67 sehingga peran ini harus diambil alih oleh Dinas Kehutanan Kabupaten selaku
instansi yang bertanggungjawab di kabupaten bidang kehutanan. Asumsi lain yang digunakan oleh Kementerian Kehutanan dalam menyusun
kebijakan HTR adalah masyarakat pengelola hutan produksi yang menjadi kawasan HTR adalah masyarakat desa yang berdekatan dengan lokasi HTR.
Implikasinya adalah administrasi pengajuan permohonan HTR mensyaratkan masyarakat untuk menyerahkan KTP, surat keterangan domisili dan surat
rekomendasi dari Kepala desa dimana lokasi HTR berada. Syarat administrasi ini menyulitkan masyarakat yang telah mengelola lahan HTR namun bukan
masyarakat setempat. Di lokasi penelitian, terdapat beberapa orang masyarakat desa tetangga yang memiliki lahan secara de facto yang termasuk dalam lokasi
HTR dan berminat bergabung dalam kegiatan HTR. Syarat administrasi tersebut menimbulkan kendala bagi mereka.
Abidin 2006 menyebutkan bahwa asumsi yang digunakan dalam perumusan kebijakan hendaknya realistis, karena asumsi yang realistis akan
menentukan tingkat validitas suatu kebijakan. Asumsi yang digunakan oleh Kementerian Kehutanan perlu ditinjau ulang mengingat berbagai kendala yang
timbul akibat asumsi kebijakan yang kurang realistis tersebut berdampak kepada rendahnya pencapaian target HTR.
4.1.3. Struktur implementasi
Struktur implementasi yang ada hendaknya memungkinkan sebuah kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik. Untuk itu, sebuah kebijakan
hendaknya mempunyai pelaksana implementasi yang ahli, berkomitmen dan menggunakan kebijaksanaan mereka untuk mencapai tujuan kebijakan.
Kebijakan HTR merupakan sebuah kebijakan yang melibatkan banyak pihak dalam implementasinya, sehingga struktur implementasi HTR cenderung
kompleks dan rumit sehingga memakan waktu lama dalam urusan administrasi dan birokrasi. Nugroho 2009 menyebutkan bahwa dalam proses pencadangan
areal HTR melibatkan sembilan lembagaorganisasi dengan 29 tahapan sebagaimana yang digambarkan pada Lampiran 3, sedangkan proses permohonan
IUPHHK-HTR melibatkan 10 lembagaorganisasi kehutanan dan non kehutanan
68 dengan 29 langkahkegiatan yang harus ditempuh sebagaimana disajikan pada
Lampiran 4. Namun demikian, pelaksana utama kebijakan HTR sesungguhnya adalah
pemerintah daerah dalam hal ini dinas kehutanan kabupaten. Peran sentral Dinas Kehutanan Kabupaten sangat menentukan tingkat keberhasilan implementasi
HTR. Meskipun tugas dinas kehutanan kabupaten dalam peraturan perundangan hanya mencakup pemberian pertimbangan teknis kepada Bupati Permenhut No.
P.05Menhut-II2008 pasal 1A ayat 2 huruf d dan melaporkan rekapitulasi perizinan IUPHHK-HTR secara berkala setiap tiga bulan Permenhut No.
P.05Menhut-II2008 pasal 2 ayat 3 dan 4. Namun berdasarkan observasi di lapangan diketahui bahwa tugas Dinas Perkebunan dan Kehutanan Disbunhut
Kabupaten Sarolangun dalam implementasi kebijakan HTR mencakup: a sosialisasi kebijakan kepada masyarakat selaku kelompok sasaran, b
memfasilitasi proses perizinan IUPHHK-HTR di lapangan, c memfasilitasi pembuatan RKU dan RKT, d melakukan pendampingan dan e melakukan
pengawasan dan monitoring pelaksanaan HTR. Bila ditelaah lebih lanjut, pengemban semua tugas tersebut telah diatur
dengan seksama dalam kebijakan HTR sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 12. Namun, beberapa tugas yang diamanatkan kepada bupati seperti sosialisasi
dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten terkait peran Dinas Kehutanan Kabupaten sebagai pemerintah daerah mewakili bupati untuk urusan kehutanan.
Sementara itu, beberapa tugas lain yang seharusnya dilakukan oleh kepala desa fasilitasi permohonan juga dilakukan oleh Dishutbun Kabupaten mengingat
kompetensi kepala desa yang belum memungkinkan untuk memfasilitasi permohonan HTR.
69
Tabel 12. Pengemban Tugas yang Dilakukan Dinas Kehutanan Kabupaten
No Kegiatan
Tugas Dasar hukum
Pengemban Tugas
Pelaksana Lapangan
1. Penetapan Areal
Pertimbangan teknis pada
Bupati Permenhut No.
P.52008 pasal 1A ayat 2 huruf d
Disbunhut Kabupaten
Disbunhut Kabupaten
Sosialisasi Permenhut No.
P.552011 Pasal 13 ayat 5
Bupati Walikota
Disbunhut Kabupaten
2. Fasilitasi proses
perizinan Fasilitasi
permohonan Permenhut No.
P.552011 Pasal 13 ayat 1,3
Kepala desa Disbunhut
Kabupaten Laporan
rekapitulasi perizinan
IUPHHK Permenhut
No.P.052008 Pasal 2 ayat 3 4
Disbunhut Kabupaten
Disbunhut Kabupaten
Fasilitasi pembuatan
kelompok Permenhut No.
P.552011 Pasal 17 ayat 1
Tidak ada Disbunhut
Kabupaten bekerjasama
dengan FLEGT
3. Fasilitasi kelembagaan
Fasilitasi penguatan
kelembagaan Permenhut No.
P.552011 Pasal 19 ayat 4
Bupati, camat dan kepala desa,
LSM yang ditunjuk
Disbunhut Kabupaten
bekerjasama dengan
FLEGT
Pembuatan RKU dan RKT
Permenhut No.P.622008
Psl 7 ayat 1, psl 14 ayat 1
Kepala UPT Disbunhut
Kabupaten
4. Fasilitasi RKU dan
RKT Persetujuan RKU
dan RKT Permenhut
No.P.622008 Psl 7 ayat 2,
psl 16 ayat 1 Disbunhut
Kabupaten Disbunhut
Kabupaten
Penilaian dan persetujuan revisi
Permenhut No.P.622008
Pasal 9 ayat 3 Disbunhut
Kabupaten Disbunhut
Kabupaten Melakukan
Pendampingan teknis
Juknis Pembangunan
HTR Bab VIII Teknisi yang
ditunjuk Staff
Dishutbun Kabupaten
selaku pendamping
5. Fasilitasi pelaksanaan
Melakukan Pendampingan
kelembagaan Juknis
Pembangunan HTR Bab VIII
Tenaga kerja kehutanan,
LSM, organisasi lain
LSM FLEGT
bekerjasama dengan
Disbunhut Kabupaten
6. Pengawasan dan
monitoring Pengawasan dan
pengendalian pelaksanaan HTR
Permenhut No. P.552011
Pasal 24 Kepala desa,
Kepala Dinas ProvinsiUPT
Disbunhut Kabupaten
Berdasarkan observasi di Desa Lamban Sigatal dan Desa Seko Besar yang saat ini dalam proses pengajuan IUPHHK, sistem yang digunakan oleh
Dishutbun Kabupaten Sarolangun adalah ‘menjemput bola’ dimana setelah