Sehingga, cara-cara penyelesaian tersebut dapat disimbolkan sebagai berikut:
b. Pada perkalian
Ilustrasinya sebagai berikut: 1. Seorang pedagang membeli buah jeruk sebanyak 13 keranjang, dengan
masing-masing keranjang berisi 25 kantong. Tiap kantong berisi 4 buah jeruk, maka banyaknya jeruk yang telah pedagang beli adalah?
Jawab: Untuk menghitung jumlah jeruk dengan beberapa cara sebagai berikut:
cara 1: 13 x 25 x 4 325 x 4 = 1.300
cara 2 : 13 x 25 x 4 13 x 100 = 1.300
Dengan demikian meskipun bilangan tersebut dihitung dengan dikelompokkan dengan macam-macam cara tetap saja mendapatkan hasil jawaban yang sama.
Jika umpamakan bilangan 13 a
bilangan 25 b bilangan 4 c
Sehingga, cara-cara penyelesaian tersebut dapat disimbolkan sebagai berikut:
3. Sifat Penyebaran Distributif
Sifat penyebaran atau sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan dan perkalian terhadap pengurangan sebagai berikut.
Ilustrasinya dapat dihubungkan dengan luas persegi panjang ABCD berikut: a + b + c = a + b + c = a + c + b
a × b × c = a × b × c
a × b × c = a × b × c
a × b + c = a × b + a × c a × b
– c = a × b – a × c
Dari gambar persegi panjang besar tersebut kita dapat mengetahui luas persegi panjang besar dapat dihitung dengan menghitung luas persegi panjang
yang kecil bawah ditambah persegi panjang yang lebih besar atas atau dengan cara sebagai berikut:
a x b + c = a x b + a x c
Sebaliknya untuk memahami sifat penyebaran distributif perkalian terhadap pengurangan, maka kita gunakan ilustrasi luas persegi panjang yang
diarsir sebagai berikut: Jika dibuktikan sebagai berikut:
Caranya dengan mencari tahu luas tanah yang ditujukkan pada persegi panjang berwarna cokelat.
Dengan demikian terbuktilah sifat distributif pada perkalian terhadap pengurangan yakni :
Dengan demikian dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan bagi siswa ialah kamampuan siswa
dalam melalui tiga tahap pemahaman yakni translasi, interpretasi dan ekstrapolasi ketika proses pembelajaran pokok bahasan sifat-sifat operasi hitung bilangan itu
berlangsung. Sehingga siswa yang telah paham akan mampu melalui ketiga tahap pemahaman tersebut dalam proses pembelajarannya, yakni dalam mempelajari
sifat-sifat operasi hitung bilangan matematika komutatif, asosiatif, dan distributif
a x b – c = a x b – a x c
4. Aplikasi Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran
Aplikasi metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan sifat-sifat operasi hitung bilangan untuk
memecahkan masalah akan di bahas pada sub bahasan ini. Adapun dalam pengaplikasiannya, peneliti berpedoman pada beberapa kajian teori dari Plato,
Bruner, dan Shadiq. Metode penemuan yang dipandu oleh guru atau penemuan terbimbing ini
menurut Cooney dalam Markaban pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka dari itulah sering juga disebut
dengan Socratic. Metode ini melibatkan suatu dialog antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan
pertanyaan yang diatur oleh guru.
46
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dalam pembelajaran penemuan terjadi melalui 3 tahap sebagai berikut:
a. Tahap enaktif Pada tahap ini anak didik melakukan aktivitas-aktivitasnya dalam usaha
memahami lingkungan. b. Tahap ikonik
Pada tahap ini anak didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik Pada tahap ini peserta didik mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi bahasa dan logika, serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem simbol.
47
Selain itu, untuk mengetahui langkah-langkah metode penemuan terbimbing peneliti juga berusaha menelaah teori pembelajaran Bruner mengenai klasifikasi
tiga tahapan proses pengembangan kognitif siswa saat pembelajaran, yakni:
1. Perolehan informasi, yaitu tahap permulaan, di mana informasi atau ilmu
pengetahuan diterima dari luar.
46
Markaban, op.cit., h. 10
47
Zulfikar Ali Buto., h. 61
2. Pengolahan informasi, yaitu penyesuaian informasi-informasi yang telah
diperoleh berupa pengklasifikasian secara obyektif.
3. Evaluasi atau pengecekan Checking yakni mengadakan “tes kecukupan”
atau kebenarann terhadap informasi yang telah diolahnya tersebut.
48
Sebab metode penemuan terbimbing merupakan pengembangan dari teori metode penemuan murni Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
perkembangan ataupun pengembangan kognitif siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing tidak jauh berbeda dengan tahapan dan langkah-langkah
pembelajaran Bruner tersebut. Hanya saja, jika dalam penemuan murni tahapan dan langkah-langkah tersebut diaplikasikan siswa secara mandiri, maka dalam
pembelajaran penemuan terbimbing siswa melakukan proses tersebut melalui bimbingan dan arahan guru.
Namun agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing dapat berjalan dengan efektif dan jelas, secara lebih rinci Shadiq membagi prosesnya ke dalam
langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya. Perumusan harus jelas dan hindari pernyataan yag menimbulkan salah tafsir agar arah yang ditempuh siswa tidak salah.
2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa pada tujuan yang hendak
dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS Lembar Kerja Siswa. 3. Siswa menyusun konjektur perkiraan dari hasil analisis yang
dilakukan 4. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut
diperiksa oleh guru. Hal ini perlu dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan siswa, sehingga akan menuju ke arah yang hendak
dicapai.
48
ibid.