Hutan Campuran Jernang Pola penanaman

164 Penanaman jernang pada hutan campuran berbasis tanaman berkayu juga dapat dibedakan menjadi dua pola tergantung pada jenis tanaman berkayu yang ditanam fast rowing atau bukan. Penanaman jernang pada hutan campuran berbasis tanaman berkayu fast growing diilustrasikan pada Gambar 27, sedangkan penanaman jernang pada hutan campuran berbasis tanaman berkayu yang bukan fast growing diilustrasikan pada Gambar 28. x x x x x x x x x x x x ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ x ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ x ¤ O O O O ¤ x ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ x ¤ ¤ ¤ ¤ x ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ x ¤ O O O O ¤ x ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ x ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ x x x x x x x x x x x x Keterangan : O : tanaman karet unggul x : tanaman pinang ¤ : tanaman jernang ∆ : tanaman berkayu fast growing sengon, jabon, pulai, terap, dll Gambar 27 Penanaman Jernang pada Hutan Campuran Berbasis Tanaman Berkayu Fast Growing x x x x x x x x x x x x ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ x ∆ ∆ ∆ ¤ ∆ ∆ ∆ x ¤ ¤ O O O O ¤ ¤ x ∆ ∆ ∆ ¤ ∆ ∆ ∆ x ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ x ∆ ∆ ∆ ¤ ∆ ∆ ∆ x ¤ ¤ O O O O ¤ ¤ x ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ x ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ x x x x x x x x x x x x Keterangan : O : tanaman karet unggul x : tanaman pinang ¤ : tanaman jernang ∆ : tanaman berkayu fast growing meranti, jati, mahoni dll Gambar 28 Penanaman Jernang pada Hutan Campuran Berbasis Tanaman Berkayu Bukan Jenis Fast Growing 165

7.5.4 Kelembagaan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.55Menhut-II2011 menganjurkan masyarakat untuk membentuk kelompok tani atau koperasi untuk memudahkan proses perizinan. Bentuk lembaga yang telah terbangun dalam pengelolaan HTR di Kabupaten Sarolangun adalah kelompok tani hutan. Bentuk lembaga ini dirasakan lebih cocok bagi masyarakat dibandingkan koperasi. Berdasarkan hasil penelitian Pudjiastuti 2011 diketahui bahwa sebagian besar responden 92.59 lebih memilih izin atas nama perorangan dibandingkan dengan koperasi. Ini terjadi di semua desa baik di Seko Besar 85.19, Lamban Sigatal 96 maupun Taman Bandung 96.55. Lebih lanjut Pudjiastuti menjelaskan bahwa alasan responden lebih memilih izin atas nama perorangan dibandingkan dengan koperasi antara lain karena mereka merasa lebih nyaman dan leluasa 56.67, sanggup mengelola sendiri 30, tidak harus berbagi keuntungan 6.67 dan menghindari selisih paham dengan orang lain 6.67. Adapun responden yang lebih memilih koperasi dengan alasan pengelolaan lebih mudah 60, ada modal 20 dan menumbuhkan rasa kebersamaan 20. Meskipun dalam arahan kebijakan pengelolaan HTR kelompok hanya dimaksudkan untuk memudahkan proses perizinan, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa kelompok juga dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan membangun kerjasama. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 70.37 responden menganggap bahwa kelompok tani hutan ini penting dalam membangun HTR di Kabupaten Sarolangun Pudjiastuti, 2011. Tabel 57 Persepsi responden terhadap kelembagaan HTR Kriteria Desa Total Seko Besar Lamban Sigatal Taman Bandung n n n n Tinggi 9 33.33 21 84.00 27 93.10 57 70.37 Sedang 9 33.33 3 12.00 0.00 12 14.81 Rendah 9 33.33 1 4.00 2 6.90 12 14.81 Sumber : Pudjiastuti 2011 Responden menganggap menjadi anggota KTH itu penting karena selain dapat memudahkan urusan administrasi, sesama anggota juga dapat saling membantu, serta memudahkan koordinasi dan pertukaran informasi. Responden 166 yang tidak menyetujui KTH beranggapan karena anggota KTH belum saling mengenal dan dapat mengganggu proses perizinan apabila ada satu anggotanya yang bermasalah. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga pilihan dalam menentukan susunan anggota kelompok. Pilihan pertama adalah orang-orang yang memiliki areal yang saling berdekatan dalam satu hamparan 54.72. Pilihan lainnya adalah anggota keluarga 22,64 dan orang yang dapat bekerjasama dan dapat dipercaya 22,64. Idealnya, kelompok dibentuk oleh masyarakat peserta HTR yang memiliki areal kelola sehamparan berdekatan satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pengurusan administrasi baik untuk pengurusan izin maupun pinjaman dana. Namun pilihan lain juga tidak buruk karena dalam bekerjasama sangat dibutuhkan kepercayaan antar sesama anggota kelompok dan anggota keluarga pada umumnya merupakan orang yang paling dekat dan dapat dipercaya. Dalam mengimplementasikan strategi terpilih direkomendasikan agar masyarakat membentuk kelompok berdasarkan lokasi areal kerja yang dimilikinya yang saling berbatasan dengan luas yang direkomendasikan untuk masing- masing responden maksimal lima hektar. Kelompok boleh beranggotakan lintas warga desa sepanjang lahan-lahan yang dikelola berada dalam satu hamparan sesuai dengan pembagian areal kerja HTR. Penguasaan lahan hutan di areal HTR oleh masyarakat di daerah ini tidak merata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa responden terutama yang telah lama tinggal di daerah tersebut telah menguasai lahan di areal HTR 15 ha bahkan hingga 40 ha dalam bentuk ladang atau kebun karet. Kelompok inilah yang paling banyak berkepentingan untuk ikut dalam program HTR. Oleh karena itu, dianggap perlu untuk melakukan pembatasan luas pengelolaan maksimal lima hektar untuk pemerataan bagi masyarakat. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat penguasa lahan dengan luas melebihi dari yang dianjurkan dapat mengatasinya dengan cara: 1 membagi penguasaan lahannya kepada anak-anak atau anggota keluarga lainnya atau 2 membagi penguasaan lahan dengan buruh yang menggarap lahan tersebut dengan pola bagi hasil tertentu. Cara pertama lebih banyak dilakukan oleh masyarakat 167 karena 1 mereka lebih mempercayai keluarga dibandingkan dengan orang lain; 2 pendapatan yang diperoleh dari lahan tersebut tidak berkurang karena tidak harus dibagi dengan orang lain; dan 3 dapat mengamankan masa depan anak- anak mereka. Selain itu , dengan cara pertama pengambilan keputusan tetap dapat dilakukan oleh pemilik utama sehingga mengurangi konflik dengan orang lain. Cara kedua jarang dilakukan karena potensi konflik lebih besar jika dirasa pembagian keuntungan tidak saling menguntungkan. Adanya sifat tidak mudah percaya dan tidak mudah bekerjasama dengan orang lain juga mempengaruhi keputusan mereka tidak membagi penguasaan lahannya dengan orang lain. Pola HTR yang digunakan oleh masyarakat dalam satu kelompok hendaknya sama, dapat menggunakan pola mandiri atau kemitraan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa pola HTR yang ditawarkan pada masyarakat sebelumnya adalah pola mandiri. Namun demikian masyarakat memiliki tingkat persepsi yang tinggi terhadap peluang kerjasama dengan mitra atau investor. Pudjiastuti 2011 menyebutkan bahwa persepsi masyarakat terhadap mitra kerjasamainvestor cukup tinggi 61.73. Hal ini diduga karena responden tidak memiliki modal dan pengetahuan yang cukup untuk mengelola lahannya. Pola penanaman yang digunakan oleh masyarakat dalam satu kelompok tani hendaknya dapat diselaraskan satu sama lainnya agar memudahkan dalam pengelolaan, mencari mitra bila masyarakat ingin mengelola dalam bentuk pola kemitraan dan mencari peluang pasar.