191
Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT
historis Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan NTB, dan lima provinsi dibebaskan Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sulawesi Barat.
Kasus kematian karena rabies Lyssa sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 cenderung menurun, namun meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi 118 kematian,
lalu mengalami penurunan pada tahun 2016, yaitu menjadi 76 kematian. Demikian pula dengan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR dan kasus digigit yang diberi Vaksin Anti
Rabies VAR mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu sebesar 56.971 kasus dan 37.102 kasus. Gambar 6.41 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan GHPR, VAR dan kematian
akibat rabies Lyssa.
GAMBAR 6.41 SITUASI RABIES DI INDONESIA
TAHUN 2009 – 2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Kasus GHPR tahun 2016 paling banyak terjadi di Bali yaitu sebanyak 33.103 kasus, diikuti oleh Sulawesi Utara sebanyak 4.135 kasus, dan NTT sebanyak 4.003 kasus. Jumlah
kasus tersebut menurun cukup jauh dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk kematian akibat rabies Lyssa paling banyak terjadi di Sulawesi Utara sebanyak 21 kasus,
diikuti oleh Kalimantan Barat sebanyak 12 kasus, dan Sumatera Utara sebanyak 9 kasus. Provinsi Sulawesi Utara merupakan provinsi dengan kematian akibat rabies tertinggi selama
tiga tahun terakhir, sedangkan provinsi Bali dengan kematian tertinggi kedua tahun 2015 dengan 15 kematian menurun drastis menjadi 5 kematian tahun 2016. Jumlah kasus GHPR,
kasus digigit yang diberi Vaksin Anti Rabies VAR dan kematian akibat rabies lebih lanjut dapat dilihat pada tabel Lampiran 6.29.
45.466 78.574
84.010 84.750
69.136
42.958 80.433
64.774
35.316 63.658
74.331
54.059 54.059
34.095 57.929
42.533
195 206
184
137 119
81 118
86
50 100
150 200
250
10.000 20.000
30.000 40.000
50.000 60.000
70.000 80.000
90.000
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
k e
m atian
Ly ssa
J u
m lah
G H
PR d
an PE
T
GHPR PET
Lyssa
192
PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016
6. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp. Sumber infeksi pada manusia biasanya akibat kontak secara langsung atau tidak langsung dengan
urine hewan yang terinfeksi. Namun, dikarenakan sulitnya diagnosa klinis dan mahalnya biaya pemeriksaan laboratorium, banyak kasus leptospirosis yang tidak terlaporkan.
Terdapat 7 provinsi yang melaporkan adanya kasus leptopirosis tahun 2016 yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten dan Kalimantan
Selatan. Kasus leptospirosis menurun pada tahun 2014-2015, yaitu sebanyak 550 kasus pada
tahun 2014 menjadi 366 kasus pada tahun 2015, namun meningkat drastis pada tahun 2016 sebanyak 833 kasus. Penurunan kasus leptospirosis secara signifikan terjadi di DKI Jakarta
106 kasus pada tahun 2014 menjadi 37 kasus pada tahun 2015, namun meningkat sedikit pada tahun 2016 39 kasus. Sedangkan peningkatan signifikan terjadi di Jawa Timur, yaitu 3
kasus pada tahun 2015, menjadi 468 kasus pada tahun 2016.
TABEL 6.4 DISTRIBUSI KASUS LEPTOSPIROSIS DI 7 PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2014 – 2016
Provinsi Tahun
2014 2015
2016
DKI Jakarta 106
37 39
Jawa Barat 26
2 16
Jawa Tengah 198
149 164
DI Yogyakarta 154
144 114
Jawa Timur 61
3 468
Banten 31
32 Kalimantan Selatan
5
Total 550
366 833
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Angka kematian akibat leptospirosis tertinggi tahun 2016 terjadi di Banten dengan CFR sebesar 21,88. Walaupun jumlah kasus leptospirosis di Banten berjumlah 32 kasus,
namun 7 kasus diantaranya meninggal dunia. Sebaliknya, walaupun kasus leptospirosis di Jawa Timur sangat tinggi 468 kasus, namun angka kematian akibat leptospirosis pada
provinsi tersebut rendah yaitu 2,56. Gambaran jumlah kasus dan jumlah kematian akibat leptospirosis selama delapan tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 6.42.
193
Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT
GAMBAR 6.42 SITUASI LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA
TAHUN 2009 – 2016
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2017
Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 terjadi fluktuasi jumlah kasus leptospirosis. Jumlah kasus tertinggi terjadi pada tahun tahun 2011 lalu menurun sampai
dengan tahun 2015, kemudian meningkat drastis pada tahun 2016. Sementara itu, jumlah kematian akibat leptospirosis bervariasi, namun cenderung tetap pada tahun 2013-2016.
Upaya yang telah dilaksanakan dalam pengendalian leptospirosis antara lain surat edaran kewaspadaan leptospirosis setiap tahunnya; pengadaan Rapid Test Diagnostic RDT
sebagai buffer stock; mendistribusikan media KIE Komunikasi, Informasi, Edukasi seperti buku petunjuk teknis, leaflet, poster, roll banner, dan lain-lain.
7. Antraks
Penyakit antraks disebabkan oleh kuman antraks Bacillus anthracis. Kuman ini dapat membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan hidup
dalam waktu yang lama didalam tanah, sehingga sulit dimusnahkan. Sumber penularan antraks yaitu hewan peliharaan seperti sapi, kerbau, kambing dan domba yang terinfeksi
Bacillus anthracis. Pada tahun 2016 dilaporkan terjadi sebanyak 52 kasus antraks dari 4 provinsi di
Indonesia dengan tidak ada kasus kematian CFR=0. Jumlah kasus ini melonjak drastis dari kasus tahun 2015 yang berjumlah 3 kasus. Gambar 6.43 memperlihatkan kasus antraks
selama delapan tahun terakhir.
335 857
239 640
550 366
833
6,87 9,57
12,13 9,38
11,27 17,76
7,44
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
100 200
300 400
500 600
700 800
900
2009 2011
2012 2013
2014 2015
2016
CF R
Juml ah
Kasu s