Kusta PENYAKIT MENULAR LANGSUNG

173 Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT GAMBAR 6.20 INCIDENCE RATE IR CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017 Menurut kelompok umur, proporsi kasus campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi masing-masing sebesar 31,6 dan 25,4. Adapun dari 12.681 kasus campak ternyata hanya 4.466 35,2 yang divaksinasi. Gambar 6.21 berikut memperlihatkan proporsi kasus campak per kelompok umur. Rincian kasus campak per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.19 dan 6.20. 34,0 31,7 29,0 23,8 12,2 9,9 9,8 9,1 7,6 7,5 6,0 5,4 5,1 3,8 2,7 2,1 1,4 1,3 1,3 0,8 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5,0 5 10 15 20 25 30 35 40 Jambi Kepulauan Riau Aceh Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sumatera Selatan Sumatera Barat Jawa Timur Gorontalo Jawa Tengah Lampung Bengkulu Sulawesi Tenggara DKI Jakarta Papua Kalimantan Barat Sumatera Utara Jawa Barat Sulawesi Selatan Bali Nusa Tenggara Barat Riau Kep. Bangka Belitung DI Yogyakarta Banten Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Indonesia 174 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 GAMBAR 6.21 PROPORSI KASUS CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017 Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis. Pada tahun 2016, jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 129 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 1.511 kasus. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2015 dengan 68 KLB dan jumlah kasus sebanyak 831 kasus. Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Sumatera Barat sebanyak 33 kejadian KLB dengan 495 kasus dan 1 orang meninggal. Frekuensi KLB campak tertinggi selanjutnya terjadi di Provinsi Jambi sebanyak 27 KLB dengan jumlah 256 kasus campak dan Sumatera Selatan 14 KLB dengan 125 kasus campak. Tidak ada penderita yang meninggal dari kejadian KLB di dua provinsi tersebut. Frekuensi dan jumlah kasus pada KLB campak menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.21.

3. Difteri

Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak- anak usia 1-10 tahun. Jumlah kasus difteri pada tahun 2016 sebanyak 415 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 24 kasus sehingga CFR difteri yaitu sebesar 5,8. Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan 209 kasus dan Jawa Barat yaitu sebanyak 133 kasus. Dari seluruh kasus difteri, sebesar 51 diantaranya tidak mendapatkan vaksinasi. 1 Tahun 7 1-4 Tahun 25 5-9 Tahun 32 10-14 Tahun 17 ≥ 15 Tahun 19 175 Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT GAMBAR 6.22 SEBARAN KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 Sumber : Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017 Gambaran kasus menurut kelompok umur pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 59 kasus difteri terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun dan 1-4 Tahun. K elo pok u ur 5 tahun memiliki rentang usia yang lebih panjang dibanding kelompok umur lainnya sehingga meskipun proporsinya besar, jika dihitung per umur tunggal, kelompok ini memiliki jumlah kasus yang rendah. Rincian kasus difteri per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6. 23. GAMBAR 6.23 PROPORSI KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017 1 Tahun 2 1-4 Tahun 23 5-9 Tahun 36 10-14 Tahun 11 ≥ 15 Tahun 28 176 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 NP AFP rate 1-1,99 NP AFP rate =2 NP AFP rate 1 No casereport

4. Polio dan AFP Acute Flaccid ParalysisLumpuh Layu Akut

Polio disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf, utamanya menyerang anak balita dan menular terutama melalui fekal-oral. Polio ditandai dengan gejala awal demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di tungkai dan lengan. Pada 1 dari 200 infeksi menyebabkan kelumpuhan permanen biasanya pada tungkai, dan 5- 10 dari yang menderita kelumpuhan meninggal karena kelumpuhan pada otot-otot pernafasan. Indonesia telah berhasil mendapatkan sertifikasi bebas polio bersama negara-negara South East Asia Region SEARO pada tanggal 27 Maret 2014. Saat ini tinggal 2 negara, yaitu Afghanistan dan Pakistan yang masih endemik polio. Setelah Indonesia dinyatakan bebas polio, bukan berarti Indonesia menurunkan upaya imunisasi dan surveilens AFP, upaya pencegahan harus terus ditingkatkan hingga seluruh dunia benar-benar terbebas dari polio. Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut AFP pada anak usia 15 tahun, yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit polio, dalam upaya untuk menemukan adanya transmisi virus polio liar. Surveilans AFP merupakan indikator sensitivitas deteksi virus polio liar. Surveilans AFP juga penting untuk dokumentasi tidak adanya virus polio liar untuk sertifikasi bebas polio. Non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio. Kementerian Kesehatan menetapkan non polio AFP rate minimal 2100.000 populasi anak usia 15 tahun. Pada tahun 2016, secara nasional non polio AFP rate sebesar 1,96100.000 populasi anak 15 tahun yang berarti belum mencapai standar minimal penemuan. GAMBAR 6.24 PENCAPAIAN NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK USIA 15 TAHUN MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 Sumber : Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017