Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing TK-WNA

83 Bab IV PEMBIAYAAN KESEHATAN Distribusi anggaran Kementerian Kesehatan RI menurut unit kerja eselon I menunjukkan bahwa alokasi terbesar terdapat pada Sekretariat Jenderal Setjen sebesar 29,6 trilyun rupiah, sedangkan alokasi terendah pada Inspektorat Jenderal sebesar 105 miliar rupiah. Unit Eselon I dengan persentase realisasi anggaran tertinggi adalah Sekretariat Jenderal Setjen sebesar 96,20, sedangkan realisasi terendah adalah Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Ditjen Kesmas dengan persentase realisasi sebesar 62,23. Data dan informasi mengenai alokasi dan realisasi anggaran Kementerian Kesehatan RI menurut unit eselon I pada tahun 2016 terdapat pada Lampiran 4.3. Dari keseluruhan alokasi anggaran Kementerian Kesehatan yang sebesar 65,66 trilyun rupiah, sebanyak 25,50 trilyun rupiah atau sebesar 38,8 nya merupakan dana untuk peserta Penerima Bantuan Iuran PBI pada Jaminan Kesehatan Nasional JKN. Dana tersebut diwujudkan melalui anggaran belanja bantuan sosial Bansos Kementerian Kesehatan. Selain itu, 41 anggaran Kementerian Kesehatan lainnya dialokasikan untuk belanja barang, 11 lainnya merupakan belanja pegawai, dan sisanya sebesar 9 digunakan untuk belanja modal. GAMBAR 4.3 PERSENTASE ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI BERDASARKAN JENIS BELANJA TAHUN 2016 Sumber : Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2017

B. DANA DEKONSENTRASI DAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN TAHUN ANGGARAN 2016

Sesuai ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan PMK No. 156PMK.072008 sebagaimana telah disempurnakan dengan PMK No. 248PMK.07 untuk mendukung pencapaian pembangunan yang menjadi fokus prioritas nasional, serta meningkatkan peran provinsi dalam kerangka good BELANJA BARANG 41 BELANJA MODAL 9 BELANJA PEGAWAI 11 BELANJA BANSOS 39 84 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 governance dalam mengawal pelaksanaan program kementerianlembaga KL di daerah dan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah melalui KL mengatur pemberian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan. Dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Prinsip pendanaan dekonsentrasi adalah untuk mendanai pelaksanaan tugas dan kewenangan gubernur selaku wakil pemerintah di daerah. Sifat kegiatan yang didanai ialah kegiatan non-fisik seperti sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian. Proses penganggaran dana dekonsentrasi ini melalui beberapa tahapmekanisme, diantaranya adalah : penetapan pagu alokasi dana dekonsentrasi pada masing-masing pemerintah daerah dalam hal ini dinas kesehatan provinsi oleh satuan kerja satker pengampu program di tingkat pusat; pengajuan usulan kegiatan oleh dinas kesehatan provinsi dengan mengacu pada menu dekonsentrasi yang telah ditetapkan sebelumnya; dan pemeriksaan terhadap usulan kegiatan yang dilakukan oleh beberapa unit pusat terkait. Dana dekonsentrasi Kementerian Kesehatan hanya bisa dialokasikan kepada dinas kesehatan provinsi, yang selanjutnya dikelola untuk membiayai kegiatan non fisik yang dimungkinkan melibatkan dinas kesehatan kabupatenkota. Data dan informasi lebih rinci mengenai alokasi dan realisasi dana dekonsentrasi pada tahun 2016 disajikan pada Lampiran 4.4. Pagu dan realisasi dana dekonsentrasi kesehatan menurut provinsi tahun 2016 disajikan pada Gambar 4.4. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa realisasi dana dekonsentrasi paling rendah terdapat pada Provinsi Kalimantan Utara yaitu sebesar 39,25, realisasi terendah ke dua yaitu Provinsi Maluku 43,56. Sedangkan provinsi yang realisasinya paling tinggi yaitu Provinsi Sulawesi Utara sebesar 75,68. Masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terutama mengenai penyebab rendahnya penyerapan anggaran dekonsentrasi pada beberapa provinsi, termasuk di dalamnya analisis mengenai kecukupan alokasi anggaran dekonsentrasi pada setiap program di tiap provinsi itu sendiri. Berdasarkan Permenkes Nomor 82 Tahun 2015, Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan serta Sarana dan Prasarana Penunjang Sub bidang Sarana Prasarana Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016 diberikan kepada daerah untuk membantu mendanai kegiatan bidang kesehatan yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas pembangunan kesehatan nasional tahun 2016. Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, serta Sarana dan Prasarana Penunjang Sub bidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2O16 terdiri atas: a. dana alokasi khusus fisik reguler bidang kesehatan; b. dana alokasi khusus fidik reguler sarana dan prasarana penunjang sub bidang sarana dan prasarana kesehatan c. dana alokasi khusus non fisik bidang kesehatan. 85 Bab IV PEMBIAYAAN KESEHATAN Alur pelaporan DAK bidang kesehatan dilaporkan secara berjenjang mulai dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupatenkota, kemudian dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi, lalu terakhir dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Laporan dikirimkan secara berjenjang, dengan batas waktu pengiriman sebagai berikut. Kepala Puskesmas menyampaikan laporan rutin bulanan capaian program kepada dinas kesehatan kabupatenkota setiap tanggal 5 bulan berikutnya. Kepala dinas kesehatan kabupatenkota menyampaikan laporan rutin bulanan capaian program kepada dinas kesehatan provinsi, setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Kepala dinas kesehatan provinsi menyampaikan laporan rutin bulanan capaian program kepada Kementerian Kesehatan, setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu Kepala SKPD dinas kesehatan kabupatenkota dan RS kabupatenkota menyampaikan laporan triwulan kepada dinas kesehatan provinsi lalu kemudian menyampaikan kompilasi laporan pelaksanaan DAK Bidang Kesehatan di kabupatenkota kepada Menteri Kesehatan. Pada tahun 2016, alokasi DAK non fisik 2016 sebesar Rp 3.344.147.265.400 dengan realisasi sebesar Rp 1.538.763.186.509. Sedangkan alokasi untuk DAK fisik bidang kesehatan tahun 2016 sebesar Rp 6.755.304.980.692. GAMBAR 4.4 REALISASI DANA DEKONSENTRASI KESEHATAN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2017 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 Pagu Anggaran Persentase Realisasi d al am ju taan r u p iah Pe rse n tase 86 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016

C. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Untuk mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi WHA ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan Universal Health Coverage UHC bagi seluruh penduduk, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Nasional JKN. Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, di antaranya adalah melalui PT Askes Persero dan PT Jamsostek Persero yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah pusat memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas dan pemerintah daerah dengan Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesda. Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi atau terbagi- bagi, sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk program Jaminan Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara jaminan sosial. Badan penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut sebagai program JKN. JKN diselenggarakan untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Manfaat JKN terdiri atas dua jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat non- medis. Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulans. Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Untuk pelayanan pencegahan promotif dan preventif, peserta JKN akan mendapatkan pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan yang meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat; imunisasi dasar yang meliputi Baccile Calmett Guerin BCG, Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B DPT-HB, Polio dan Campak; keluarga berencana yang meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi; skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit