165
Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT
GAMBAR 6.12 CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA PADA BALITA
DI INDONESIA TAHUN 2008-2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Sampai dengan tahun 2014, angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20-30. Pada tahun 2015 terjadi
peningkatan menjadi 63,45 dan menjadi 65,27 pada tahun 2016. Peningkatan cakupan pada tahun 2015 karena perubahan angka perkiraan kasus dari 10 menjadi 3,55, selain
itu ada peningkatan dalam kelengkapan pelaporan dari 83,08 pada tahun 2014 menjadi 91,91 pada tahun 2015 dan 94,12 pada tahun 2016.
Sejak tahun 2015 indikator Renstra yang digunakan adalah persentase kabupatenkota yang 50 puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana
pneumonia melalui program MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit. Pada tahun 2015 tercapai 14,62 dari 513 kabkota yang dilaporkan, sedangkan target sebesar 20. Pada
tahun 2016 tercapai 28,07 dari target 30. Belum tercapainya target disebabkan antara lain belum tersosialisasinya penambahan variabel untuk mengukur indikator Renstra sampai
di tingkat puskesmas, sehingga banyak puskesmas tidakmelaporkan variabel tersebut. Selain itu sosialisasi tata laksana standar juga belum merata ke seluruh puskesmas.
Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar 0,11 sedangkan tahun 2015 sebesar 0,16. Pada tahun 2016 Angka kematian akibat pneumonia pada
kelompok umur 1-4 sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 0,13 dibandingkan pada kelompok bayi yang sebesar 0,06. Cakupan penemuan pneumonia dan kematiannya menurut provinsi
dan kelompok umur pada tahun 2016 dapat dilihat pada Lampiran 6.12 dan 6.13.
26,26 25,91
23,00 23,98
23,42 24,46
29,47 63,45
65,27
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
2008 2009
2010 2011
2012 2013
2014 2015
2016
166
PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016
4. Kusta
Penyakit kusta atau lepra atau penyakit Hansen merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan utamanya mempengaruhi kulit,
saraf tepi, mukosa saluran pernafasan atas dan mata. Bakteri lepra mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2
–3 minggu, daya tahan hidup di luar tubuh manusia mencapai 9 hari, dan memiliki masa inkubasi 2
–5 tahun bahkan bisa lebih dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus kusta yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Jumlah penderita kusta yang dilaporkan dari 38 negara di semua regional WHO
adalah sebanyak 176.176 kasus di akhir tahun 2015 atau 0,18 kasus per 10.000 penduduk dengan 211.973 kasus baru atau 0,21 kasus per 10.000 penduduk www.who.int, Leprosy
Fact Sheet, Updated Februari 2017.
a. Angka Prevalensi dan Angka Penemuan Kasus Baru
Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta, yaitu prevalensi kusta 1 per 10.000 penduduk 10 per 100.000 penduduk, pada tahun 2000. Setelah itu Indonesia masih bisa
menurunkan angka kejadian kusta meskipun relatif lambat. Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 0,71 kasus10.00 penduduk dan angka penemuan kasus
baru sebesar 6,50 kasus per 100.000 penduduk. Angka kejadian dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 6.16
Pada tahun 2016 dilaporkan 16.826 kasus baru kusta 6,5100.000 penduduk dengan 84,19 kasus di antaranya merupakan tipe Multi Basiler MB. Sedangkan menurut jenis
kelamin, 62,47 penderita baru kusta berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 37,53 lainnya berjenis kelamin perempuan.
GAMBAR 6.13 ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA NCDR
TAHUN 2011-2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
0,96 0,91
0,79 0,79
0,79 0,71
8,30 7,76
6,79 6,75
6,73 6,50
2 4
6 8
10
2011 2012
2013 2014
2015 2016
Angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk Angka penemuan kasus baru kusta per 100.000 penduduk
167
Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT
Berdasarkan status eliminasi, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu provinsi yang belum eliminasi dan provinsi yang sudah mencapai eliminasi. Provinsi yang sudah mencapai
eliminasi jika angka prevalensi 1 per 10.000 penduduk. Pada Gambar 6.17 terlihat bahwa dari 34 provinsi, sebanyak 11 provinsi 32,35 termasuk dalam provinsi yang belum
eliminasi. Sedangkan 23 provinsi lainnya 67,65 termasuk dalam provinsi yang sudah eliminasi.
GAMBAR 6.14 PETA ELIMINASI KUSTA PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2015 DAN 2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Di tahun 2016, terdapat penambahan provinsi yang mencapai eliminasi yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Kalimantan Utara. Adapun 11 provinsi yang belum mencapai eliminasi
adalah Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, serta Papua Barat.
b. Angka Cacat Tingkat 2
Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi kasus sejak dini. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru
kusta salah satunya adalah angka cacat tingkat 2. Angka cacat tingkat 2 pada tahun 2016 adalah sebesar 5,27 per 1.000.000 penduduk, menurun dibanding tahun sebelumnya yang
sebesar 6,60 per 1.000.000 penduduk. Berikut ini grafik angka cacat tingkat 2 tahun 2011- 2016.
168
PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016
GAMBAR 6.15 ANGKA CACAT TINGKAT 2 PENDERITA KUSTA BARU PER 1.000.000 PENDUDUK
TAHUN 2012-2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Provinsi dengan angka cacat tingkat 2 tertinggi pada tahun 2016 adalah Maluku Utara 13,49 per 1.000.000 penduduk, Sulawesi Selatan 13,25 per 1.000.000 penduduk dan
Papua 11,85 per 1.000.000 penduduk. Tingginya angka cacat tingkat 2 menunjukkan keterlambatan dalam penemuan kasus di lapangan.
GAMBAR 6.16 ANGKA CACAT TINGKAT 2 KUSTA PER 1.000.000 PENDUDUK
PER PROVINSI TAHUN 2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017 8,40
8,71 6,82
6,33 6,60
5,27 2
4 6
8 10
2011 2012
2013 2014
2015 2016
13,49 13,25
11,85 11,39
10,49 9,56
9,01 7,26
6,27 6,16
5,60 4,79
4,64 4,59
4,50 4,44
3,19 3,00
2,62 2,31
2,25 2,20
1,65 1,46
1,43 1,08
0,78 0,76
0,71 0,57
0,49 0,38
0,00 0,00
5,27
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
MALUKU UTARA SULAWESI SELATAN
PAPUA JAWA TIMUR
MALUKU GORONTALO
BANTEN ACEH
SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA
PAPUA BARAT SULAWESI TENGAH
JAWA TENGAH SULAWESI BARAT
JAWA BARAT KALIMANTAN SELATAN
SUMATERA SELATAN KALIMANTAN UTARA
BENGKULU JAMBI
NUSA TENGGARA BARAT SUMATERA UTARA
KALIMANTAN BARAT DKI JAKARTA
BANGKA BELITUNG RIAU
KALIMANTAN TENGAH SUMATERA BARAT
BALI KALIMANTAN TIMUR
KEPULAUAN RIAU NUSA TENGGARA TIMUR
LAMPUNG DI YOGYA
INDONESIA
Angka cacat tingkat II kusta per 1.000.000 penduduk
169
Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT
c. Proporsi Kusta Multibasiler MB dan Proporsi Penderita Kusta pada Anak
Indikator lain yang digunakan pada penyakit kusta yaitu proporsi kusta MB dan proporsi penderita kusta pada anak 0-14 tahun di antara penderita baru yang
memperlihatkan sumber utama dan tingkat penularan di masyarakat. Proporsi kusta MB dan proporsi pada anak periode 2011-2016 ditunjukkan pada grafik berikut ini.
GAMBAR 6.17 PROPORSI KUSTA MB DAN PROPORSI KUSTA PADA ANAK
TAHUN 2012-2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Proporsi kusta MB periode 2012-2016 tidak banyak berubah berkisar 82-85. Provinsi dengan proporsi kusta MB tertinggi pada tahun 2016 yaitu Kalimantan Tengah
100, Jambi 96,72, Gorontalo 94,35. Sedangkan proporsi kusta anak pada periode yang sama yaitu sekitar 10-12.
Provinsi dengan proporsi kusta pada anak tertinggi yaitu Papua Barat 28,73, Nusa Tenggara Timur 27,96, dan Maluku Utara 23,27.
Datainformasi terkait penyakit kusta menurut provinsi terdapat pada Lampiran 6.12 sampai Lampiran 6.14.
5. Diare
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa KLB yang sering disertai dengan kematian. Pada
tahun 2016 terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar di 3 provinsi, 3 kabupaten, dengan jumlah penderita 198 orang dan kematian 6 orang CFR 3,04.
82,69 83,44
83,48 84,55
84,19
10,78 11,88
11,12 11,22
11,43 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
2012 2013
2014 2015
2016
Proporsi kusta MB Proporsi kusta pada anak
170
PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016
TABEL 6.2 REKAPITULASI KLB DIARE TAHUN 2016
No Provinsi
KabupatenKota Kasus
Kematian CFR
1 NTT
KAB. KUPANG 107
3 2,80
2 JAWA TENGAH
KAB. PORWOREJO 56
3 5,36
3 SUMATERA UTARA
KAB. BINJAI 35
0,00
Total 198
6 3,04
Angka kematian CFR saat KLB diare diharapkan 1. Pada tabel berikut dapat dilihat rekapitulasi KLB diare dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2016. Terlihat bahwa CFR saat
KLB masih cukup tinggi 1 kecuali pada tahun 2011 CFR pada saat KLB sebesar 0,40, sedangkan tahun 2016 CFR diare saat KLB meningkat menjadi 3,04.
TABEL 6.3 REKAPITULASI KLB DIARE DI INDONESIA
TAHUN 2008 – 2016
Tahun Jumlah Provinsi
Jumlah Kejadian Kasus
Kematian CFR
2008 15
47 8.133
239 2,94
2009 14
24 5.756
100 1,74
2010 11
33 4.204
73 1,74
2011 15
19 3.003
12 0,40
2012 17
34 1.625
25 1,53
2013 6
8 633
7 1,11
2014 5
6 2.549
29 1,14
2015 13
21 1.213
30 2,47
2016 3
3 198
6 3,04
Target cakupan pelayanan penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader kesehatan adalah 10 dari perkiraan jumlah penderita diare insidens diare dikali
jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Insidensi diare nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2014 yaitu sebesar 2701.000 penduduk, maka
diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan pada tahun 2016 sebanyak 6.897.463 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas
kesehatan adalah sebanyak 3.198.411 orang atau 46,4 dari target. Rincian menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.11.