2. Metode Penemuan Terbimbing
Menurut Pupuh, “metode secara bahasa dapat diartikan sebagai cara atau prosedur, yakni suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan
tertentu.”
14
Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar untuk mencapai tujuan. Dengan demikian metode pembelajaran
itu sendiri dapat diartikan sebagai cara yang dipakai oleh guru untuk menciptakan interaksi belajar peserta didik dengan sumber belajarnya guna mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Adapun salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta
didik serta menciptakan interaksi siswa dengan sumber belajarnya ialah metode penemuan. Model atau metode penemuan terbagi menjadi dua, yaitu penemuan
murni dan penemuan terbimbing. Dalam Model Penemuan Murni, yang oleh Maier disebutnya sebagai “heuristik”, apa yang hendak ditemukan, jalan atau
proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri.
15
Metode penemuan murni awalnya dikembangkan Joromer Bruner seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi kognitif Universitas Harfard, dengan
menyatakan “bahwa anak harus berperan aktif di kelas”.
16
Metode penemuan murni ini adalah cara menyampaikan bahan ajar sedemikian sehingga proses
belajar yang terjadi memungkinkan siswa untuk menemukan hal baru baginya berdasarkan serentetan pengalaman yang dimiliki. Metode ini merupakan metode
yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.
Menurut pandangan Bruner dalam Markaban “belajar dengan penemuan adalah belajar menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu
masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pem
ecahanya.”
17
Lebih lanjut Bruner menetapkan hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam
metode penemuan yaitu “Adanya suatu kenaikan di dalam potensi
14
Pupuh Faturrahman, Sobri Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: PT Refika Aditama, 2007, h. 55
15
Markaban, op.cit., h. 9
16
Wasty Soemato, Psikologi Pendidikan, Jakarta,: PT Rineka Cipta, 2006, Cet. ke-5. h. 134.
17
Markaban. loc.cit.
intelektual, ganjaran intrinsik lebih di tekankan dari pada ekstrinsik, siswa mempelajari bagaiamana menemukan berarti siswa itu menguasai metode
penemuan ”
18
. Menurut
Enciclopedia of Educational Research “penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat dibentuk oleh guru dengan berbagai cara”,
19
termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sund berpendapat
bahwa metode penemuan discovery lesson adalah “proses mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan suatu konsep atau sesuatu prinsip”.
20
Dengan demikian metode penemuan diartikan sebagai prosedur pembelajaran yang mementingkan pembelajaran perseorangan dan mandiri dalam
memanipulasi obyek, melakukan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri serta reflektif.
Menurut Bruner dalam Joe, “Children learn a subject matter by moving
through the stages of enactive, iconic and symbolic ”.
21
Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran penemuan seorang siswa dapat belajar suatu
materi pelajaran melalui tiga tahapan, yakni enaktif, ikonik dan simbolik. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa “These stages are not absolutes. There are no
boundaries or time limits with a stage, but in order to master a concept all three stage must be used the three stages are know as enactive, iconic and symbolic
”
22
. Sehingga bagi Bruner, tahap-tahap tersebut tidak mutlak dalam arti bahwa tidak
ada batasan waktu pada tahapan tersebut. Akan tetapi, menurutnya untuk dapat menguasai konsep ataupun bahan pelajaran siswa harus melalui ketiga tahapan
tersebut.
18
Wasty Soemanto, op.cit., h.135
19
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, Cet. 2, hal. 178
20
Ibid., h. 179
21
Joe L. Kincheloe, Raymond A. Lorn, The Praeger Handbook of Education and Psychology, Volume 1, Westport, Conn. : Praeger, 2007, h. 60
22
Ibid, h. 59
Sehingga menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui 3 tahap tersebut secara mandiri, yang dapat dimaknai sebagai berikut:
a. Tahap enaktif Pada tahap ini anak didik melakukan aktivitas-aktivitasnya dalam usaha
memahami lingkungan. Peserta didik melakukan observasi dengan cara mengalami secara langsung suatu realitas. Artinya, dalam memahami
dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. b. Tahap ikonik
Pada tahap ini anak didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
c. Tahap simbolik Pada tahap ini peserta didik mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang
banyak dipengaruhi bahasa dan logika, serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem simbol.
23
Diagram 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Kogitif Menurut Bruner
23
Zulfikar Ali Buto, Implikasi Teori Pembelajaran Jerome Bruner dalam Nuansa Pendidikan, Millah Edisi Khusus Desember 2010, 2010, h. 61
Menurut Markaban “Metode Penemuan Murni tersebut kurang tepat karena umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk
menemu kan sesuatu.”
24
Selain itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan sebagian siswa tidak tahu
harus melakukan apa dalam penemuannya. Dengan demikian, jelaslah model atau metode penemuan ini kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan
apabila tidak disertai dengan bimbingan guru, sebab akan banyak memakan waktu, dan siswa cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan sehingga hasil
temuan yang diharapkan tidak tercapai. Mengingat hal tersebut, maka muncullah metode penemuan degan bimbingan dan panduan guru.
Metode penemuan yang dipandu oleh guru atau penemuan terbimbing ini menurut Cooney dalam Markaban pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu
dialog antara Socrates dan seorang anak, maka dari itulah sering juga disebut dengan Socratic. Metode ini melibatkan suatu dialog antara siswa dan guru
dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan
teknik penemuan terbimbing adalah oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intelectual Arithmetic upon the Inductive Method of
Instruction, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika.
25
Sebagai suatu metode pembelajaran dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada, metode penemuan terbimbing, menempatkan guru
sebagai fasilitator, guru membimbing siswa jika diperlukan. Dalam metode ini, siswa di dorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat
menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan
materi yang sedang dipelajari.
26
Sund mengatakan bahwa penggunaan metode penemuan terbimbing guided discovery lesson dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah.
24
Markaban, loc.cit., h. 9
25
ibid., h. 10
26
Esti Yuli Widayanti, dkk., op. cit., h. 1-16.