142 pendapatan utama. Hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
implementasi kebijakan HTR yang menganggap bahwa tanaman karet merupakan tanaman budidaya yang hanya boleh ditanam 40 dari total luas lahan.
Total skor untuk faktor internal kekuatan sebesar 1.834 sedangkan total skor untuk kelemahan sebesar 1.283. Kecenderungan kondisi masyarakat dalam
implementasi kebijakan HTR terhadap faktor internal sumbu absis atau sumbu X dalam impelementasi kebijakan HTR mempunyai skor adalah 0.550, berada di
bawah skor rata-rata 2.50. Menurut David 2009 hal tersebut berarti bahwa faktor-faktor kekuatan yang ada pada masyarakat belum dimanfaatkan atau
direspon sepenuhnya untuk mengatasi kelemahan yang ada.
7.1.2 Faktor eksternal
Selain dipengaruhi faktor internal, proses implementasi kebijakan HTR di Kabupaten Sarolangun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal berupa
peluang dan ancaman. Faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang
memiliki pengaruh terhadap implementasi kebijakan HTR di Kabupaten Sarolangun adalah:
a. Peluang opportunities
- Pemerintah Daerah dan LSM LP3D dan FLEGT cukup mendukung
implementasi kebijakan HTR di Kabupaten Sarolangun.
- PT Samhutani bersedia untuk membeli tanaman kayu yang ditanam oleh
masyarakat peluang pemasaran.
- Kelangkaan kayu terjadi baik di tingkat desa, kecamatan, maupun
kabupaten Saroloangun dan sekitarnya.
- Pemda mempunyai persepsi bahwa HTR akan menguntungkan Pemda
b. Ancaman Treaths
-
Program KTM Kota Terpadu Mandiri yang diinisiasi Kementerian Transmigrasi tengah diggalakkan di lokasi penelitian
- Belum ada jaminan berusaha terutama dari lembaga permodalan dan
instansi pemerintah sehingga masyarakat cenderung menanam dalam jumlah kecil atau mengandalkan permudaan alam.
-
Dukungan pemda masih bersifat keproyekan
-
Kesiapan dan komitmen pemda dalam mendukung HTR masih rendah
143
-
Tingkat koordinasi antar instansi dalam implementasi HTR masih rendah
-
Kapasitas kepala desa dalam implementasi HTR masih rendah
- Jumlah pendamping yang belum memadai
Hasil penilaian bobot dan rating rata-rata tiap faktor eksternal diperoleh dari beberapa stakeholders sebagaimana terlihat pada Lampiran 10 dan 12. Hasil
evaluasi dan skor nilai masing-masing faktor eksternal atau external factor evaluation EFE terlihat pada Tabel 54. Peluang yang memiliki nilai pengaruh
tertinggi adalah ‘terjadinya kelangkaan kayu’ 0.235, sedangkan peluang dengan nilai pengaruh terkecil adalah ‘persepsi bahwa kebijakan HTR akan
menguntungkan pemda’ 0.132. Tabel 54 Matriks EFE dalam Implementasi Kebijakan HTR di Sarolangun
No. Faktor Eksternal
Bobot Rating
Total Skor A
Peluang
1
Dukungan pemda dan LSM 0.07
3.4 0.235
2
Peluang pemasaran ke PT Samhutani 0.06
2.8 0.159
3
Terjadi kelangkaan kayu 0.07
3.6 0.249
4
Persepsi pemda bahwa HTR akan menguntungkan Pemda
0.05 2.6
0.132
Total 0.25
3.052 B
Ancaman
1
Adanya program KTM 0.07
1.80 0.133
2 Belum adanya jaminan berusaha lembaga
permodalan dan kemitraan 0.12
2.40 0.281
3 Dukungan Pemda masih bersifat keproyekan
0.12 3.00
0.347
4 Rendahnya kesiapan dan komitmen pemda
dalam mendukung HTR 0.10
2.40 0.252
5 Tingkat koordinasi antar instansi dalam
implementasi HTR masih rendah 0.10
2.60 0.248
6 Rendahnya kapasitas kepala desa dalam
implementasi HTR 0.11
2.80 0.315
7 Jumlah pendamping yang belum memadai
0.13 3.20
0.429
Total 0.75
2.005 Kecenderungan terhadap faktor Eksternal
1.00 1.048
Kelangkaan kayu merupakan kondisi yang memprihatinkan namun menguntungkan bagi implementasi kebijakan HTR. Berdasarkan hasil wawancara
dengan pelaku usaha pertukangan di desa Lamban Sigatal diketahui bahwa saat ini sudah sangat sulit untuk mendapatkan kayu dengan jenis dan kualitas yang baik.
Saat ini umumnya masyarakat desa telah menggunakan kayu jenis campuran yang