Kekuatan strengths PERUMUSAN STRATEGI IMPLEMENTASI

141 Tabel 53 Matriks IFE dalam implementasi kebijakan HTR di Sarolangun No Faktor Internal Bobot Rating Bobot skor A Kekuatan 1 Kepemilikan lahan di areal HTR 0.08 3.60 0.287 2 Kepercayaan bahwa dengan HTR dapat melegalkan pemanfaatan hutan produksi 0.08 3.60 0.304 3 Tingkat pendidikan formal yang memadai 0.05 3.00 0.165 4 Tingkat pengetahuan tentang HTR cukup 0.07 3.60 0.270 5 Tingkat kepercayaan terhadap sesama tinggi 0.04 3.00 0.134 6 Tingkat kepercayaan terhadap instansi pemerintah daerah cukup 0.05 3.40 0.180 7 Norma sosial masih dipatuhi masyarakat 0.04 2.40 0.106 8 Tingkat kepedulian terhadap sesama yang cukup tinggi 0.05 2.20 0.101 9 Keinginan untuk ikut serta dalam program HTR yang cukup tinggi 0.08 3.60 0.287 Total 0.56

28.40 1.834

B Kelemahan 1 Mayoritas masyarakat menanam karet 0.05 3.40 0.157 2 Tingkat pendidikan informal yang rendah 0.04 2.40 0.107 3 Tingkat pendapatan yang rendah 0.07 3.80 0.264 4 Kepercayaan pada orang asing rendah 0.04 1.60 0.059 5 Sukar percaya pada orang lain bila berhubungan dengan uang 0.05 2.00 0.099 6 Masyarakat luar desa sulit untuk berpartisipasi dalam HTR 0.06 2.40 0.137 7 Transportasi dan aksesibilitas buruk 0.07 3.60 0.252 8 Budaya masyarakat yang kurang mendukung 0.07 3.20 0.208 Total 0.44

20.80 1.283

Kecenderungan terhadap faktor internal 1,000 0.550 Peubah yang memiliki nilai pengaruh terkecil dari kekuatan adalah ‘tingkat kepedulian terhadap sesama” 0.101. Hal ini kurang sesuai dengan hasil analisis korelasi yang menyebutkan bahwa tingkat kepedulian terhadap sesama solidarity berkorelasi positif dengan tingkat partisipasi masyarakat. ‘Tingkat pendapatan yang rendah’ merupakan peubah yang memiliki pengaruh terbesar 0.264 di sisi kelemahan, sedangkan pengaruh terkecil adalah ‘kepercayaan terhadap orang asing’ 0.083. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa kelemahan masyarakat di lokasi penelitian dalam implementasi HTR umumnya adalah kesulitan dalam hal permodalan karena mayoritas masyarakat adalah petani subsisten. Mereka menanam karet dan memanfaatkannya sebagai 142 pendapatan utama. Hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam implementasi kebijakan HTR yang menganggap bahwa tanaman karet merupakan tanaman budidaya yang hanya boleh ditanam 40 dari total luas lahan. Total skor untuk faktor internal kekuatan sebesar 1.834 sedangkan total skor untuk kelemahan sebesar 1.283. Kecenderungan kondisi masyarakat dalam implementasi kebijakan HTR terhadap faktor internal sumbu absis atau sumbu X dalam impelementasi kebijakan HTR mempunyai skor adalah 0.550, berada di bawah skor rata-rata 2.50. Menurut David 2009 hal tersebut berarti bahwa faktor-faktor kekuatan yang ada pada masyarakat belum dimanfaatkan atau direspon sepenuhnya untuk mengatasi kelemahan yang ada.

7.1.2 Faktor eksternal

Selain dipengaruhi faktor internal, proses implementasi kebijakan HTR di Kabupaten Sarolangun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang memiliki pengaruh terhadap implementasi kebijakan HTR di Kabupaten Sarolangun adalah:

a. Peluang opportunities

- Pemerintah Daerah dan LSM LP3D dan FLEGT cukup mendukung implementasi kebijakan HTR di Kabupaten Sarolangun. - PT Samhutani bersedia untuk membeli tanaman kayu yang ditanam oleh masyarakat peluang pemasaran. - Kelangkaan kayu terjadi baik di tingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten Saroloangun dan sekitarnya. - Pemda mempunyai persepsi bahwa HTR akan menguntungkan Pemda

b. Ancaman Treaths

- Program KTM Kota Terpadu Mandiri yang diinisiasi Kementerian Transmigrasi tengah diggalakkan di lokasi penelitian - Belum ada jaminan berusaha terutama dari lembaga permodalan dan instansi pemerintah sehingga masyarakat cenderung menanam dalam jumlah kecil atau mengandalkan permudaan alam. - Dukungan pemda masih bersifat keproyekan - Kesiapan dan komitmen pemda dalam mendukung HTR masih rendah