Lingkungan implementasi kebijakan Faktor Penentu Kinerja Implementasi

20 oleh orang tersebut agen Nelson Quick, 1994 dalam Reed et al. 2009. Yukl 1994 menyebutkan bahwa pengaruh hanya merupakan efek dari suatu pihak agensubyek terhadap pihak yang lain targetobyek. Pengaruh tersebut dapat mengenai orang, hal-hal atau peristiwa. Dalam hal menyangkut orang, pengaruh tersebut dapat mengenai sikap, persepsi, perilaku atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Pengaruh seseorang agen terhadap orang lain target akan sangat tergantung oleh kekuatankekuasaan yang dimiliki seseorang agen. Meyers 2001 mengemukakan bahwa kekuatan power stakeholder dapat diketahui dari tingkat kemampuan stakeholder untuk membujuk atau memaksa orang lain untuk membuat keputusan dan atau mengikuti serangkaian kegiatan tertentu. Lebih lanjut Meyers 2001 mengungkapkan bahwa kekuatan dapat berasal dari sifat organisasi stakeholder dan atau posisi mereka dalam hubungannya dengan stakeholder lain. French Raven 1959 sebagaimana diacu Yukl 1994 mengembangkan sebuah taksonomi untuk mengklasifikasikan kekuasaankekuatan power berdasarkan sumber-sumbernya, yaitu: 1. Reward power di mana orang yang ditargetkan menjadi patuh agar dapat memperoleh imbalan reward yang diyakini dimiliki oleh agen. 2. Coercive power di mana orang yang ditargetkan menjadi patuh agar dapat menghindari hukuman yang diyakini dimiliki oleh agen. 3. Legitimate power di mana orang yang ditargetkan menjadi patuh karena percaya bahwa agen tersebut mempunyai hak untuk meminta dan orang yang ditargetkan mempunyai kewajiban untuk mematuhinya. 4. Expert power di mana orang yang ditargetkan menjadi patuh karena percaya bahwa agen tersebut mempunyai pengetahuan mengenai cara terbaik untuk melakukan sesuatu. 5. Referent power orang yang ditargetkan menjadi patuh karena ia mengagumi dan mengidentifikasi dirinya dengan agen tersebut dan ingin memperoleh penerimaan dari agen. 21 Konsep lainnya mengenai sumber-sumber kekuasaankekuatan adalah dikotomi antara 1 kekuasaan karena kedudukan position power dan kekuasaan pribadi personal power Bass, 1960 dan Etzioni, 1961 dalam Yukl, 1994.

2.4 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesa terhadap model pembangunan yang kurang memihak kepada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut: 1 bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan pada faktor produksi; 2 pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; 3 kekuasaan akan membangun sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi; dan 4 pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya Prijono dan Pranarka, 1996. Kartasasmita 1996 mengemukakan bahwa pemberdayaan mempunyai dua tujuan, yaitu: 1 melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan; serta 2 memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Kedua-duanya harus ditempuh, dan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan. Pranarka dan Vidhyandika 1996 menyebutkan bahwa terdapat dua kecenderungan dalam proses pemberdayaan yaitu: 1. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu dapat lebih berdaya. Upaya ini dilengkapi dengan membangun aspek material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Proses ini dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. 2. Kecenderungan sekunder yang lebih menekankan kepada proses dialog. Kecenderungan ini terkait kemampuan individu mengontrol lingkungannya. Kartasasmita 1996 mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan