Beberapa Tulisan Dan Penelitian Mengenai HTR

33 masyarakat telah lama melakukan pemanfaatan pada kawasan hutan tersebut meskipun tanpa jaminan adanya pengakuan hak yang jelas Hakim dan Effendi, 2008. Pemerintah memberikan jaminan legalitas dan kesempatan yang luas kepada pihak lain untuk ikut serta alam kegiatan pengelolaan hutan Hakim dan Effendi, 2008; Schneck, 2009 Noordwijk et al 2007 mengemukakan bahwa ada tiga paradigma dalam hutan tanaman. Paradigma pertama adalah konsep nucleus-plasma-estate dalam penanaman timber fastwood, dimana pusat kontrol keputusan mengenai jenis tanaman yang akan ditanam dan hubungan organisasi sentral dengan unit proses ditetapkan melalui a simple planning framework, tetapi posisi masyarakat sangat essensial dalam peranannya sebagai tenaga kerja pertanian. Paradigma kedua adalah community management forest dimana pemerintah satu langkah ke belakang dan mengizinkan komunitas lokal untuk merespon pasar dan mengelola hutan negara sesuai dengan pengetahuan mereka. Paradigma ketiga adalah independent smallholders yang beroperasi pada desa dan hutan milik umumnya bebas untuk menanam pohon, tapi masih kesulitan dalam memasarkan dan menggunakan tanaman yang mereka tanam. Hakim 2009 mengemukakan bahwa pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi. Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutankawasan hutan sebagai penyangga kehidupan. Lebih lanjut Hakim 2009 mengemukakan bahwa secara teknis dan manajemen, program HTR dapat merupakan upaya kelembagaan kehutanan dalam menata kembali konsep kesatuan pengelolaan hutan KPH yang dimulai dari bawah dengan luasan sempit. Beberapa aspek penting yang harus dilakukan penataannya adalah: a teknologi pengelolaan HTR yang tepat guna, b jaminan keamanan dan ketersediaan lahan, c jaminan pasarindustri pengguna hasil HTR, d kelembagaan petani inti dan kelembagaan penunjang yang kuat dan e skim pembiayaan konvensional bersumber dari dana DR dan pembiayaan alternatif dari sektorlembaga lain memerlukan dukungan konsep HTR yang operasional dan mudah digunakan oleh masyarakat.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Nugroho 2008 mengemukakan bahwa tujuan evaluasi bukan untuk menyalahkan pihak yang mengeluarkan kebijakan. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui kesenjangan antara harapan dan pencapaian suatu kebijakan, serta bagaimana menutup kesenjangan tersebut. Parsons 2008 mengatakan bahwa evaluasi dapat dilaksanakan ketika kebijakanprogram sedang diimplementasikan yang disebut evaluasi formatif. Palumbo 1937 dalam Parsons 2008 mengatakan bahwa evaluasi formatif merupakan analisis tentang seberapa jauh program diimplementasikan dan kodisi apa yang dapat meningkatkan keberhasilan implementasi. Nugroho 2008 menyarankan prinsip empat tepat dalam mengukur keefektifan implementasi sebuah kebijakan. Pertama, apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Tepat yang kedua adalah tepat pelaksananya. Tepat yang ketiga adalah tepat pelaksanaannya. Tepat keempat adalah tepat lingkungan. Untuk mengukur apakah sebuah kebijakan telah tepat, Parsons 2008 menyebutkan bahwa tujuan harus didefinisikan secara jelas dan dipahami dengan baik, sumberdaya harus disediakan, rantai komando harus bisa menyatukan dan mengotrol sumber-sumber daya tersebut dan sistem harus dapat berkomunikasi secara effektif dan mengontrol individu dan organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan tugas. Berkenaan dengan hal itu, 1. Logika kebijakan. Subarsono 2006 berpendapat bahwa ada tiga variabel besar yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program, yaitu: Dalam hal ini, kebijakan yang ditetapkan merupakan kebijakan yang masuk akal dan mendapat dukungan teoritis. Isi dari suatu kebijakan atau program hendaknya mencakup berbagai aspek yang mungkin untuk diimplementasikan dalam tataran praktik. 36 2. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan. Lingkungan kebijakan meliputi kondisi sosial, politik, ekonomi, pertahanan, keamanan, fisik atau geografis. 3. Kemampuan implementor. Keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi oleh kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan. Untuk itu, diperlukan pengembangan kualitas SDM, komitmen, dan jumlah implementator yang memadai. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Dunn 2000 yang menyebutkan bahwa suatu sistem kebijakan policy system mencakup hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Dunn 2000 menggambarkan pola timbal balik tiga elemen tersebut dalam sistem kebijakan seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Tiga Elemen Sistem Kebijakan Sumber : Dunn 2000 Dunn 2000 menjelaskan bahwa tiga elemen sistem kebijakan seperti tergambar dalam Gambar 1 saling berhubungan, di mana : 1. Kebijakan publik, merupakan serangkaian pilihan yang dibuat atau tidak dibuat oleh badan atau kantor pemerintah, dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungan kebijakan dan kebijakan publik. 2. Pelaku kebijakan, adalah kelompok masyarakat, organisasi profesi, partai politik, berbagai badan pemerintah, wakil rakyat, dan analis kebijakan yang dipengaruhi atau mempengaruhi pelaku kebijakan dan kebijakan publik. PELAKU KEBIJAKAN KEBIJAKAN PUBLIK LINGKUNGAN KEBIJAKAN 37 3. Lingkungan kebijakan, yakni suasana tertentu tempat kejadian di sekitar isu kebijakan itu timbul, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pelaku kebijakan dan kebijakan publik Berdasarkan berbagai pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen utama yang dianggap mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu 1 isi kebijakan HTR, 2 implementator dan kelompok target dan 3 lingkungan kebijakan. Oleh karena itu, evaluasi proses implementasi kebijakan HTR ini akan difokuskan kepada tiga komponen utama tersebut. Komponen kebijakan akan dianalisis melalui peraturan-peraturan terkait dengan pembangunan hutan tanaman rakyat dan dokumen lain yang mendukung. Telah terdapat beberapa penelitian mengenai kebijakan HTR. Agar tidak tumpang tindih dengan penelitian yang lain, maka hal-hal yang akan dianalisa dari faktor kebijakan dalam penelitian ini akan dibatasi terhadap : 1. Kejelasan dan konsistensi tujuan kebijakan. Tujuan yang digunakan harus jelas, konsisten, desirable diinginkan dan rasional. 2. Asumsi yang digunakan Asumsi yang digunakan dalam perumusan kebijakan hendaknya realistis. Asumsi yang realistis akan menentukan tingkat validitas suatu kebijakan. 3. Struktur Implementasi kebijakan 4. Dukungan sumberdaya manusia dan finansial Komponen lain yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah komponen pelaku kebijakan, yang terdiri dari pemerintah daerah pemda selaku implementator dan masyarakat selaku kelompok target. Komponen pemda akan dikaji menggunakan tiga indikator, yaitu: 1. Kesiapan pemda, meliputi: tingkat pengetahuan pemda terhadap kebijakan HTR dan regulasi lain yang mendukung, ketersediaan SDM kehutanan di daerah dan jaringan network yang dimiliki pemda dalam rangka implementasi kebijakan HTR; 2. Komitmenkemauan pemda, meliputi: paradigmacara pandang pemda terhadap kebijakan-kebijakan terkait pemberdayaan masyarakat dan persepsi pemda terhadap HTR;