12 Mazmanian dan Sabatier 1979 diacu oleh Wahab 1998 menjelaskan
makna implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup
baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku
badan-badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran target group, melainkan
menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak
yang terlibat, dan akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan intended maupun yang tidak diharapkan unintendednegative effects.
Dengan demikian evaluasi proses implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, dan apa
yang timbul dari program kebijakan. Di samping itu implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktor-
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan.
2.3 Faktor Penentu Kinerja Implementasi
Dalam menetapkan faktor penentu kinerja implementasi, penulis merujuk pada pendapat Dunn 2000 yang menyebutkan bahwa suatu sistem kebijakan
policy system mencakup hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan.
2.3.1 Isi Kebijakan
Berkenaan dengan komponen kebijakan publik, Abidin 2006 menyebutkan bahwa terdapat beberapa elemen yang wajib dimiliki suatu kebijakan publik agar
dianggap berkualitas dan layak untuk diimplementasikan, yaitu :
13 1.
Tujuan yang ingin dicapai harus rasional dan desirable diinginkan. Rasional artinya tujuan tersebut harus dapat dipahami dan diterima oleh akal
sehat terutama bila dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tersedia. Diinginkan artinya tujuan tersebut seharusnya menyangkut kepentingan orang
banyak,sehingga mendapat dukungan dari banyak pihak. 2.
Asumsi yang dipakai dalam perumusan kebijakan harus realistis, karena asumsi yang realistis akan menentukan tingkat validitas suatu kebijakan.
3. Informasi yang digunakan cukup lengkap, benar dan tidak kadaluarsa.
Lebih lanjut, Sabatier dalam Parsons 2008 mengemukakan enam persyaratan untuk implementasi yang efektif, yaitu:
1. Tujuan yang jelas dan konsisten agar dapat menjadi standar evaluasi.
2. Teori kausal yang memadai, dan memastikan agar kebijakan tersebut
mengandung teori yang akurat tentang cara melahirkan perubahan. 3.
Struktur implementasi yang disusun secara legal untuk membantu pihak- pihak yang mengimplementasikan kebijakan dan kelompok-kelompok yang
menjadi sasaran kebijakan. 4.
Para pelaksana implementasi yang ahli dan berkomitmen yang menggunakan kebijaksanaan mereka untuk mencapai tujuan kebijakan.
5. Dukungan kelompok kepentingan dan ‘penguasa’ di legislatif dan eksekutif.
6. Perubahan kondisi sosial ekonomi tidak melemahkan dukungan kelompok
dan penguasa atau tidak meruntuhkan teori kausal yang mendasari kebijakan.
2.3.2 Implementator dan target kebijakan
Peran implementor sangat penting. Ini berhubungan dengan kapasitas yang mereka miliki. Kapasitas yang dimaksud mencakup keahlian yang dimiliki,
tingkat kreativitas, komitmen, akses dan dukungan politik yang dimiliki, dan sebagainya. Kapasitas tersebut akan semakin berdayaguna jika kebijakan yang
diimplementasikan didukung dengan ketersediaan sumberdaya yang memadai. Tetapi sumberdaya yang berlebihan juga dapat menghambat implementasi.
Kondisi kedua ini biasanya terjadi untuk kebijakan yang mengangkat tema-tema populis-ideologis yang memberikan diskresi dan otoritas yang besar kepada agen
pelaksana tanpa kontrol yang memadai Quick 1980 dalam Hadi 2007.
14 Dalam kebijakan HTR, peran kelompok target masyarakat menjadi
sangat dominan. Kapasitas yang dimiliki oleh kelompok target akan sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan HTR. Kapasitas ini meliputi
modal fisik, modal manusia dan modal sosial yang dimiliki oleh kelompok target pada lokasi penelitian.
2.3.2.1 Modal fisik
Dalam literatur ekonomi, modal didefinisikan sebagai faktor-faktor produksi yang pada suatu ketika atau di masa depan diharapkan bisa memberikan manfaat
atau layanan-layanan produktif atau productive services Dasgupta Serageldin, 2000. Lawang 2004 mengungkapkan bahwa modal capital mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam proses produksi barang dan jasa, terutama untuk jangka panjang. Dijelaskan terdapat tiga modal dalam bidang ekonomi, yaitu
modal finansial financial capital, modal manusia human capital dan modal fisik physical capital. Modal fisik seringkali mengacu pada barang-barang yang
kelihatan tangible, dapat dipegang, dan sering kali tahan lama durable seperti: bangunan pabrik, peralatan, mesin, dan persediaan inventory. Modal fisik
termasuk pula pembangunan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, dan irigasi untuk mempermudah proses transaksi ekonomi.
1. Menurut Robinson et al. 2002 terdapat sembilan sifat dasar karakteristik
barang modal fisik, yaitu :
2. Kapasitas transformasi transformation capacity menunjukkan kemampuan
yang ada pada barang modal fisik untuk merubah bentuk transform input menjadi output, tanpa harus ada transformasi pada barang modal fisik itu
sendiri. Contoh : pabrik rokok, dapat merubah bentuk tembakau, kertas dan rempah-rempah input menjadi rokok kretek output .
3. Kemampuan untuk mempertahankan identitasdiri durability menunjuk
kepada kemampuan modal fisik tersebut untuk tetap mempertahankan identitasnya dalam memberikan pelayanan. Contohnya: seekor sapi tetap
menjadi sapi walaupun telah menghasilkan susu selama beberapa tahun. Fleksibilitas modal fisik menunjuk pada kemungkinan memberikan pelayanan
lebih dari satu. Contoh: kendaraan.