156 memberikan pendampingan dan sosialisasi secara intensif pada masyarakat
mengenai pentingnya HTR. Langkah ketiga adalah menumbuhkan minat masyarakat untuk menanam
tanaman berkayu. Langkah ini dapat ditempuh melalui pendekatan personal kepada masyarakat oleh pendamping. Kebutuhan masyarakat akan jenis kayu
berkualitas dapat dijadikan motivasi bagi masyarakat untuk menanam tanaman berkayu. Selain itu, terdapat potensi pasar yang cukup besar apabila masyarakat
bersedia untuk menanam tanaman sengon karena PT Samhutani menyatakan bersedia untuk membeli kayu yang ditanam oleh masyarakat.
Untuk mengimplementasikan strategi kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya, langkah awal yang dilakukan adalah mengelompokkan areal
pencadangan HTR menjadi dua kelompok utama, yaitu: 1 hutan karet, dan 2 semak belukar dan areal terbuka. Kelompok pertama hutan karet merupakan
lahan yang didominasi oleh tanaman karet alam yang bercampur dengan vegetasi lainnya sengon, medang, balam, mahang, kempas dan lain-lain. Kelompok ini
merupakan areal peladangan tua lebih dari 10 tahun sehingga tanaman karet alam yang ditanam sebagai tanda kepemilikan lahan telah menjadi hutan karet.
Kelompok kedua mendominasi lebih dari 50 areal pencadangan HTR Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun, 2007. Kelompok ini
didominasi oleh semak dan belukar, meskipun masih terdapat beberapa batang pohon yang tumbuh secara sporadis, namun tidak mampu membentuk tutupan
hutan. Umumnya kelompok ini merupakan areal peladangan muda, sehingga tanaman karet atau pohon yang lain belum tumbuh besar. Strategi terpilih akan
diimplementasikan secara berbeda pada dua kelompok tersebut, baik sistem silvikultur, penentuan jenis tanaman maupun teknis penanamannya.
7.5.1 Sistem silvikultur
Suhendang 2008 menyebutkan bahwa dalam praktek pengelolaan hutan di Indonesia, secara operasional sistem silvikultur diartikan sebagai: a
Serangkaian prosedur mencakup cara-cara mempermudakan, memelihara dan memanen tegakan atau hutan untuk menghasilkan suatu produk tertentu; dan b
Rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan yang meliputi
157 penebangan, peremajaaan dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin
kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Helms 1998 menyebutkan bahwa sistem silvikultur merupakan
serangkaian rencana dari perlakuan untuk memelihara, memanen dan membangun kembali sebuah tegakan hutan. Sistem silvikultur juga merupakan proses
penggantian suatu tegakan hutan melalui kegiatan pembibitan, permudaan, penananam, pemiliharaan dan pemanenan untuk menghasilkan suatu produk kayu
atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu seperti kayu pertukangan, kayu pulp, hasil hutan non kayu getah, damar, rotan, madu dan lainnya, termasuk
rekayasa untuk mempengaruhi sifat dan susunan hutan baru yang terjadi. Penerapan sistem silvikultur dalam implementasi kebijakan hutan tanaman
rakyat di Kabupaten Sarolangun akan dikembangkan sesuai dengan kondisi hutan lahan pencadangan yang ada. Sistem silvikultur yang dapat dikembangkan
adalah tebang pilih permudaan buatan untuk hutan karet kelompok 1 dan tebang habis permudaan buatan untuk lahan berupa semak belukar dan areal terbuka
kelompok 2. Pertimbangan dalam penentuan sistem silvikultur yang digunakan adalah
kondisi tegakan tanaman karet yang telah menjadi gantungan hidup livelihood bagi masyarakat di lokasi terpilih. Hutan karet yang telah terbangun sebelumnya
dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan, dapat dijarangkan sedemikian rupa sehingga kualitas pohon karet akan menjadi lebih baik. Djikman 1951
dalam Setyamidjaja 1993 menyatakan bahwa beberapa akibat dari jarak tanam yang sempit, diantaranya adalah kerusakan tajuk oleh angin akan lebih besar,
kematian pohon karena serangan penyakit akan lebih tinggi, dan tercapainya lilit batang matang sadap akan lebih lambat. Sistem silvikultur tebang pilih permudaan
buatan akan diarahkan untuk mendesain kawasan hutan karet agar menjadi lebih teratur dengan jarak tanam yang optimal sehingga produksi karet yang dihasilkan
akan meningkat. Sistem silvikultur tebang habis permudaan buatan akan diterapkan pada
lahan terbuka dan semak belukar. Lahan ini akan didesain dengan menggunakan sistem agrofororestry dengan jenis tanaman yang diminati oleh masyarakat.