1.834 Peluang opportunities PERUMUSAN STRATEGI IMPLEMENTASI

143 - Tingkat koordinasi antar instansi dalam implementasi HTR masih rendah - Kapasitas kepala desa dalam implementasi HTR masih rendah - Jumlah pendamping yang belum memadai Hasil penilaian bobot dan rating rata-rata tiap faktor eksternal diperoleh dari beberapa stakeholders sebagaimana terlihat pada Lampiran 10 dan 12. Hasil evaluasi dan skor nilai masing-masing faktor eksternal atau external factor evaluation EFE terlihat pada Tabel 54. Peluang yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah ‘terjadinya kelangkaan kayu’ 0.235, sedangkan peluang dengan nilai pengaruh terkecil adalah ‘persepsi bahwa kebijakan HTR akan menguntungkan pemda’ 0.132. Tabel 54 Matriks EFE dalam Implementasi Kebijakan HTR di Sarolangun No. Faktor Eksternal Bobot Rating Total Skor A Peluang 1 Dukungan pemda dan LSM 0.07 3.4 0.235 2 Peluang pemasaran ke PT Samhutani 0.06 2.8 0.159 3 Terjadi kelangkaan kayu 0.07 3.6 0.249 4 Persepsi pemda bahwa HTR akan menguntungkan Pemda 0.05 2.6 0.132 Total 0.25 3.052 B Ancaman 1 Adanya program KTM 0.07 1.80 0.133 2 Belum adanya jaminan berusaha lembaga permodalan dan kemitraan 0.12 2.40 0.281 3 Dukungan Pemda masih bersifat keproyekan 0.12 3.00 0.347 4 Rendahnya kesiapan dan komitmen pemda dalam mendukung HTR 0.10 2.40 0.252 5 Tingkat koordinasi antar instansi dalam implementasi HTR masih rendah 0.10 2.60 0.248 6 Rendahnya kapasitas kepala desa dalam implementasi HTR 0.11 2.80 0.315 7 Jumlah pendamping yang belum memadai 0.13 3.20 0.429 Total 0.75 2.005 Kecenderungan terhadap faktor Eksternal

1.00 1.048

Kelangkaan kayu merupakan kondisi yang memprihatinkan namun menguntungkan bagi implementasi kebijakan HTR. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku usaha pertukangan di desa Lamban Sigatal diketahui bahwa saat ini sudah sangat sulit untuk mendapatkan kayu dengan jenis dan kualitas yang baik. Saat ini umumnya masyarakat desa telah menggunakan kayu jenis campuran yang 144 berkualitas rendah sebagai bahan baku untuk pertukangan. Hal ini terpaksa dilakukan karena ketersediaan kayu dengan jenis dan kualitas yang baik sangat terbatas. Umumnya hanya beberapa responden yang memiliki kayu dengan jenis yang bagus di lahan mereka. Persepsi pemda mengenai keuntungan kebijakan HTR terhadap instansi mereka memiliki pengaruh yang kecil karena saat ini isu mengenai HTR sudah tidak catchy seperti dulu saat HTR baru digulirkan. Perlu upaya ekstra untuk menghidupkan kembali semangat pemerintah daerah dalam mendukung implementasi HTR. Nilai pengaruh terbesar pada peubah ancaman adalah ‘jumlah pendamping yang belum memadai’ 0.429 sedangkan peubah yang mempunyai pengaruh terkecil adalah ‘adanya program KTM’ 0.133. Pendamping implementasi HTR di Kabupaten Sarolangun berjumlah tiga orang dan ketiganya merupakan staff dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun. Guna meningkatkan kinerja implementasi kebijakan HTR, jumlah pendamping ini hendaknya ditambah dan bukan berasal dari kalangan PNS Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun, mengingat jarak lokasi yang cukup jauh dan aksesibilitas jalan yang buruk. Meskipun dianggap mempunyai pengaruh yang kecil, namun keberadaan KTM di lokasi penelitian cukup menjadi ancaman. Program KTM yang diinisiasi oleh Kementerian Transmigrasi ini mempunyai misi membentuk sebuah kawasan terpadu di Kecamatan Pauh yang dapat menjadi sentral perdagangan dan industri. Dalam programnya, Kementerian Transmigrasi dan Pemda Kecamatan Pauh bermaksud untuk membeli lahan yang akan dikembangkan sebagai KTM dengan harga yang layak. Mengingat lemahnya sistem administrasi agraria di daerah pedesaan Sumatera termasuk Kabupaten Sarolangun menyebabkan ketiadaan sertifikat tanah bagi lahan-lahan penduduk. Bukti kepemilikan umumnya berupa surat keterangan dari kepala desa dan pengakuan secara de facto dari masyarakat. Kawasan pencadangan HTR yang merupakan hutan produksi yang telah diokupasi oleh masyarakat, secara de facto telah diakui kepemilikannya oleh masyarakat.