Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah

139 Bab V KESEHATAN KELUARGA GAMBAR 5.25 CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI UMUR 0-5 BULAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 Sumber: Pemantauan Status Gizi 2016, Kemenkes RI Mengacu pada target renstra tahun 2016 yang sebesar 42, maka secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan sebesar 54,0 telah mencapai target. Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi umur 0-5 bulan berkisar antara 32,3 Gorontalo sampai 79,9 Nusa Tenggara Timur. Dari 34 provinsi hanya tiga provinsi yang belum mencapai target yaitu Gorontalo, Riau dan Kalimantan Tengah.

2. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6 –59 Bulan

Vitamin A adalah salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak, disimpan dalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari luar tubuh. 32,3 39,7 40,0 42,1 42,5 43,1 43,3 44,1 46,8 47,9 48,1 48,1 48,4 48,4 48,7 49,5 51,9 51,9 52,8 52,9 53,1 53,4 55,0 57,7 59,0 59,9 60,4 61,3 62,7 64,7 70,9 72,8 76,2 79,9 54,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 Gorontalo Riau Kalimantan Tengah Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung Sulawesi Tengah Banten Sumatera Utara Sulawesi Utara DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Barat Bali Kepulauan Riau Maluku Utara Kalimantan Utara Papua Barat Sumatera Barat Kalimantan Barat Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan Aceh Jawa Tengah Sumatera Selatan Maluku Sulawesi Barat Jambi DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat Papua Nusa Tenggara Timur INDONESIA 140 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 140 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 Kekurangan Vitamin A KVA dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh balita serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Kekurangan Vitamin A juga merupakan penyebab utama kebutaan pada anak yang dapat dicegah. Dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015, dinyatakan bahwa untuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian pada balita dengan kekurangan Vitamin A, pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemberian Vitamin A dalam bentuk kapsul vitamin A biru 100.000 IU bagi bayi usia enam sampai dengan sebelas bulan, kapsul vitamin A merah 200.000 IU untuk anak balita usia dua belas sampai dengan lima puluh sembilan bulan, dan ibu nifas. Menurut Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A, pemberian suplementasi Vitamin A diberikan kepada seluruh balita umur 6-59 bulan secara serentak melalui posyandu yaitu; bulan Februari atau Agustus pada bayi umur 6-11 bulan serta bulan Februari dan Agustus pada anak balita 12-59 bulan. GAMBAR 5.26 CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA 6-59 BULAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 Sumber: Pemantauan Status Gizi 2016, Kemenkes RI 75,3 83,4 84,5 85,3 86,5 88,6 88,9 89,0 89,4 89,4 89,7 89,9 90,2 90,3 90,8 90,9 91,2 91,6 91,8 91,9 91,9 92,2 92,4 92,4 92,7 92,9 93,1 93,3 93,4 93,5 93,9 94,4 94,5 95,0 90,1 20 40 60 80 100 Papua Papua Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Maluku Kalimantan Barat Maluku Utara Sulawesi Tengah Sumatera Utara Sulawesi Barat Nusa Tenggara Timur DKI Jakarta Banten Jambi Kalimantan Timur Riau Sulawesi Selatan Kepulauan Bangka Belitung Lampung Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Bali Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan Jawa Tengah Kalimantan Utara Kepulauan Riau Bengkulu Aceh Sumatera Barat Jawa Barat DI Yogyakarta Gorontalo INDONESIA 141 Bab V KESEHATAN KELUARGA Hasil PSG 2016, persentase balita 6-59 bulan di Indonesia yang mendapatkan vitamin A sebesar 90,1 lebih tinggi dari target nasional sebesar 82. Cakupan pemberian Vitamin A pada balita 6-59 bulan tertinggi yaitu Provinsi Gorontalo sebesar 95,0 dan terendah di Papua sebesar 75,3. Persentase balita 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A sebesar 69,1 sedangkan pada balita 12-59 bulan sebesar 93,2. Capaian pemberian Vitamin A pada balita 6-59 bulan menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.22.

3. Penimbangan dan Status Gizi Balita

Penimbangan balita sangat penting untuk deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif sehingga bila berat badan anak tidak naik atau jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi risiko kematian sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan. Tindak lanjut dari hasil penimbangan selain penyuluhan juga pemberian makanan tambahan dan pemberian suplemen gizi. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi yang perlu lebih diperhatikan pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal golden period terutama untuk pertumbuhan janin sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus. Hasil PSG tahun 2016 mendapatkan perse tase balita diti ba g ≥4 kali dalam enam bulan terakhir sebesar 72,4, persentase tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah 90,9 dan terendah provinsi Papua 50,0. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.22. Status gizi balita dapat diukur dengan indeks berat badan per umur BBU, tinggi badan per umur TBU dan berat badan per tinggi badan BBTB. Hasil pengukuran status gizi PSG tahun 2016 dengan indeks BBU pada balita 0-59 bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4, gizi kurang sebesar 14,4 dan gizi lebih sebesar 1,5. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9, gizi kurang sebesar 14,9 dan gizi lebih sebesar 1,6. Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah Nusa Tenggara Timur 28,2 dan terendah Sulawesi Utara 7,2. 142 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 142 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 GAMBAR 5.27 PERSENTASE GIZI BURUK DAN KURANG PADA BALITA 0-59 BULAN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Pemantauan Status Gizi 2016, Kemenkes RI Hasil pengukuran status gizi PSG 2016 dengan indeks BBU pada balita 0-23 bulan mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,1, gizi kurang sebesar 11,8 dan gizi lebih sebesar 1,5. Dibandingkah hasil PSG 2015 juga relatif sama yaitu gizi buruk sebesar 3,2, gizi kurang sebesar 11,9 dan gizi lebih sebesar 1,6. Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah Kalimantan Barat 24,5 dan terendah Sulawesi Utara 5,7. 6,9 6,7 5,0 5,0 5,6 5,0 6,0 5,6 4,5 4,1 3,0 3,8 4,1 4,2 3,7 3,4 1,8 2,0 3,0 2,6 2,1 2,1 2,0 2,4 3,2 2,4 3,0 1,6 2,0 3,1 1,9 1,0 1,3 1,3 3,4 21,3 20,8 20,1 19,7 19,1 19,2 18,2 17,7 17,8 17,7 17,2 16,0 15,4 13,9 14,0 13,9 15,2 15,0 13,9 14,1 13,9 13,8 13,8 13,2 11,9 12,1 11,3 12,4 11,2 10,1 9,3 8,1 7,4 5,9 14,4 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Maluku Papua Barat Gorontalo Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Barat Kalimantan Timur Kalimantan Utara Banten Kepulauan Riau Jawa Timur Maluku Utara Riau Jawa Tengah Aceh Sumatera Barat DI Yogyakarta Sulawesi Tenggara Jambi Papua Jawa Barat DKI Jakarta Lampung Kepulauan Bangka Belitung Sumatera Utara Sumatera Selatan Bali Bengkulu Sulawesi Utara INDONESIA Gizi Buruk Gizi Kurang