158 Beberapa jenis tanaman berkayu yang telah tumbuh dalam areal ini sebelumnya
dapat tetap dipertahankan keberadaannya bila memiliki kualitas pohon yang baik.
7.5.2 Penentuan jenis tanaman
Berdasarkan hasil penelitian, 92 masyarakat menghendaki tanaman karet sebagai tanaman utama dalam lahan HTR. Meskipun demikian masyarakat merasa
tidak keberatan untuk menanam tanaman berkayu lainnya dengan komposisi 70 tanaman karet dan 30 tanaman berkayu.
Berdasarkan hasil penelitian Budi et al. 2008 terdapat b
eberapa jenis pohon buah dan kayu yang telah dicoba ditanam di antara tanaman karet di
Kalimantan Barat dan Jambi, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 56. Tabel 56
Jenis-Jenis Pohon Penghasil Buah, Kayu dan Resin yang Telah Dicoba Ditanam Bersama Karet pada Sistem RAS
Nama Komersial Nama Ilmiah
Asal Benih Hasil
Penghasil Buahkayu :
Nangka Artocarpus heterophyllus
Biji Buah
Cempedak Artocarpus integra
Biji Buah
Durian Durio zibethinus
Biji BuahKayu
LangsatDuku Lansium domesticum
Biji Buah
Pekawai Durio c. f. Dulcis
Biji Buah
Jengkol Archidendron jiringa
Biji Buah
Petai Parkia speciosa
Biji Buah
Rambutan Nephelium spp.
Biji Buah
Penghasil Kayu :
Gaharu Aquilaria malaccensis
Cabutan Kayuresin
Tengkawang Shorea macrophylla
Bijicabutan Kayubuah Meranti
Shorea spp. Cabutan
Kayu Merkuyung
Shorea johorensis Bijicabutan Kayu
Keladan Dryobalanops beccarri
Cabutan Kayu
Omang Hopea dryobalanoids
Biji Kayu
Nyatoh Palaquium spp.
Bijicabutan Kayu Terindak
Shorea senimis Bijicabutan Kayu
Tembesu Fragraea fragrans
Cabutan Kayu
Pulai Alstonia scholaris
Cabutan Kayu
Gmelina Gmelina arborea
Biji Kayu
Sengon Paraserianthes falcataria
Biji Kayu
Sumber : Percobaan RAS di Kalimantan Barat dan Jambi 1997-2006 dalam Budi et al. 2008
Berdasarkan hasil penelitian tim kajian hutan tanaman rakyat Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan EC Indonesia FLEGT SP 2007 di Desa
159 Taman Bandung, diketahui bahwa jenis-jenis tanaman yang disukai masyarakat
berdasarkan skala prioritas berturut-turut adalah sengon, pulai, jabon, terap dan gaharu. Khusus untuk desa Lamban Sigatal, tanaman jernang yang telah menjadi
salah satu sumber pendapatan di samping karet. Hasil penelitian Ardi 2011 menunjukkan bahwa hingga saat ini terdapat 50 KK di Desa Lamban Sigatal yang
kehidupannya bergantung tidak hanya pada hasil kebun karet namun juga tergantung pada penjualan getah jernang yang mereka kumpulkan dari tumbuhan
jernang liar di kawasan hutan ataupun di kebun-kebun karet yang mereka miliki. Oleh karena itu, dalam mendesain implementasi kebijakan HTR di desa Lamban
Sigatal harus mempertimbangkan untuk menjadikan tanaman jernang sebagai tanaman sela.
7.5.3 Pola penanaman
Pola tanam yang direkomendasikan untuk dikembangkan dalam implementasi HTR di Kabupaten Sarolangun dapat dibagi menjadi tiga pola
tanam, yaitu: 1 hutan campuran berbasis tanaman karet, 2 hutan campuran berbasis tanaman berkayu dan 3 hutan campuran Jernang. Khusus untuk pola ke-
3 direkomendasikan untuk Desa Lamban Sigatal yang telah lama mengenal dan memiliki pengalaman dalam budidaya jernang. Namun tidak menutup
kemungkinan untuk dikembangkan pada kedua desa lainnya.
7.5.3.1 Hutan campuran berbasis tanaman karet
Hutan campuran berbasis tanaman karet terutama ditujukan untuk areal hutan karet kelompok I. Pada pola ini, tanaman karet akan menjadi tanaman
utama sedangkan tanaman berkayu dijadikan sebagai tanaman pembatas pagar dan tanaman sela. Jenis tanaman berkayu yang menjadi tanaman sela dan tanaman
pembatas pagar disesuaikan dengan keinginan masyarakat. Bagi masyarakat yang memiliki modal kecil, dapat memanfaatkan beberapa jenis anakan tanaman
berkayu yang telah tumbuh secara alami dalam lahan mereka. Rasnovi 2006 menyebutkan bahwa tingkat kekayaan dan keragaman
jenis serta komposisi jenis anakan tumbuhan berkayu di agroforestry karet dipengaruhi oleh tingkat kekayaan dan keragaman jenis serta komposisi jenis
anakan di hutan yang ada di dekatnya. Berdasarkan hasil penelitian tim kajian
160 HTR Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan EC Indonesia FLEGT SP
2007 diketahui bahwa terdapat 69 jenis pohon penting yang ditemukan dalam kelompok hutan sekitar areal pencadangan HTR Lampiran 15. Desain yang
direkomendasikan dalam hutan campuran berbasis tanaman karet ini adalah seperti yang tersaji pada Gambar 22.
∆ ∆
∆ ∆
∆ ∆
∆ ∆
∆ ∆
O O
O O
O O
∆
4m 4 m
∆ ∆
∆ O
O O
O O
O ∆
3 m
∆ ∆
∆ O
O O
O O
O ∆
6 m
∆ ∆
∆ O
O O
O O
O ∆
∆ ∆
∆ ∆
∆ ∆
∆ ∆
∆
Keterangan : O : tanaman karet
∆ : tanaman berkayu sengon, pulai, meranti, dll
Gambar 22. Pola Tanam Hutan Campuran Berbasis Tanaman Karet Hutan karet dianjurkan untuk dijarangkan sedemikian rupa sehingga
membentuk jalur-jalur dengan jarak tanam 3 x 6 meter dapat disesuaikan dengan jarak tanam yang ada. Tanaman berkayu sebagai tanaman sela ditanam pada baris
ke-3 dengan jarak 4 meter dari tanaman karet. Tanaman karet yang tumbuh pada lokasi penanaman tanaman sela dapat tetap dipertahankan sebelum tanaman sela
tumbuh besar dan membutuhkan ruang yang lebih luas. Tanaman berkayu juga ditanam mengelilingi lahan dengan jarak tanam
yang disesuaikan dengan jalur yang ada sebagai tanaman pembatas pagar. Jarak tanaman berkayu yang berfungsi sebagai pembatas dengan tanaman karet yang
dianjurkan adalah 4 meter. Dengan pola tanam ini, setiap 1 hektar lahan akan membutuhkan ±122 batang tanaman berkayu untuk dijadikan sebagai tanaman
pagar dan ±156 batang tanaman berkayu sebagai tanaman sela, sedangkan tanaman karet yang dibiarkan tumbuh sebanyak ±594 batang. Sehingga
perbandingan jumlah tanaman karet dan tanaman berkayu adalah 70 : 30.
7.5.3.2 Hutan campuran berbasis tanaman berkayu
Hutan campuran berbasis tanaman berkayu direkomendasikan untuk dikembangkan pada lahan berupa semak belukar dan lahan terbuka kelompok 2.
Pada pola ini, tanaman berkayu sengon, pulai, jabon, terap, mahoni, meranti dan