130
6.4. Derajat Kesukarelaan dan Tingkatan Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi HTR
Berdasarkan tipologi tingkat kesukarelaan responden dalam berpartsipasi menurut Dusseldorp 1981, partisipasi masyarakat di lokasi penelitian dalam
implementasi HTR termasuk ke dalam katagori partisipasi terinduksi. Partisipasi tumbuh karena adanya motivasi ekstrinsik berupa bujukan, pengaruh atau
dorongan dari luar, meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain: 1 responden ikut serta karena pengaruh dari tokoh masyarakat, teman atau anggota keluarga tanpa
adanya pengetahuan yang cukup mengenai program HTR, sehingga mereka enggan berpartisipasi dalam setiap kegiatan HTR; 2 responden ikut serta karena
teridentifikasi sebagai pemilik penguasa lahan di areal HTR, sehingga tidak punya pilihan selain ikut serta dalam kegiatan HTR untuk mendapatkan legalitas
lahan yang dikelola. Keterpaksaaan membuat mereka tidak antusias berpartisipasi dalam tahapan kegiatan HTR Pudjiastuti, 2011.
Oleh karena itu, tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi HTR berbeda-beda tergantung pada alasan yang dimilikinya. Alasan yang dimiliki
responden dan tingkat berpartisipasi dalam HTR umumnya adalah: 1.
Sebagai formalitas karena mereka menguasai lahan di areal yang telah dicadangkan untuk HTR sehingga yang tercantum hanya namanya saja.
2. Berpartisipasi karena diajak oleh pemukatokoh masyarakat dianggap tidak
berdaya sehingga berpartisipasi hanya ikut-ikutan dan sekedar hadir saja. 3.
Berpartisipasi karena ingin tahu sesuatu yang melibatkan dirinya sehingga berpartisipasi hanya untuk mendengarkan informasi saja.
4. Berpartisipasi karena mengetahui bahwa HTR itu penting bagi mereka
sehingga mereka banyak bertanya mengenai HTR dan memberikan masukan meskipun masukan mereka jarang dipertimbangkan.
5. Berpartisipasi karena mengetahui bahwa HTR penting dan ingin berdiskusi
lebih lanjut mengenai implementasi HTR di lahan mereka
131 6.
Berpartisipasi secara aktif dan mendapatkan tanggung jawab dalam mengimpelentasikan HTR namun belum memiliki hak untuk ikut serta dalam
pembuatan keputusan 7.
Berpartisipasi aktif dan memiliki kewenangan dalam membuat keputusan 8.
Berpartisipasi secara aktif, memiliki tanggung jawab penuh atas keberhasilan implementasi HTR
Berdasarkan alasan-alasan di atas, disusun tingkatan level partisipasi masyarakat yang disesuaikan dengan ladder patern dalam berpartisipasi menurut
Arnstein 1969 sebagaimana disajikan pada Tabel 52. Tabel 52 Tingkatan partisipasi masyarakat dalam Implementasi HTR
Tingkatan Partisipasi
Desa Total
Seko Besar Lamban Sigatal
Taman Bandung n
n n
n
1. Formalitas
5 18.52
2 8.00
1 3.45
8 9.88
2. Sekedar hadir
6 22.22
7 28.00
3 10.34
16 19.75
3. Ingin tahu
11 40.74
12 48.00
7 24.14
30 37.04
4. Mulai aktif
5 18.52
4 16.00
9 31.03
18 22.22
5. Aktif berdiskusi
0.00 0.00
4 13.79
4 4.94
6. Mulai diberi
tanggungjawab 0.00
0.00 2
6.90 2
2.47 7.
Kewenangan memutuskan
0.00 0.00
2 6.90
2 2.47
8. Tanggung
jawab Penuh 0.00
0.00 1
3.45 1
1.23
Total 27
25 29
81
Dari tabel tersebut diketahui bahwa tingkatan partisipasi masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan HTR di Desa Lamban Sigatal dan Desa Seko
Besar memasuki tahap pemberian informasi informing. Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan transisi antara tidak ada partisipasi dengan
tokenism. Pada tahap ini terdapat dua karakteristik yang bercampur. Pemberian informasi pada masyarakat di satu sisi merupakan langkah awal partisipasi, namun
di sisi lain tidak ada ruang bagi masyarakat untuk memberikan umpan balik merupakan ciri tokenism
Dua ciri utama dalam tahap informing terlihat jelas dalam implementasi kebijakan HTR di lokasi penelitian. Pertama adalah pemberian informasi
mengenai hak-hak, tanggung jawab dan pilihan-pilihan masyarakat yang merupakan langkah pertama menuju partisipasi masyarakat. Dalam hal ini