Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Menengah Atas Kelas XI
78
yang dibeli dengan kredit tersebut t idak boleh dijadikan sebagai agunan. Agunan harus diambil dari barang lain, dan
tidak boleh dari barang yang dibeli.
Pada masa jahiliyyah, jika ar -r hin tidak mampu membayar hutang atau barang yang dibelinya secara kredit, tepat pada
waktunya, maka barang agunan tersebut langsung menjadi milik al-murtahin. Praktik ini diharamkan oleh Nabi Saw.
Sabda Nabi Saw yang art inya: “Agunan itu tidak boleh dihalangi dar i pemilik yang telah mengagunkannya, dan
ia ber hak at as kelebihannya, dan w ajib menanggung ker ugiannya”. [ HR I mam Asy Syafi’i, dan Baihaqi] .
At as dasar it u, jika ar -r âhi n t idak mampu membayar hutangnya, atau tidak mampu membayar harga barang yang
dibelinya secara kredit, maka, mur tahin berhak menjual barang agunan tersebut. Jika harga barang agunan itu lebih
besar daripada hutang ar -r hin, maka kelebihannya harus dikembalikan kepada ar-r hin. Namun, jika harga barang
agunan tersebut lebih rendah daripada hutangnya, maka ar- r hin wajib menutupi kekurangannya.
Set el ah serah t eri ma bar ang agunan berada di bawah
kekuasaan al-mur tahin. Tetapi, mur tahin t idak boleh memanfaatkan barang agunan tersebut. Sebab, barang
agunan tersebut pada dasarnya tetaplah milik ar -r hin, sehingga pemanfaatan barang tersebut menjadi milik dari
ar -r hin. Oleh karena itu, ar-r hin berhak menyewakan bar ang agunannya, semi sal r umah, kendar aan , at au
barang-barang lain yang ia agunkan, kepada orang lain atau kepada al-mur tahin. Ar -r hin juga berhak dan dibolehkan
menghadiahkan manfaat barang agunan itu kepada orang lain maupun al-mur tahin, selama hal itu tidak mengurangi
manfaat barang agunan tersebut.
Jika barang agunan it u dijaminkan oleh ar -r hin pada
transaksi hutang piutang qar d, di mana ar -r hin harus mengembalikan hut angnya dengan jenis dan nilai yang
sama, seperti pada kasus peminjaman uang Rp.500 juta r upiah yang har us di bayar sebesar Rp.50 0 jut a, at au
peminjaman atas beras 50 ton, yang harus dibayar dengan ber as 50 t on dan dengan j eni s yang sam a, maka, al -
mur t ahi n t idak bol eh memanfaat kan bar ang agunan sedikit pun, walaupun hal it u dii jinkan oleh ar -r hin.
Sebab, hut ang pi ut ang yang m enar i k suat u m anf aat termasuk dalam kategori riba.
Namun jika barang agunan itu dijaminkan oleh ar -r hin
pada t r ansaksi hut ang at as barang-bar ang yang t idak m em i l i ki padanan, at au sul i t di car i kan padanannya,
misalnya hewan, kayu bakar, properti, dan barang sejenis yang hanya bisa dihitung berdasarkan nilainya, maka al-
mur tahin boleh memanfaatkan barang agunan t ersebut atas ijin dari ar -r hin.
Bab 5 | Transaksi Ekonomi dalam Pandangan Islam
79
4. Ga sa b M enggunakan M ilik Or ang Lain Tanpa
I jin
a. Penger tian dan H ukum Ga sa b
Di dalam Kitab Mukht r A - ih h dinyatakan bahwa secara literal, ga ab bermakna “akh u al-syai’ zulman” mengambil
sesuat u dengan car a zali m. M enur ut ist il ah f iqh, ga ab didefinisikan dengan; penguasaan dan pemakaian atas barang
milik orang lain tanpa hak dan dengan cara yang tidak baik. [Abu Bakar Al-Jaz iri, Minh j al-Muslim, bab al-Ga ab ] M isalnya,
seorang menggunakan t anah milik orang lain tanpa ijin dan persetujuan pemilik sah untuk didiami atau unt uk ditanami.
Contoh yang lain adalah seseorang mengambil kendaraan milik orang lain, kemudian dikendarai untuk kepentingannya sendiri.
Para ulama sepakat bahwa hukum ga ab adalah haram. Ket ent uan semacam ini didasarkan pada firman Allah yang
ar t i nya: “Dan j anganlah sebagi an kamu memakan har t a sebagian yang lain dengan jalan batil.” [QS Al-Baqarah 2:188]
Nabi Saw juga melarang penggunaan barang milik orang lain dengan cara-cara yang batil. Pada saat haji Wada’ Rasulullah Saw
yang artinya: “Sesungguhnya darah-dar ahmu, har ta-har tamu, dan nama-nama baikmu adalah haram bagimu seperti haramnya
kamu pada hari ini, di bulan ini, dan di negeri ini.” [HR Bukhari dan Muslim]
Nabi Saw juga bersabda, yang artinya: “Tidaklah ber iman pezi na y ang sedang m el akukan zina. Ti dakl ah ber im an
peminum ketika sedang meminum khamer . Tidak ber iman, pencur i yang sedang mencur i, dan tidak ber iman per ampas
ketika sedang mer ampas dan per ampasan itu diketahui oleh banyak or ang.” [ HR Bukhari dan Muslim]
Dari Saib bin Yazid, dari bapaknya dituturkan bahwa Nabi Saw bersabda yang artinya: “Janganlah ada salah seorang kamu
mengambil harta saudar anya, baik dengan sungguh-sungguh at aupun dengan senda-gur au. Ji ka salah seor ang t el ah
mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikan tongkat itu kepadanya.” [ HR I mam Ahmad, Abu Dawud, dan
Tirmi i] Dari Anas Ra diriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah halal har ta seorang Muslim bagi Muslim
yang lain, kecuali dengan ker elaan darinya.” [HR Daruqu
ni] Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa ga ab
adalah perbuat an haram. Adapun ketent uan-ketentuan yang berhubungan dengan ga ab dapat diringkas sebagai berikut;
Orang yang melakukan ga ab wajib menembalikan barang
yang di ambi l nya. Bi l a bar an g i t u r u sak, i a har u s menggant inya dengan barang yang semisal, at au senilai.
Barang yang rusak itu menjadi miliknya. Akan tetapi, jika karena suatu hal ia tidak bisa mengganti barang tersebut
dengan yang semisal atau senilai, maka barang it u tetap menjadi milik pemilik sah, sedangkan g ib orang yang
. .
Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Menengah Atas Kelas XI
8 0
mengga ab wajib melakukan gant i rugi atas kerusakan barang tersebut senilai dengan kerusakannya. M isalnya,
seseorang mengambil sepeda motor, kemudian merusak- kannya. Jika ia tidak bisa mengganti dengan sepeda motor
yang semisal atau senilai, maka ia wajib mengganti kerusakan sepeda motor tersebut.
Orang yang melakukan ga ab harus mengembalikan secara
sempurna barang-barang yang hilang kepada pemilik sahnya. Jika ia menyewakan dan mengusahakan barang t ersebut
hingga membuahkan keuntungan, atau beranak pinak, maka ia harus mengembalikan barang yang diambilnya berikut
dengan keuntungannya, sewanya, serta peranakannya.
Jika seseorang mengambil tanah milik orang lain, kemudian
tanah itu ditanaminya atau dibangun sebuah bangunan, m aka i a harus m enghancur kan bangunan t er sebut ,
menebang pohonnya, dan wajib memperbaiki kerusakan tanah akibat pembangunan dan penebangan pohon tersebut.
Jika pemilik tanah yang sah mengijinkannya, maka orang yang menyerobot tanah itu bisa diberi pilihan atas apa yang
ditanam dan dibangunnya. Ia bisa mengembalikannya, atau membelinya.
Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah riwayat yang diket engahkan oleh I mam Abu Dawud dan Daruqu ni;
dimana Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “Jerih payah orang yang zalim itu tidak memiliki hak apa-apa.”[HR Abu
Dawud dan Daruqu ni. Menurut Tirmi i, hadis ini dijadikan hujjah oleh para ulama].
Apabila terjadi perselisihan antara pemilik barang dengan
orang yang melakukan ga ab , maka yang diakui adalah pengakuan dari orang yang melakukan ga ab dengan
disertai sumpah, jika pemilik barang tersebut tidak memiliki bukti-bukti yang kuat atas dakwaannya.
I mam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Wa’il bin H aj ar Ra, “Ada dua or ang laki-l aki mengadu kepada
Rasulullah Saw; seorang Hadrami dan yang lain adalah or- ang Kindi. Orang Hadrami berkata,”Wahai Rasulullah, dia
t el ah mer ampas t anah mil i kku.” Or ang Ki ndi menjaw ab,”I tu adalah tanah yang menjadi milikku, dan
dia tidak berhak atas tanah itu.” Rasulullah Saw berkata kepada orang Hadrami,”Apakah engkau memiliki bukti?”
Ia menjawab,”Tidak ya Rasulullah.” Lalu, Rasulullah Saw ber sabda l agi kepada or ang Ki ndi , ‘Engkau har us
ber sumpah.” Or ang H adr ami i t u ber kat a, “Wahai Rasulullah Saw, dia itu seorang fajir yang tidak akan peduli
ter hadap sumpahnya, dan dia tidak pernah ber buat baik sedikitpun.” Rasulullah Saw ber sabda.”Tidak ada sesuatu
yang menjadi milikmu sekarang.” [HR Muslim]
Barangsiapa merusak barang milik orang lain tanpa seijin