235
Bab VII KESEHATAN LINGKUNGAN
GAMBAR 7.8 PERSENTASE TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN YANG MEMENUHI
SYARAT KESEHATAN TAHUN 2016
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2017
Gambar 7.8 menunjukkan bahwa persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan secara nasional pada tahun 2016 adalah 13,66, capaian ini meningkat dari sebelumnya
tahun 2015 10,39. Persentase ini belum memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan 2016 untuk TPM memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 14. Provinsi dengan
persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan tertinggi adalah Kalimantan Utara 33,68, Sumatera Barat 33,05, dan Maluku Utara 27,73. Sedangkan provinsi dengan
3,75 3,79
5,01 5,44
5,72 6,21
6,67 7,53
8,27 8,48
9,02 10,44
11,42 11,77
12,08 14,51
14,71 14,83
14,85 15,89
16,49 16,80
17,29 18,39
19,05 19,14
19,27 19,52
23,00 23,49
24,16 27,73
33,05 33,68
13,66
5 10
15 20
25 30
35 40
Maluku Lampung
Sumatera Selatan DKI Jakarta
Bali Aceh
Papua Sulawesi Tenggara
Jawa Tengah Banten
Kepulauan Riau Kalimantan Timur
Kalimantan Barat Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan Sumatera Utara
Jawa Barat Papua Barat
DI Yogyakarta Riau
Sulawesi Utara Kep. Bangka Belitung
Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah
Gorontalo Jawa Timur
Jambi Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Barat Bengkulu
Nusa Tenggara Timur Maluku Utara
Sumatera Barat Kalimantan Utara
Indonesia
Target Renstra 2016: 14
236
PROFIL KESEHATAN INDONESIA
Tahun 2016
persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan terendah adalah Maluku 3,75, Lampung 3,79 dan Sumatera Selatan 5,01. Rincian lengkap tentang persentase TPM
yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2016 dapat dilihat pada Lampiran 7.7. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah TPM yang memenuhi syarat di
antaranya dengan memberikan dukungan aspek legal untuk operasionalisasi pembinaan dan pengawasan TPM dan Tempat Pengolahan Pangan TPP, meningkatkan jejaring kemitraan,
meningkatkan kapasitas SDM, menyediakan sarana dan prasarana seperti media Komunikasi Edukasi dan Informasi KIE tentang higiene sanitasi pangan dan alat deteksi cepat sistem
kewaspadaan dini KLB keracunan pangan, menyediakan pengelolaan data dan informasi yang up to date dan real time dengan e-monev Higiene Sanitasi Pangan HSP,
mengembangkan daerah intervensi kabupatenkota yang berkomitmen untuk pelaksanaan pembinaan dan pengendalian TPM terstandar, dan memfasilitasi tugas perbantuan sentra
pangan jajanan di kabupatenkota.
G. Pengelolaan Limbah Medis
Berdasarkan lampiran dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, definisi limbah medis adalah
semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Limbah
cair adalah semua buangan air termasuk tinja yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radiaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anestesi, dan pembuatan
obat sitotoksik. Pengelolaan limbah medis tentunya berbeda dengan limbah domestik atau limbah
rumah tangga. Penempatan limbah medis dilakukan pada wadah yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia, radioaktif, dan volumenya. Limbah medis yang telah terkumpul
tidak diperbolehkan untuk langsung dibuang ke tempat pembuangan limbah domestik tetapi harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Untuk limbah medis yang
berbentuk gas dilengkapi alat pereduksi emisi gas dan debu pada proses pembuangannya. Selain itu perlu dilakukan pula upaya minimalisasi limbah yaitu dengan mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan reduce, menggunakan kembali reuse, dan daur ulang recycle. Penghijauan juga baik dilakukan untuk mengurangi polusi
dari limbah yang berbentuk gas dan untuk menyerap debu.
237
Bab VII KESEHATAN LINGKUNGAN
GAMBAR 7.9 PERSENTASE RUMAH SAKIT YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN LIMBAH
MEDIS SESUAI STANDAR TAHUN 2016
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2017
Cakupan Rumah Sakit yang melakukan pengelolaan limbah sesuai standar pada tahun 2015 adalah sebesar 15,29, pada Gambar 7.9 menunjukkan persentase rumah sakit
yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar pada tahun 2016 meningkat menjadi 17,36 pada tahun 2016. Capaian ini telah melampaui Renstra 2016 yaitu sebesar
15. Provinsi dengan presentase tertinggi adalah Provinsi Lampung 74,67, DI Yogyakarta 62,67, dan Kalimantan Utara 57,14. Sedangkan Provinsi dengan persentase terendah
adalah Jawa timur 1,34, Kalimantan Barat 2,22, dan Sulawesi Utara 2,70. Ada 6 enam provinsi yaitu Papua, Papua Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, NTT, dan
Bengkulu yang belum melakukan pengelolaan limbah medis rumah sakit sesuai standar.
1,34 2,22
2,70 2,99
4,84 6,83
7,41 9,09
10,71 12,90
15,00 15,38
16,22 16,62
19,28 20,69
21,47 23,68
23,81 27,78
28,26 46,15
47,42 50,00
50,88 57,14
62,67 74,67
17,36
20 40
60 80
100 Jawa Timur
Kalimantan Barat Sulawesi Utara
Sumatera Selatan Sumatera Utara
Jawa Tengah Maluku
Aceh Kepulauan Riau
Sulawesi Tenggara Maluku Utara
Kep. Bangka Belitung Kalimantan Selatan
Jawa Barat Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Barat DKI Jakarta
Jambi Kalimantan Tengah
Riau Kalimantan Timur
Gorontalo Banten
Sumatera Barat Bali
Kalimantan Utara DI Yogyakarta
Lampung Indonesia
Target Renstra 2016: 15
238
PROFIL KESEHATAN INDONESIA
Tahun 2016
Rincian lengkap tentang persentase rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar tahun 2016 dapat d lihat pada Lampiran 7.8.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan limbah medis, seperti masih sedikitnya fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar,
masih banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan alat kesehatan yang bermerkuri, serta hambatan teknis dan perizinan dalam pengolahan limbah medis. Oleh
karena itu, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di atas, di antaranya dengan:
1. mempermudah proses perizinan pengolah limbah terutama dengan metode non
insinerasi, 2.
mengadakan pelatihan tingkat internasional bagi Kementerian Kesehatan dan RSUP, 3.
menyusun peraturan teknis pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun B3 fasilitas pelayanan kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan KLHK, 4.
mengembangkan sistem pengumpulan data dan informasi elektronik serta manajemen data sebagai bahan penentu kebijakan,
5. mencetak media poster pengamanan limbah medis.
H. Perumahan
Rumah merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan struktural, melainkan
juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak dan sehat, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai
tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat bersama keluarga. Rumah yang layak harus menjamin kepentingan keluarga salah satunya menjamin kesehatan
keluarga. Definisi perumahan housing menurut WHO World Health Organitation adalah
suatu struktur fisik di mana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, di mana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Rumah sehat merupakan salah satu sarana
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO
1974 antara lain: