Kemampuan pemerintah daerah Kesiapan, Kemauan dan Kemampuan Pemerintah Daerah .1 Kesiapan pemerintah daerah
105 Bila ditelaah berdasarkan desa asal responden, maka diketahui bahwa
modal fisik yang dimiliki oleh Desa Lamban Sigatal dan Desa Taman Bandung berada dalam kategori sedang dengan persentase berturut-turut adalah 88 dan
48.28, sedangkan Desa Seko Besar memiliki modal fisik sedang–tinggi 44.44. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 6.
Keberadaan tanaman. Penentuan skor keberadaan tanaman dalam
penelitian ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu 1 ada atau tidaknya tanaman di areal tersebut, dan 2 tanaman yang ada di lahan tersebut tumbuh sendiri atau
ditanam. Keberadaan tanaman tinggi apabila tanaman dalam lahan tersebut ditanam, sedang apabila tanaman tumbuh sendiri dan rendah apabila lahan
tersebut belum ditanami.
Penguasaan lahan. Data dalam Tabel 40 juga menunjukkan bahwa
penguasaan lahan responden yang berada dalam kawasan areal pencadangan HTR termasuk ke dalam katagori tinggi 62.96, karena hampir semua responden
menguasai lahan yang berada dalam areal pencadangan HTR, meskipun belum semua responden telah memiliki izin IUPHHK-HTR. Tabel 36 menunjukkan
bahwa dari total penguasaan lahan, rata-rata responden menguasai lahan di dalam kawasan pencadangan HTR seluas 4.99 ha.
Tabel 36 Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan di Areal HTR
1
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n Rata-
rata n
Rata- rata
n Rata-
rata n
Rata- rata
5 ha 24
88.89 7
28.00 13 44.83
44 54,32
5 – 10 ha 3
11.11 1.41 12
48.00 8.68 15 51.72
5.17 24 29,63 4.99
10 – 15 ha 0.00
4 16.00
1 3.45
5 6,17
15 ha 0.00
2 8.00
1 3.45
2 2,47
Rata-rata luas penguasaan lahan di areal HTR yang terkecil 1.41 terdapat di Desa Seko Besar karena sebagian besar penduduknya telah memiliki
lahan usaha yang berasal dari jatah pemerintah sehingga tidak menggantungkan kebutuhan lahannya dengan membuka hutan. Desa Lamban Sigatal memiliki rata-
rata luas penguasaan lahan terbesar 8.68 karena desa ini adalah desa asli yang
1
Data merupakan hasil penelitian bersama Sdr. Endang Pudjiastuti dan telah dipublikasikan dalam Tesis yang berjudul Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam
Kegiatan HTR Di Kabupaten Sarolangun, Jambi.
106 berdiri sejak jaman Belanda sehingga untuk kebutuhan lahan usahanya penduduk
sejak dulu biasa membuka kawasan hutan. Meskipun data dalam Tabel 36 menunjukkan bahwa penguasaan lahan
responden tinggi, namun status kepemilikan secara legal sebagian besar responden masih belum jelas karena hasil verifikasi lahan oleh Balai Pemantapan Kawasan
Hutan BPKH Bangka Belitung belum diketahui. Komposisi penguasaan lahan responden yang berada dalam areal pencadangan HTR ditunjukkan pada Tabel 37.
Tabel 37 Distribusi Responden berdasarkan Penguasaan Lahan di Areal HTR
Kriteria Desa
Total Seko Besar
Lamban Sigatal Taman Bandung
n n
n n
Tidak Memiliki 11
40,74 0,00
8 27,59
19 23,46
Proses verifikasi 9
33,33 1
4,00 0,00
10 12,35
Memiliki 7
25,93 24
96,00 21
72,41 52
64,20
Pada umumnya lahan hutan yang diakui sebagai milik masyarakat merupakan kawasan yang telah diokupasi dengan cara membuka hutan untuk
perladangan untuk kemudian berpindah ke daerah lain, membeli atau merupakan warisan dari orang tuanya yang dulu membuka hutan di daerah tersebut.
Kepemilikan penguasaan ini diakui dan dihormati di lapangan oleh masyarakat sekitar walaupun dengan batas-batas yang sumir.
Ketersediaan areal. Dengan pola seperti di atas, maka keikutsertaan
masyarakat terhadap HTR dibatasi oleh adanya penguasaan lahan masyarakat dalam areal lokasi pencadangan HTR. Sehingga masyarakat yang tidak menguasai
lahan dalam areal pencadangan tidak dapat ikut serta dalam kegiatan HTR meskipun mereka memiliki keinginan untuk berpartisipasi. Hal ini berdampak
kepada ketersediaan lahan yang termasuk dalam katagori rendah 45.68.