DAMPAK KESEHATAN AKIBAT BENCANA

212 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 kesehatan haji. Untuk itu upaya pembinaan sudah harus dilakukan sedini mungkin yang diawali dengan pemeriksaan kesehatan awal. Berbagai faktor risiko kesehatan dikendalikan melalui pembinaan kesehatan yang berjenjang sampai pada tahap penetapan istithaah kesehata jemaah haji di tingkat kabupaten. Konsekuensi dari pelaksanaan Permenkes tersebut juga mengubah orientasi penyelenggaraan kesehatan haji dengan penguatan upaya promotif dan preventif pada setiap tahap kegiatan penyelenggaraan kesehatan haji. Kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada jemaah haji yang dilaksanakan di Indonesia sampai Arab Saudi diapresiasi oleh Kementerian Kesehatan Arab Saudi dengan memberikan penghargaan The Ambasador of Health Awareness in Hajj season 2016 kepada Misi Kesehatan Haji Indonesia. Jemaah Haji selama menjalankan ibadah haji mendapat pendampingan petugas kesehatan yang menyertai di kelompok terbang kloter terdiri dari petugas 1 dokter dan 2 para medis serta petugas non kloter kesehatan atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji PPIH Arab Saudi. Pada tahun 2016, petugas kesehatan haji Indonesia di Arab Saudi terdiri dari Tim Promotif dan Preventif TPP, Tim Gerak Cepat TGC, Tim Kuratif dan Rehabilitatif TKR dan Tenaga Pendamping Kesehatan TPK.

1. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji

Pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jemaah haji sudah dimulai pada awal tahun 2016. Data hasil kegiatan tersebut kemudian diinput ke aplikasi Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan Siskohatkes. Indikator penyelenggaraan kesehatan haji adalah cakupan hasil pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jemaah haji yang diinput kedalam Siskohatkes 3 tiga bulan sebelum operasional haji. Karena pemberangkatan kloter pertama musim haji tahun 2016 jatuh pada tanggal 8 Agustus 2016, maka Indikator tersebut harus sudah tercapai pada tanggal 8 Mei 2016, dengan target sebesar 65. Sedangkan hasil cakupan yang dicapai pada tahun 2016 secara nasional adalah 65,68 atau 109.720 pemeriksaan, dan telah mencapai target yang ditentukan. Provinsi dengan capaian tertinggi adalah DKI Jakarta 102,55 dan terendah Maluku 6,04. Capaian hasil pemeriksaan pertama jemaah haji berdasarkan tempat pemeriksaan adalah sebagai berikut. 213 Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT GAMBAR 6.58 CAPAIAN PEMERIKSAAN PERTAMA JAMAAH HAJI MENURUT PROVINSI TEMPAT PEMERIKSAAN TAHUN 2016 Sumber: Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes RI, 2017 Dibandingkan tahun 2015, terjadi peningkatan sebesar 5 yang dapat dilaksanakan dengan membangun kemitraan dan kerja sama dengan lintas sektor terkait serta dilaksanakan sejak awal Januari 2016.

2. Kondisi Jemaah Haji Indonesia

Jemaah haji Indonesia tahun 2016 terdiri dari 84.244 orang 55 perempuan dan 68.853 orang laki-laki 45. Jumlah ini adalah jumlah di luar petugas haji. 6,04 11,60 13,45 28,79 30,29 31,41 34,30 35,45 37,13 43,52 48,79 53,23 55,69 58,83 59,97 62,26 63,53 63,53 66,97 67,78 67,91 71,86 73,10 74,06 75,24 76,26 77,75 78,51 80,61 81,13 95,69 97,61 102,55 65,68 20 40 60 80 100 120 Maluku Papua Kalimantan Barat Bengkulu Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Lampung Kalimantan Timur Sumatera Utara Kalimantan Selatan Aceh Bali Jawa Tengah Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Jambi Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Jawa Timur Papua Barat Sulawesi Barat Kepulauan Riau Sumatera Barat Sumatera Selatan Maluku Utara Banten Jawa Barat Gorontalo DI Yogyakarta Kep. Bangka Belitung Riau DKI Jakarta INDONESIA Target 65 214 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 Me urut kelo pok u ur, proporsi kelo pok u ur tahu sebesar , sedangkan proporsi terbesar adalah kelompok umur 51-60 tahun, yaitu sebesar 34. GAMBAR 6.59 JEMAAH HAJI INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2016 Sumber: Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes RI, 2017 Hasil pemeriksaan kesehatan didapatkan jemaah haji dengan risiko tinggi cukup besar yaitu sebanyak 104.030 orang 67,9, terdiri dari umur 60 tahun sebanyak 8.530 orang 8,2, umur 60 tahun dengan penyakit sebanyak 50.231 orang 48,3 dan usia 60 tahun dengan penyakit sebanyak 45.269 orang 43,5. Hasil pemeriksaan kesehatan haji, selain menghasilkan informasi status kesehatan risiko tinggi non risiko tinggi juga menghasilkan informasi status istithaah kemampuan kesehatan haji. Status istithaah kesehatan haji dikelompokkan menjadi 4 kategori. Jemaah haji tahun 2016 yang memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji sebesar 71,45, memenuhi syarat dengan pendampingan sebesar 28,5, tidak memenuhi syarat sementara sebesar 0,03, dan tidak memenuhi syarat sebesar 0,006. Status tersebut membantu untuk menyusun pendekatan pembinaan dan kebutuhan sumber daya yang tepat. Penetapan status istithaah kesehatan jemaah haji merupakan tahap penting sebagai dasar pemberianpengawasan intervensi yang diberikan mulai masa tunggu sampai dengan pelaksanaan ibadah haji. tahu 12 41-50 tahun 26 51-60 tahun 34 tahu 28 215 Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT GAMBAR 6.60 PROPORSI STATUS ISTITHAAH KESEHATAN JEMAAH HAJI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes RI, 2017

3. Rawat Jalan, Rujukan, dan Jemaah Wafat

Jemaah haji yang mendapatkan rawat jalan kloter sejumlah 348.785 kunjungan Dengan penyakit terbanyak adalah acute nasopharyngitis common cold sebesar 20. Data penyakit terbanyak rawat jalan dapat dilihat pada lampiran 6.41. Sedangkan pelayanan kesehatan rujukan adalah sebagai berikut. TABEL 6.8 PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN JEMAAH HAJI INDONESIA DI ARAB SAUDI TAHUN 2016 Tempat Rujukan Daerah Kerja Total Madinah Makkah Airport SektorOktagon - 2.198 52 2.250 Klinik Kesehatan Jemaah Haji Indonesia KKHI 1.243 1.300 401 2.944 Rumah Sakit Arab Saudi RSAS 120 326 32 478 T o t a l 1.363 3.824 485 5.672 Sumber: Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes RI, 2017 Memenuhi syarat 71,46 Memenuhi syarat dengan pendampingan 28,50 Tidak memenuhi syarat sementara 0,03 Tidak memenuhi syarat 0,006 216 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 Jumlah jemaah haji reguler yang wafat di Arab Saudi sebanyak 318 orang dan jemaah dari PIHK Penyelenggara Ibadah Haji Khusus sebanyak 24 orang. Angka ini menurun signifikan dibandingkan tahun 2015 dengan jumlah jemaah wafat sebanyak 629 orang. Penyebab terbanyak adalah cardiovascular diseases 53 diikuti respiratory diseases 27. Jumlah jemaah wafat akibat sengatan panas heat stroke menurun dari 125 orang pada tahun 2015 menjadi 2 orang pada tahun 2016. Walaupun gangguan kesehatan akibat cuaca ekstrim panas tetap tinggi, tapi terbatas pada heat exhaustion atau kondisi yang lebih ringan seperti dehidrasi dan heat cramps. Jumlah jemaah haji yang wafat terbanyak berdasarkan waktu pelaksanaan haji adalah pada fase Pasca Armina yaitu 196 jemaah 57,3 sedangkan jumlah jemaah haji yang wafat pada saat Armina berjumlah 56 jemaah 16,4. Data jemaah haji wafat dapat dilihat pada Lampiran 6.42. 219 Bab VII KESEHATAN LINGKUNGAN Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2015- 2019, kebijakan dalam pembangunan kesehatan lingkungan telah mendapat perhatian khusus. Hal ini tertuang dalam dokumen resmi RPJMN tahun 2015-2019, dimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional harus berwawasan lingkungan, sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dunia atau Suistanable Development Goals SDGs. Beberapa targettujuan SDGs yang terkait dengan lingkungan diantaranya tujuan 6 yaitu menjamin ketersediaan dan manajemen air dan sanitasi secara berkelanjutan dan tujuan 13 yaitu mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Di dalam RPJMN ditekankan strategi peningkatan mutu kesehatan lingkungan dan strategi peningkatan kesehatan lingkungan serta akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hidup bersih dan sehat higiene untuk mewujudkan kebijakan meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan menyatakan bahwa kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit danatau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Sedangkan menurut WHO, kesehatan lingkungan meliputi seluruh faktor fisik, kimia, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan lingkungan berpotensial untuk mempengaruhi kesehatan. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum, harus bebas dari unsur- unsur yang menimbulkan gangguan, di antaranya limbah cair, padat, dan gas, sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan, vektor penyakit, zat kimia berbahaya, kebisingan

BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN

220 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 yang melebihi ambang batas, radiasi, air yang tercemar, udara yang tercemar, dan makanan yang terkontaminasi. Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berperan dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat yang optimal di samping faktor kualitas pelayanan kesehatan, dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan dalam menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan ditetapkan pada media lingkungan yang meliputi: air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa penyakit. Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta berperan Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Pekerjaan Umum- Perumahan Rakyat, dll baik kebijakan dan pembangunan fisik. Kementerian Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.

A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM, yang dimaksud dengan STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya peningkatan akses sanitasi sejak tahun 2006. Salah satu upaya melalui Kementerian Kesehatan adalah melakukan perubahan arah kebijakan pendekatan sanitasi dari yang sebelumnya memberikan subsidi project driven menjadi pemberdayaan masyarakat dengan fokus pada perubahan perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan menggunakan metode CLTS Community Led Total Sanitation. Belajar dari pengalaman implementasi CLTS melalui berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah bersama NGO Non-Governmental Organization, maka pendekatan CLTS selanjutnya dikembangkan dengan menambahkan 4 empat pilar perubahan perilaku lainnya yang dinamakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM. Selanjutnya Pemerintah menetapkan STBM menjadi kebijakan nasional pada tahun 2008. Pendekatan STBM terbukti telah mampu mempercepat akses sanitasi di Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2013, peningkatan rata-rata akses sanitasi dari tahun 1993- 2006 mencapai 0,78 per tahun. Sejak penerapan CLTS Community Lead Total Sanitation pada tahun 2006 yang kemudian menjadi kebijakan nasional STBM pada tahun 2008 rata-