Akomodir pola pemanfaatan kawasan hutan saat ini sebagai salah satu bentuk HTR

153 ketakutan pada masyarakat bila suatu waktu lahan mereka akan diambil kembali oleh negara. Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap norma yang berlaku cukup tinggi. Hal ini berdampak pada tumbuhnya rasa takut pada diri masyarakat bila melanggar aturannorma yang berlaku. Fenomena adanya kebijakan HTR menimbulkan kebingungan bagi masyarakat, karena di satu pihak mereka merasa bahwa menurut peraturan adat, lahan yang telah mereka jadikan kebun karet adalah milik mereka, sementara di pihak lain terdapat peraturan bahwa lahan milik tersebut adalah milik negara. Strategi pertama merupakan jalan tengah yang diberikan oleh kebijakan HTR dengan mengakomodir kegiatan mereka memanfaatkan hutan produksi sebagai sumber mencari nafkah. Strategi ini akan sangat membantu masyarakat dalam mengatasi kebingungan yang terjadi. Dengan demikian, strategi ini juga dapat meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan HTR. Kebutuhan masyarakat akan ‘rasa aman’ atas lahan yang telah mereka okupasi selama ini merupakan motivator yang kuat dalam implementasi HTR di Kabupaten Sarolangun.

7.4.2 Optimalisasi dukungan pemerintah daerah

Schneck 2009 mengidentifikasi bahwa salah satu tantangan dalam mengimplementasikan kebijakan HTR selain kurangnya kemampuan masyarakat adalah kurangnya dukungan dari institusi pemerintah dalam pengembangan dan pengelolaan HTR. Kondisi di lapangan di Sarolangun, dukungan pemerintah daerah termasuk dalam katagori sedang. Hal ini akan menjadi peluang yang bagus bila dimanfaatkan sebaik mungkin, karena dukungan pemerintah daerah akan memberikan dampak yang sangat significant dalam keberhasilan implementasi HTR. Strategi kedua merupakan alternatif strategi yang sesuai untuk memanfaatkan dukungan pemda tersebut. Budiman 2000 dalam Mardikanto 2010 menyebutkan bahwa terdapat dua elemen penting dalam partisipasi masyarakat dalam usaha mereka untuk meningkatkan taraf hidup, yaitu: 1 dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif dalam mengambil keputusan sendiri; dan 2 pembentukan pelayanan teknis dan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat mendorong timbulnya 154 inisiatif, sifat swadaya dan kegotong-royongan yang membuatnya lebih efektif. Berdasarkan hasil penelitian, hanya ditemukan sedikit dari masyarakat yang memiliki inisiatif untuk mengimplementasi HTR tanpa bantuan dari pemerintah. Berdasarkan hasil penelitian Tabel 45 diketahui bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah cukup tinggi 61.73. Modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat ini dapat dimanfaatkan dengan memberikan sosialisasi secara intensif mengenai HTR, guna menumbuhkan motivasi dalam diri masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan HTR. Pendampingan hendaknya dilakukan dengan memilih orang yang tepat sebagai fasilitator lapangan. Jarak lokasi dengan tempat tinggal dan penegasan mengenai tugas fasilitator lapanganpendamping yang difokuskan pada implementasi kebijakan HTR dan tidak dibebani oleh tugas-tugas sampiran mutlak diperlukan. Oleh karena itu disarankan untuk memilih pendamping di luar lingkup PNS Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun dan bertempat tinggal di lokasi pencadangan HTR. Berpegang pada prinsip pemberdayaan masyarakat, maka implemetasi kebijakan HTR hendaknya bertujuan untuk memandirikan masyarakat dan meningkatkan taraf hidupnya. Sehingga arah pendampingan kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatannya.

7.4.3 Memanfaatkan isu kelangkaan kayu dan peluang pemasaran

Mutaqin 2008 mengemukakan bahwa penyediaan pasar yang dapat diakses oleh masyarakat sekitar hutan merupakan fokus utama dalam implementasi kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Karenanya issu mengenai kelangkaan kayu dan pemasaran dapat menjadi rangsangan bagi masyarakat untuk menanam tanaman berkayu, di samping tanaman karet yang telah ditanam mereka sejak dahulu. Namun demikian untuk mengimplementasikan strategi ini tidak mudah mengingat masyarakat yang sudah terlanjur memanfaatkan karet sebagai mata pencaharian utama. Oleh karena itu, menawarkan sebuah inovasi baru berupa menanam tanaman hutan berkayu adalah pekerjaan yang sangat sulit. 155 Karakteristik masyarakat di lokasi penelitian termasuk dalam katagori moral ekonomi subsisten. Scott 1976 mengemukakan bahwa karakteristik moral ekonomi subsisten umumnya adalah 1 mengutamakan selamat dan tidak mudah menerima inovasi yang belum teruji; 2 tidak menyukaimenolak pasar karena hanya melakukan kegiatan sebatas rutinitas untuk memenuhi kebutuhan sendiri; dan 3 memiliki hubungan patron-client yang erat sebagai cara menjaga keberlangsungan hidup bersama Scott, 1976. Ketiga ciri tersebut ada pada masyarakat di lokasi penelitian. Budaya masyarakat memanfaatkan tanaman karet terkait dengan budaya peladang berpindah. Penanaman karet dilakukan sebagai penanda bahwa wilayah tersebut merupakan daerah yang telah dikuasainya. Umumnya tanaman karet yang ditanam berupa stek karet alam. Karena tidak ada pemeliharaan maka persentase tumbuh dan produktifitas getah karet sangat rendah. Meskipun demikian, mampu memberikan kontinuitas pendapatan bagi masyarakat. Kontinuitas pendapatan dari karet merupakan jaminan mata pencaharian berkelanjutan, yang disebut Chambers 1986 sebagai sustainability livelihood security. Keberlanjutan mengacu pada pemeliharaan atau produktivitas sumberdaya untuk jangka panjang. Sebuah keluarga yang mempunyai kebun karet mempunyai sumber pendapatan tetap setiap bulannya. Mengalihkan budaya masyarakat dari menanam tanaman karet ke jenis tanaman lainnya sangat sulit. Pekerjaan yang harus dilakukan adalah mengubah moral ekonomi masyarakat yang semula moral subsisten yang tidak responsif terhadap inovasi, kearah moral ekonomi rasional yang responsif terhadap perubahan Wharton, 1965 dalam Mardikanto 2010.

7.5 Desain Implementasi Strategi Terpilih

Pada tahap awal, kebijakan HTR akan diimplementasikan dalam kondisi seadanya di lapangan tanaman karet sebagai tanaman pokok. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak terlalu banyak dibebani oleh berbagai peraturan dalam HTR, sehingga masyarakat dengan pola hidup yang bergantung pada tanaman karet bersedia untuk berpartisipasi dalam HTR. Bila minat masyarakat untuk berpartisipasi telah cukup tinggi, dibutuhkan dukungan pemerintah daerah untuk memberikan percepatan dalam proses perizinan HTR,