129 tingkat pendapatan yang tinggi merupakan petani pemilik lahan yang telah
dimanfaatkan, sedangkan sisanya adalah buruh sadap karet yang bekerja menyadap karet di kebun orang lain. Meskipun sebagian dari mereka telah
menguasai lahan dalam kawasan hutan, namun umumnya masih berupa semak belukar atau tanaman yang ada masih belum berproduksi. Hal ini menyebabkan
tingkat pendapatan berpengaruh nyata terhadap kegiatan pemanfaatan dalam implementasi kebijakan HTR.
Kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh responden terbatas pada kegiatan penyiangan dan pengamanan tanaman dari hama seperti babi dan
monyet terutama pada tanaman yang masih muda. Pemupukan tidak pernah dilakukan, sedangkan penyulaman hanya dilakukan oleh beberapa responden.
Untuk menghindari penyulaman, sebagian masyarakat menyebar benih atau menanam bibit dengan jarak tanam yang sangat rapat untuk mengantisipasi
serangan hama sehingga hasil tanamannya tidak rapi. Berdasarkan Tabel 51 ketiga unsur pembentuk modal manusia berpengaruh
nyata secara positif terhadap kegiatan pemeliharaan. Tingkat pendidikan dan pengetahuan akan sangat berpengaruh terhadap upaya responden memelihara
tanaman yang ada, sedangkan tingkat pendapatan akan berpengaruh dalam penyediaan modal usaha.
6.3.3. Modal Sosial
Modal manusia memberikan pengaruh nyata terhadap partisipasi masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan HTR sebesar 0.016 pada taraf 0.05.
Tabel 51 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berkorelasi positif dengan keterlibatan dalam organisasi sosial dan kepedulian terhadap sesama,
namun berkorelasi negatif dengan kepatuhan terhadap norma. Hal ini membuktikan bahwa kelompok sosial yang dibangun oleh masyarakat bermanfaat
dalam implementasi kebijakan HTR. Keikutsertaan tersebut dilakukan sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu yang bersangkutan dengan
anggota masyarakat lain Raharjo, 1983 dalam Yuwono, 2006.
130
6.4. Derajat Kesukarelaan dan Tingkatan Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi HTR
Berdasarkan tipologi tingkat kesukarelaan responden dalam berpartsipasi menurut Dusseldorp 1981, partisipasi masyarakat di lokasi penelitian dalam
implementasi HTR termasuk ke dalam katagori partisipasi terinduksi. Partisipasi tumbuh karena adanya motivasi ekstrinsik berupa bujukan, pengaruh atau
dorongan dari luar, meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain: 1 responden ikut serta karena pengaruh dari tokoh masyarakat, teman atau anggota keluarga tanpa
adanya pengetahuan yang cukup mengenai program HTR, sehingga mereka enggan berpartisipasi dalam setiap kegiatan HTR; 2 responden ikut serta karena
teridentifikasi sebagai pemilik penguasa lahan di areal HTR, sehingga tidak punya pilihan selain ikut serta dalam kegiatan HTR untuk mendapatkan legalitas
lahan yang dikelola. Keterpaksaaan membuat mereka tidak antusias berpartisipasi dalam tahapan kegiatan HTR Pudjiastuti, 2011.
Oleh karena itu, tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi HTR berbeda-beda tergantung pada alasan yang dimilikinya. Alasan yang dimiliki
responden dan tingkat berpartisipasi dalam HTR umumnya adalah: 1.
Sebagai formalitas karena mereka menguasai lahan di areal yang telah dicadangkan untuk HTR sehingga yang tercantum hanya namanya saja.
2. Berpartisipasi karena diajak oleh pemukatokoh masyarakat dianggap tidak
berdaya sehingga berpartisipasi hanya ikut-ikutan dan sekedar hadir saja. 3.
Berpartisipasi karena ingin tahu sesuatu yang melibatkan dirinya sehingga berpartisipasi hanya untuk mendengarkan informasi saja.
4. Berpartisipasi karena mengetahui bahwa HTR itu penting bagi mereka
sehingga mereka banyak bertanya mengenai HTR dan memberikan masukan meskipun masukan mereka jarang dipertimbangkan.
5. Berpartisipasi karena mengetahui bahwa HTR penting dan ingin berdiskusi
lebih lanjut mengenai implementasi HTR di lahan mereka