Tenaga Kesehatan di Puskesmas

55 Bab III SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

c. Kecukupan Perawat di Puskesmas

Perawat pada puskesmas non rawat inap minimal berjumlah lima orang sedangkan pada Puskesmas rawat inap minimal berjumlah delapan orang. Kondisi ini merupakan standar minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat terpencil. Di Indonesia pada tahun 2016, terdapat 62,04 puskesmas memiliki jumlah perawat lebih dari standar yang ditetapkan, 7,2 puskesmas dengan jumlah perawat cukup, dan 26,2 puskesmas kekurangan perawat. Secara regional, proporsi terbesar puskesmas dengan jumlah perawat cukup dan berlebih terdapat pada regional Sumatera 75,4 dan Kalimantan 72,1. Proporsi terbesar puskesmas yang kekurangan jumlah perawat yaitu regional Jawa – Bali 30,6. GAMBAR 3.6 PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KECUKUPAN PERAWAT DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id dan diolah oleh Pusat Data dan Informasi Jika dilihat persebarannya, provinsi dengan persentase tertinggi puskesmas yang cukup dan berlebih jumlah perawat adalah Kepulauan Bangka Belitung 95,2, Bali 95, dan Jambi 90,3. Provinsi dengan persentase tertinggi puskesmas yang kekurangan jumlah perawat adalah DKI Jakarta 82,9, Papua Barat 37,8, dan Kalimantan Utara 36. Rincian lengkap mengenai persentase puskesmas dengan kecukupan perawat dapat dilihat di Lampiran 3.3. 54,50 59,56 59,61 66,44 69,67 62,04 5,21 9,27 7,27 5,63 5,75 7,20 28,71 30,63 26,72 22,07 19,28 26,17 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 NUSA TENGGARA-MALUKU-PAPUA JAWA-BALI SULAWESI KALIMANTAN SUMATERA INDONESIA Lebih Cukup Kurang 56 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016

d. Kecukupan Bidan di Puskesmas

Jumlah bidan di puskesmas non rawat inap minimal empat orang dan di puskesmas rawat inap minimal tujuh orang. Kondisi ini merupakan standar minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat terpencil. Pada tahun 2016, secara nasional terdapat 70,4 puskesmas memiliki bidan melebihi jumlah standar yang ditetapkan, 4,5 puskesmas sudah cukup bidan, dan 20,5 puskesmas kekurangan bidan. Berdasarkan regional, proporsi terbesar puskesmas yang cukup dan berlebih jumlah bidan terdapat di regional Jawa-Bali 85,75 dan Sumatera 85,7, sedangkan proporsi terbesar puskesmas yang kekurangan bidan terdapat di regional Nusa Tenggara-Maluku-Papua 43,9. GAMBAR 3.7 PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KECUKUPAN BIDAN DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id dan diolah oleh Pusat Data dan Informasi Berdasarkan provinsi, provinsi dengan persentase tertinggi puskesmas dengan jumlah bidan cukup dan berlebih yaitu Sumatera Barat 99,2, Bali 98,3, dan Jambi 96,6. Provinsi dengan persentase tertinggi puskesmas yang kekurangan bidan adalah DKI Jakarta 74,7, Papua Barat 52,9, dan Kalimantan Utara 52. Rincian lengkap mengenai persentase puskesmas dengan kecukupan bidan dapat dilihat di Lampiran 3.3. Analisis kecukupan tenaga kesehatan di puskesmas ini dilakukan berdasarkan standar jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas yang terlampir pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2015 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Hasil analisis ini 39,79 55,63 57,66 83,17 81,56 70,40 4,71 7,66 6,19 2,53 4,19 4,48 43,93 30,31 30,29 9,00 13,71 20,53 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 NUSA TENGGARA-MALUKU-PAPUA SULAWESI KALIMANTAN SUMATERA JAWA-BALI INDONESIA Lebih Cukup Kurang 57 Bab III SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN berdasarkan data yang terkumpul dari dinas kesehatan provinsi dan belum seluruhnya dimutakhirkan.

e. Jumlah Puskesmas yang Memiliki Lima Jenis Tenaga Kesehatan Promotif dan Preventif

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, bahwa tenaga kesehatan di puskesmas tidak hanya tenaga medis tetapi juga tenaga promotif dan preventif untuk mendukung tugas puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Dalam Rencana Strategis Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, salah satu indikator dalam meningkatkan ketersedian dan mutu SDMK sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yaitu jumlah puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan analis kesehatan. GAMBAR 3.8 PERSENTASE PUSKESMAS YANG MEMILIKI LIMA JENIS TENAGA KESEHATAN PROMOTIF DAN PREVENTIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id 3,52 4,64 5,88 6,01 6,45 6,87 8,24 9,14 10,41 10,43 10,58 10,67 12,26 13,85 14,17 14,44 14,89 16,67 18,02 18,86 21,76 22,71 23,44 24,00 24,05 24,84 26,52 26,89 27,27 27,49 29,75 30,46 30,83 53,23 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Maluku Papua Barat Sulawesi Utara Banten Gorontalo Lampung DKI Jakarta Papua Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan Sulawesi Tengah Jawa Barat Sumatera Utara Kalimantan Tengah Maluku Utara Bengkulu Sulawesi Barat Kepulauan Riau Jawa Timur Jawa Tengah Kalimantan Barat Aceh Sulawesi Selatan Kalimantan Utara Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Sumatera Barat Riau Jambi Nusa Tenggara Timur DI Yogyakarta Kalimantan Timur Bali Kepulauan Bangka Belitung 58 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 Pada tahun 2016 terdapat 1.618 puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif dari 9.756 puskesmas yang melaporkan data. Hal ini masih belum memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2016 yaitu sebesar 2.000 Puskesmas. Provinsi dengan persentase tertinggi Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif adalah Kepulauan Bangka Belitung 53,23. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif adalah Maluku 3,52 dan Papua Barat 4,64. Rincian lengkap mengenai jumlah puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif dapat dilihat di Lampiran 3.4.

2. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. Sedangkan menurut pelayanan yang diberikan, rumah sakit terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. GAMBAR 3.9 JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id Perawat; 195.503 Tenaga Penunjang Kesehatan; 179.964 Tanaga Medis; 79.415 Bidan; 42.217 Farmasi; 27.196 Teknik Biomedika; 24.535 Keteknisian Medis; 13.947 Gizi; 8.068 Keterapian Fisik; 5.465 Kesehatan Masyarakat; 5.117 Kesehatan Lingkungan; 3.792 Psikologi Klinis; 1.256 Tenaga Kesehatan Tradisional; 47 59 Bab III SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Total SDMK di rumah sakit pada tahun 2016 adalah 586.522 orang yang terdiri dari 406.558 orang tenaga kesehatan 69,3 dan 179.964 orang tenaga penunjang kesehatan 30,7. Proporsi tenaga kesehatan terbanyak yaitu perawat 33,3 sedangkan proporsi tenaga kesehatan paling sedikit yaitu tenaga kesehatan tradisional sebanyak 0,008. Provinsi dengan jumlah SDMK di rumah sakit terbanyak adalah Jawa Barat 79.046 orang, Jawa Tengah 76.518 orang, dan Jawa Timur 71.980 orang. Provinsi dengan jumlah SDMK di rumah sakit paling sedikit adalah Kalimantan Utara 1.689 orang. Rincian lengkap mengenai jumlah sumber daya manusia kesehatan di rumah sakit dapat dilihat di Lampiran 3.5. Pelayanan spesialis yang ada di rumah sakit di antaranya pelayanan spesialis dasar, spesialis penunjang, spesialis lain, subspesialis, dan spesialis gigi dan mulut. Pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi. Pelayanan spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik. Pelayanan spesialis lain meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik. GAMBAR 3.10 JUMLAH DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id Spesialis Dasar; 21.204 Spesialis lain; 18.422 Spesialis Penunjang; 8.441 Dokter Gigi Spesialis; 1.675 60 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 Total dokter spesialis di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 49.742 orang dengan proporsi terbanyak yaitu dokter spesialis dasar 42,6 dan proporsi paling sedikit yaitu dokter gigi spesialis 3,4. Menurut jenis spesialisasinya, dokter spesialis terbanyak yaitu dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan jumlah 6.387 orang 12,8. Provinsi dengan jumlah dokter spesialis terbanyak adalah Jawa Barat 8.261 orang dan DKI Jakarta 6.465 orang, sedangkan provinsi dengan jumlah dokter spesialis paling sedikit adalah Sulawesi Barat 76 orang dan Kalimantan Utara 89 orang. Rincian lengkap mengenai jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis di rumah sakit dapat dilihat di Lampiran 3.6. Untuk meningkatkan ketersediaan dan mutu SDMK sesuai dengan standar pelayanan kesehatan, Kementerian Kesehatan menetapkan indikator Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase rumah sakit kabupatenkota kelas C yang memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang. Empat dokter spesialis dasar yang dimaksud yaitu dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anak, dokter spesialis penyakit dalam, dan dokter bedah, sedangkan tiga dokter spesialis penunjang yaitu dokter spesialis radiologi, dokter spesialis anestesi, dan dokter spesialis patologi klinik. GAMBAR 3.11 PERSENTASE RUMAH SAKIT KABUPATENKOTA KELAS C YANG MEMILIKI EMPAT DOKTER SPESIALIS DASAR DAN TIGA DOKTER SPESIALIS PENUNJANG MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 18,18 20,00 20,00 25,00 28,57 30,00 33,33 40,00 40,00 41,67 42,86 44,44 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 58,82 60,00 60,71 66,67 71,43 75,00 76,00 100,00 100,00 100,00 100,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 Bengkulu Nusa Tenggara Timur Sulawesi Utara Maluku Maluku Utara Sumatera Selatan Sumatera Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Tenggara Aceh Kalimantan Barat Jambi Kepulauan Riau Papua Barat Riau Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Barat Sumatera Utara Lampung Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Jawa Barat Banten Jawa Timur DI Yogyakarta Papua Kalimantan Timur Jawa Tengah Kepulauan Bangka Belitung Bali Kalimantan Utara Gorontalo 61 Bab III SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Pada tahun 2016 terdapat 45,22 dari rumah sakit kabupatenkota kelas C di Indonesia yang melaporkan data yang telah memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang. Hal ini telah memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2016 yaitu 35. Provinsi dengan persentase tertinggi rumah sakit kabupatenkota kelas C yang telah memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang yaitu Bali, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara, dan Gorontalo sebesar 100. Provinsi yang belum ada rumah sakit kabupatenkota kelas C yang telah memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang adalah Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara. Provinsi DKI Jakarta tidak melaporkan data. Rincian lengkap mengenai rumah sakit kabupatenkota kelas C yang telah memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang dapat dilihat di Lampiran 3.7.

3. Tenaga Kesehatan di Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar 3T

Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, pemerintah menetapkan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar 3T sebagai sasaran utama pembangunan. Penetapan ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 dan Surat Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionalBAPPENAS no 2421Dt.7.2042015. GAMBAR 3.12 KABUPATENKOTA DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN, DAN TERLUAR 3T Sumber: Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 dan Surat Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionalBAPPENAS no 2421Dt.7.2042015 Daerah 3T meliputi 143 kabupatenkota yang berada di 27 provinsi. Pemenuhan SDMK di daerah 3T tidak hanya peran pusat tetapi juga peran dinas provinsi dan kabupatenkota dengan menganalisis kebutuhan wilayahnya dan mengajukannya ke pusat. Daerah 3T 62 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 GAMBAR 3.13 PERBANDINGAN JUMLAH TENAGA KESEHATAN DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, PERAWAT, DAN BIDAN DI DAERAH 3T DENGAN JUMLAH NASIONAL TAHUN 2016 Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2017 http:bppsdmk.kemkes.go.id Jumlah kabupatenkota daerah 3T yaitu 27,8 dari total kabupatenkota. Jika dibandingkan dengan jumlah total SDMK nasional, SDMK di daerah 3T sebesar 13,4 dengan 11,4 dokter umum, 9,3 dokter gigi, 13,8 perawat, dan 16,8 bidan. Provinsi dengan jumlah SDMK di daerah 3T terbanyak yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur dengan 19 jumlah kabupatenkota 3T. Rincian lengkap mengenai jumlah SDMK di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar tahun 2016 dapat dilihat di Lampiran 3.8.

B. RASIO TENAGA KESEHATAN

Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk merupakan indikator untuk mengukur ketersediaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pembangunan kesehatan tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025, target rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada tahun 2019 di antaranya rasio dokter umum 45 per 100.000 penduduk, rasio dokter gigi 13 per 100.000 penduduk, rasio perawat 180 per 100.000 penduduk, dan rasio bidan 120 per 100.000 penduduk. 4.776 1.085 41.003 27.443 41.898 11.717 296.876 163.541 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Bidan 3T Nasional