1.006,1
315,6 1.707,3
Keterangan:
1
Setelah dikurangi biaya-biaya emisi
282
XII. KEBIJAKAN DIVIDEN
Seluruh saham biasa atas nama yang telah ditempatkan dan disetor penuh, termasuk saham biasa atas nama yang ditawarkan dalam Penawaran Umum Saham Perdana ini, mempunyai hak yang sama dan
sederajat termasuk hak atas pembagian dividen.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia, khususnya UUPT, Perseroan dapat membagikan dividen. Pembayaran dividen mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat pada
Anggaran Dasar Perseroan dan persetujuan pemegang saham pada RUPS serta mempertimbangkan kewajaran atas pembayaran tersebut dan juga kepentingan Perseroan. Pembayaran dividen hanya
dapat dilakukan apabila Perseroan mencatatkan laba ditahan yang positif.
Dividen interim dapat dibagikan pada akhir tahun keuangan selama tidak melanggar ketentuan dari Anggaran Dasar Perseroan dan pembagian tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan
lebih kecil dari modal ditempatkan dan disetor. Pembagian atas dividen interim ditentukan oleh Direksi setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris. Jika pada akhir tahun keuangan Perseroan
mengalami kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh para pemegang saham kepada Perseroan. Dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim,
maka Direksi dan Dewan Komisaris akan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan.
Penetapan, jumlah dan pembayaran dividen di kemudian hari atas saham, jika ada, akan bergantung pada faktor-faktor berikut, termasuk:
• Hasil operasional, arus kas dan kondisi keuangan Perseroan; • Rencana pengembangan usaha Perseroan di masa yang akan datang; dan
• Faktor lainnya yang dianggap penting oleh manajemen Perseroan. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut di atas, Perseroan berencana untuk membagikan dividen
kas sebanyak-banyaknya sampai dengan 50 dari laba bersih tahun berjalan sebelum pendapatan komprehensif lainnya setelah menyisihkan untuk cadangan wajib mulai tahun buku 2017. Perseroan
tidak memiliki negative covenants sehubungan dengan pembatasan pihak ketiga dalam rangka pembagian dividen.
283
XIII. PERPAJAKAN
Pajak Penghasilan atas dividen dikenakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 berlaku efektif 1 Januari 2009 pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk antara lain dividen.
Selanjutnya, pasal 4 ayat 3 huruf f menyebutkan bahwa dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia tidak termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan sepanjang seluruh syarat-
syarat di bawah ini terpenuhi:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2.
Bagi Perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25,0 dari jumlah
modal yang disetor.
Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 4 ayat 3 huruf f di atas juga ditegaskan bahwa dalam hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di atas, seperti irma,
Perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan Objek Pajak Pasal 23 ayat 1 huruf a Undang-
Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa atas dividen yang dibayarkan atau terutang
oleh badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan Perseroan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap, dipotong pajak sebesar 15 lima belas persen dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
Besarnya tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat 2c Undang-Undang No. 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10 sepuluh
persen dan bersifat inal. Penetapan mengenai besarnya tarif tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat 2d diatur dengan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 111PMK.032010.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 234PMK.032009 tanggal 29 Desember 2009 tentang “Bidang-Bidang Penanaman Modal Tertentu Yang Memberikan Penghasilan
Kepada Dana Pensiun Yang Disetujui Menteri Keuangan Republik Indonesia Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan”, maka penghasilan yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia berupa dividen dari saham pada Perseroan Terbatas yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia, tidak termasuk sebagai
Objek Pajak Penghasilan.
Dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri akan dikenakan tarif sebesar 20 dua puluh persen atau tarif yang lebih rendah dalam hal pembayaran dilakukan kepada mereka yang merupakan
penduduk dari suatu negara yang telah menandatangani suatu perjanjian penghindaran pajak berganda dengan Indonesia, dengan memenuhi Peraturan Dirjen Pajak No. PER-61PJ2009 tanggal 5 November
2009, juncto Peraturan Dirjen Pajak No. PER-24PJ2010 tanggal 30 April 2010 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda P3B.
284 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek, juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 tahun 1997 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1994 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-07PJ.421995 tanggal 21 Februari 1995, perihal pengenaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek seri PPh Umum No. 3 juncto SE-06PJ.41997 tanggal 20 Juni 1997 perihal : Pelaksanaan pemungutan PPh atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham di Bursa Efek, telah ditetapkan sebagai berikut :
1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dan badan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek dipungut Pajak Penghasilan sebesar 0,10 dari jumlah bruto nilai transaksi
dan bersifat inal. Pembayaran dilakukan dengan cara pemotongan oleh penyelenggara Bursa Efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham;
2. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,50 dari nilai seluruh saham pendiri yang dimilikinya pada saat Penawaran Umum Perdana. Besarnya nilai saham tersebut
adalah nilai saham pada saat Penawaran Umum Perdana. Penyetoran tambahan pajak penghasilan dilakukan oleh Perseroan Perseroan atas nama pemilik saham pendiri sebelum penjualan saham
pendiri, selambat-lambatnya 1 satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di Bursa Efek.
3. Namun apabila pemilik saham pendiri tidak memilih ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas, maka atas penghasilan berupa capital gain dari transaksi penjualan saham pendiri
dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum Pasal 17 Undang-Undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang No.
36 tahun 2008. Oleh karena itu, pemilik saham pendiri tersebut wajib melaporkan pilihannya itu kepada Direktur Jenderal Pajak dan penyelenggaran Bursa Efek.
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh Perseroan
Sebagai Wajib Pajak, Perseroan memiliki kewajiban perpajakan untuk Pajak Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai PPN, dan Pajak Bumi dan Bangunan PBB. Perseroan telah memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan perpajakan yang berlaku. Sampai dengan tanggal Prospektus ini diterbitkan, Perseroan tidak memiliki tunggakan pajak.
CALON PEMBELI SAHAM DALAM PENAWARAN UMUM INI DIHARAPKAN UNTUK BERKONSULTASI DENGAN KONSULTAN PAJAK MASING-MASING MENGENAI AKIBAT
PERPAJAKAN YANG TIMBUL DARI PEMBELIAN, PEMILIKAN MAUPUN PENJUALAN SAHAM YANG DIBELI MELALUI PENAWARAN UMUM INI.
285
XIV. PENJAMINAN EMISI EFEK
1. Keterangan Tentang Penjaminan Emisi Efek