Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru dapat membimbing siswa untuk aktif dan paham saat belajar. Untuk itu sebagai guru
disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak,
sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa. Berdasarkan uraian masalah tersebut, penulis berusaha mencari jalan
keluarnya, yakni dengan memilih, mempelajari dan menerapkan salah satu metode pembelajaran yang dicetuskan oleh Jerome Bruner, yaitu metode penemuan
terbimbing. Metode penemuan terbimbing adalah metode pembelajaran yang sengaja dirancang dengan menggunakan pendekatan penemuan. Para siswa diajak
atau dibimbing untuk melakukan kegiatan eksperimental, sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan konsep pengetahuannya secara lebih bermakna.
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dalam
penelitian ini mengambil judul “Pembelajaran Matematika dengan Metode
Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan dan Aktivitas Siswa” Studi Penelitian Tindakan Kelas di Kelas
IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi sifat-sifat operasi hitung bilangan.
2. Rendahnya aktivitas belajar matematika siswa. 3. Metode pembelajaran konvensional dengan ceramah dan tanya jawab.
4. Tidak tersedianya alat peraga, media konkret saat pembelajaran. Fokus dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman sifat-sifat
operasi hitung bilangan dan aktivitas siswa kelas IV SD dengan menggunakan
metode penemuan terbimbing.
C. Pembatasan Masalah
Sebab keterbatasan peneliti dalam beberapa hal dan agar penelitian ini mampu menghasilkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang ada, maka
dilakukan pembatasan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Penelitian ini dibatasi pada “Rendahnya pemahaman matematika siswa khususnya pada sifat-sifat operasi hitung bilangan siswa
”. Materi sifat-sifat operasi hitung bilangan dibatasi pada sifat komutatif pertukaran, asosiatif
pengelompokkan dan distributif penyebaran. Pemahaman siswa dibatasi pada pemahaman translasi, interpretasi dan ekstrapolasi menurut taksonomi
Bloom. 2.
Penelitian ini dibatasi pada “Rendahnya aktivitas siswa khususnya pada pembelajaran pokok bahasan sifat-
sifat operasi hitung bilangan”. Aktivitas yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi 6 aspek aktivitas belajar yang
diklasifikasikan oleh Paul D. Dierich, yaitu visual activities, oral activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan emotional activities.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman sifat- sifat operasi hitung bilangan siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01Pagi?
2. Apakah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01Pagi dalam pembelajaran matematika?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan dan aktivitas siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01Pagi
melalui Metode Penemuan Terbimbing.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Siswa
Dengan penelitian ini diharapkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan matematika siswa meningkat sehingga hasil belajar matematika
siswa meningkat. Dengan penelitian ini diharapkan aktivitas siswa dalam pembelajaran
matematika meningkat. 2. Guru
Jika penelitian ini dirasakan dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih baik, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para
guru agar dapat menerapkan metode penemuan terbimbing sebagai usaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3. Peneliti Dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti terhadap
pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing khususnya dalam upaya meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi
hitung bilangan matematika siswa. Memunculkan sikap peka terhadap permasalahan pendidikan khususnya
pendidikan matematika di tingkat SDMI sehingga memotivasi peneliti untuk meneliti masalah-masalah lainnya dalam dunia pendidikan.
12
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
PERENCANAAN TINDAKAN
A. Kajian Teori
Kajian teori pada bab ini akan menyajikan pembelajaran matematika, metode penemuan terbimbing, pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan, aplikasi
pembelajaran penemuan terbimbing, serta aktivitas belajar siswa.
1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Menurut Oemar Hamalik dalam Masitoh adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
1
Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
“Pembelajaran ialah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
”
2
Mencermati dua pengertian pembelajaran di atas, dapat dimaknai bahwa di dalam pembelajaran terdapat interaksi antara peserta didik, dan melibatkan unsur-
unsur yang saling mempengaruhi untuk mencapai suatu tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itulah pembelajaran dipandang sebagai suatu
sistem, karena di dalamnya terdapat beberapa komponen pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, yakni: tujuan, bahan, metode, media, dan evaluasi.
3
Sagala dalam Esti, menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu:
1
Masitoh, dkk., Strategi Pembelajaran, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, h. 8
2
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas, 2003, h. 2
3
Masitoh, op. cit., h. 9
1 Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa-siswi secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa-siswi sekedar mendengar, mencatat,
akan tetapi menghendaki aktivitas siswa-siswi dalam proses berfikir. 2 Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab
terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa-siswi, yang pada gilirannya kemampuan berfikir
itu dapat membantu siswa-siswi untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
4
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran tercipta suasana dialogis antara guru dengan peserta didik, dan antar sesama
peserta didik, yang melibatkan proses mental, kegiatan berpikir peserta didik melalui serangkaian aktivitas belajar yang dilakukan. Guru tidak lagi diposisikan
sebagai subjek atau sumber belajar, dan tidak hanya berperan sebagai perancang suasana belajar, namun juga turut berperan sebagai fasilitor yang menstimulus dan
membimbing terjadinya aktifitas belajar peserta didiknya. Berbagai pendapat muncul berkenaan dengan pengertian matematika yang
dilandasi oleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda. Istilah Matematika berasal dari bahasa latin mathematika yang diambil dari bahasa
Yunani mathematike yang berarti “mempelajari”. Ali Hamzah mengatakan bahwa:
“Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang artinya „pengetahuan‟ dan mathanein
yang artinya „berpikir‟ atau „belajar‟. Dalam kamus Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara
bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan Depdiknas.
”
5
Menurut Merriam Webster Online Dictionary , “ Mathematics is the science
of numbers, quantities, and shapes and the relations between them ”.
6
Lengkapnya Merriam Webster menjelaskan bahwa matematika adalah ilmu tentang angka
4
Esti Yuli Widayanti, dkk., Pembelajaran Matematika MI, Edisi Pertama, Surabaya: LAPIS PGMI, 2009, h. 1-6.
5
Ali, Hamzah dkk.., Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014, h..48.
6
Merriem, Merriam Webster Online Dictionary, 2014, http:www.merriam- webster.comdictionarymathematics
bilangan dan operasi-operasinya, interelasi, kombinasi, generalisasi, dan abstraksi, serta konfigurasi, transformasi juga generalisasi. Senada dengan
Tinggih dalam Esti Yuli, dkk. menyatakan bahwa matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga
unsur ruang sebagai sasarannya. Slamet Dajono pun memberikan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika, yaitu:
1. Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan dan ruang. 2. Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksi
berbagai struktur dan pola yang dapat diimajinasikan. 3. Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para matematisi.
7
Menurut Fruedenthal dalam Markaban, “... mathematic as a human activity.
Education should given student the “guided” opportunity to “reinvent” mathematics by doing it”.
8
Pandangan Fruedenthal tersebut diartikan bahwasannya Matematika sebagai suatu aktivitas manusia. Adapun pendidikan
matematika siswa itu harus diberikan melalui “bimbingan” serta kesempatan
untuk menemukan kembali matematika dengan cara melakukannya. Sehingga pengertian matematika menurut Fruedenthal tersebut berimplikasi bahwa
matematika hendaknya dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran serta mengurangi kecenderungan guru mendominasi pembelajaran. Selain itu
dalam pembelajaran matematika hendaknya siswa dibimbing, dipandu untuk menemukan kembali matematika dengan melalui serangkaian aktifitas nyata yang
dilakukan. Adapun Begle dalam Esti Yuli dkk, menyatakan bahwa
“sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip.
”
9
Lebih lanjut Hudojo dalam Esti mengartikan matematika adalah suatu alat untuk
mengembangkan cara berpikir.
7
Slamet Dajono, Harapan Terhadap Pengarahan Pendidikan Matematika di Indonesia, Makalah disampaikan pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Pendidikan
Matematika, Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya, Surabaya, 03 Mei 1976, h. 5
8
Markaban, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing., Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru
Matematika, 2006, h. 4
9
Esti Yuli Widayanti, dkk., op. cit,. h. 1-7.
Dari beberapa pengertian matematika tersebut, maka dapat diambil pemahaman bahwa matematika secara bahasa berarti ilmu pengetahuan yang
diperoleh melalui jalan belajar berpikir bernalar. Sedangkan secara istilah matematika diartikan sebagai suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir,
yang memiliki objek tujuan yang abstrak yakni fakta, konsep, operasi dan prinsip, serta berpola pikir deduktif. Selain itu dalam matematika dipelajari beberapa ilmu
turunannya yang diantaranya ilmu tentang angka bilangan dan operasi- operasinya, interelasi, kombinasi, generalisasi, dan abstraksi, serta konfigurasi,
transformasi juga generalisasi. Dengan demikian maka pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai
proses kegiatan yang di dalamnya terdapat interaksi peserta didik dengan sumber belajarnya, dengan melibatkan aktivitas berpikir, mengalami, dan menemukan
fakta, konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika. Memandang pentingnya matematika sebagai alat untuk mengembangkan
cara berpikir, maka matematika sangat perlu dibekalkan sedini mungkin pada anak. Hal ini sejalan dengan pandangan Hudojo dalam Esti, “Matematika sangat
diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK, sehingga matematika perlu dibekalkan kepada peserta didik
sejak MISD, bahkan sejak TK”
10
.
b. Hakikat Pembelajaran Matematika di MI
Menurut Esti, anak bukanlah manusia dewasa dalam ukuran kecil. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa anak pada umumnya memiliki karakteristik khusus
yang berbeda dengan orang dewasa bahkan mereka berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut juga dapat dilihat dari cara
berfikir, bertindak bekerja dan lain sebagainya. Anak-anak MISD adalah anak yang pada umumnya berada pada kisaran usia 6-12 tahun. Menurut Piaget, anak
pada usia ini masih berada pada tahap berpikir operasional konkret, artinya bahwa siswa-siswi MISD belum bisa berfikir formal atau abstrak. Pada tahap ini anak-
anak dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika guru harus memperhatikan
10
Ibid., h. 1-8
karakteristik dan perbedaan-perbedaan tersebut untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran matematika di MISD.
11
Selain itu, Esti juga menerangkan perbedaan karakteristik antara anak usia MI dan matematika mengakibatkan adanya kesulitan dalam pembelajaran
matematika. Oleh karena itu diperlukan adanya cara yang efektif untuk menjembatani antara tahap berpikir anak usia MI yang masih dalam operasional
konkret dan matematika yang bersifat abstrak.
12
Dalam upaya menghubungkan matematika yang bersifat abstrak dan deduktif dengan karakteristik siswa SD yang masih tahap operasional konkret,
Heruman mengidentifikasi pembelajaran matematika di SD sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana konsep atau suatu topik matematika selalu
mengaitkan dengan topik sebelumnya. Topik baru merupakan pendalaman dan perluasan topik sebelumnya.
2. Pembelajaran matematika bertahap Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap dari konsep
yang sederhana menuju konsep yang sulit, dari pembelajaran materi secara konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep yang
abstrak. Lebih
lanjut Heruman
menjelaskan bahwa
untuk mempermudah siswa memahami objek matematika maka benda-benda
konkret digunakan pada tahap konkret, kemudian gambar-gambar pada tahap semi konkret dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap
mental siswa SD yang masih konkret maka pada pembelajaran matematika SD digunakan pendekatan induktif. Lebih lanjut Heruman
menjelaskan bahwa seperti halnya dalam pengenalan bangun ruang
11
Ibid.
12
Ibid., h. 1-9
yang tidak dimulai dengan definisi tetapi melalui contoh-contoh bangunnya.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran matematika merupakan kebenaran konsisten artinya tidak
ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Artinya, meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan
dengan cara induktif yakni dari contoh-contoh umum ke dalil atau prinsip umum matematika tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi
suatu konsep harus secara deduktif. 5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Artinya
dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya hal tersebut ditemukan
oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
13
Selain itu, untuk mengatasi permasalahan matematika yang bersifat abstrak dan siswa SD yang masih konkret, saat ini sudah mulai berkembang beberapa
model pembelajaran matematika sebagai hasil inovasi para ahli. Beberapa diantaranya ialah, contextual learning, cooperative learning, realistic
mathematics education RME, problem solving, mathematical investigation, guided discovery, open ended multiple solution, multiple metod of solution,
manipulative material, concept map, quantum teachinglearning, writing in mathematics.
Sebagai upaya menjembatani karakteristik anak MISD yang operasional konkret dan matematika yang bersifat abstrak, maka pada penelitian ini saya akan
meneliti salah satu alternatif model pembelajaran tersebut, yakni penemuan terbimbing dengan tetap memperhatikan prinsip pembelajaran SD yang
dikemukakan Heruman.
13
Erna, Suwaningsih., dkk., Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI Press h. 25