Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

118 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 118 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 GAMBAR 5.11 CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF MENURUT JENIS KONTRASEPSI TAHUN 2016 Sumber : Statistik Rutin Desember 2016, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2017 Peserta KB Baru dan KB Aktif menunjukkan pola yang sama dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi seperti yang disajikan pada gambar di atas. Sebagian besar Peserta KB Baru maupun Peserta KB Aktif memilih suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi. Namun demikian perlu diperhatikan tingkat efektifitas suntikan dan pil dalam pengendalian kehamilan dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya. GAMBAR 5.12 CAKUPAN PESERTA KB AKTIF DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Statistik Rutin Desember 2016, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2017 51,53 47,96 23,17 22,81 11,37 11,20 7,23 10,61 4,78 3,23 1,73 3,54 0,18 0,64 20 40 60 KB Baru KB Aktif Suntikan Pil Implan IUD Kondom MOW MOP 63,24 63,73 67,46 69,07 69,19 70,86 71,55 71,62 71,63 71,93 72,30 72,82 74,75 74,77 74,88 76,26 76,83 76,99 77,65 78,09 78,14 78,24 78,58 78,64 79,28 79,64 79,83 80,98 81,01 83,84 83,92 87,03 74,80 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Nusa Tenggara Timur Sumatera Barat DKI Jakarta Kalimantan Timur Maluku Kalimantan Barat Sulawesi Tenggara Riau Sumatera Utara Lampung Sulawesi Selatan Banten Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat Jawa Barat Aceh Jawa Timur Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Jambi Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah DI Yogyakarta Jawa Tengah Gorontalo Bengkulu Kepulauan Riau Bali Papua Barat Sulawesi Utara Kep. Bangka Belitung Maluku Utara Indonesia 119 Bab V KESEHATAN KELUARGA Persentase peserta KB aktif terhadap pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 74,8. Tiga provinsi yang memiliki persentase tertinggi yaitu Maluku Utara sebesar 87,03, Kepulauan Bangka Belitung sebesar 83,92, dan Sulawesi Utara sebesar 83,84. Sedangkan capaian terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 63,24, Sumatera Barat sebesar 63,73, dan DKI Jakarta sebesar 67,46. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. Pasangan Usia Subur bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat-tempat yang melayani program KB. Gambaran mengenai tempat pelayanan KB di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.16 berikut ini. GAMBAR 5.13 PERSENTASE TEMPAT PELAYANAN KB DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber : Statistik Rutin Desember 2016, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2017 Dari sisi ketersediaan jenis tempat pelayanan KB menunjukkan bahwa sebagian besar adalah praktek bidan mandiri. Fasilitas KB ini memiliki proporsi yang sangat besar 52,43. Sedangkan fasilitas KB milik pemerintah memiliki persentase sebesar 16,66. Pemerintah melalui BKKBN dan Kementerian Kesehatan bertanggungjawab terhadap semua jenis fasilitas KB tersebut, tidak hanya kepada fasilitas KB milik pemerintah saja. Hal ini merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dalam implementasi program KB. Faskes KB Pemerintah; 16,66 Faskes KB Swasta; 5,77 Praktek Dokter; 12,99 Praktek Bidan Mandiri; 52,43 Jejaring Lainnya; 12,15 120 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 120 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 Meskipun secara jumlah fasilitas milik pemerintah lebih sedikit dibandingkan praktek bidan mandiri, namun sebagian besar peserta KB baru 58,93 lebih memilih fasilitas milik pemerintah sebagai tempat untuk mendapatkan layanan KB. Dengan tingginya tingkat pemanfaatan masyarakat terhadap fasilitas milik pemerintah maka hal ini bisa menjadi peluang bagi BKKBN dan Kementerian Kesehatan untuk lebih mengendalikan penyelenggaraan program KB. Dari seluruh pasangan usia subur yang menjadi sasaran program KB, terdapat sebagian yang memutuskan untuk tidak memanfaatkan program tersebut dengan berbagai alasan di antaranya ingin menunda memiliki anak atau tidak ingin memiliki anak lagi. Kelompok PUS ini disebut sebagai unmet need. Persentase PUS yang merupakan kelompok unmet need di Indonesia sebesar 12,77. Dari seluruh PUS yang memutuskan tidak memanfaatkan program KB, sebanyak 6,22 beralasan ingin menunda memiliki anak, dan sebanyak 6,55 beralasan tidak ingin memiliki anak lagi. GAMBAR 5.14 PERSENTASE PUS BUKAN PESERTA KB UNMET NEED DI INDONESIA TAHUN 2016 Sumber: Statistik Rutin Desember 2016, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2017 5,69 7,90 8,01 8,71 9,02 9,60 9,69 9,77 9,96 11,59 11,67 11,67 11,78 11,92 12,41 12,46 12,78 12,93 13,17 13,66 14,08 14,48 14,86 15,17 15,54 16,93 17,86 18,39 18,43 18,45 18,54 20,16 31,09 12,77 5 10 15 20 25 30 35 Bali Maluku Utara DI Yogyakarta Kep. Bangka Belitung Sulawesi Utara Jawa Timur Papua Barat Gorontalo Jawa Tengah Bengkulu Jambi Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Aceh Banten Sumatera Utara Kalimantan Barat Lampung DKI Jakarta Riau Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Maluku Sumatera Barat Nusa Tenggara Timur Papua Indonesia 121 Bab V KESEHATAN KELUARGA Semakin rendah angka unmet need dapat mengindikasikan keberhasilan penyelenggaraan program KB. Provinsi Bali memiliki persentase unmet need terendah sebesar 5,69, diikuti oleh Maluku Utara sebesar 7,9, dan DI Yogyakarta sebesar 8,01. Sedangkan Provinsi Papua memiliki angka unmet need tertinggi sebesar 31,09, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 20,16, dan Sumatera Barat sebesar 18,54. Gambaran lebih rinci mengenai pelaksanaan program KB menurut provinsi di Indonesia terdapat pada Lampiran 5.5 sampai dengan Lampiran 5.11.

7. Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia

Indonesia termasuk negara berpenduduk struktur tua, karena persentase penduduk lanjut usia yang telah mencapai di atas 7 dari total penduduk. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Struktur penduduk yang menua tersebut, selain merupakan salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara nasional, sekaligus juga merupakan tantangan dalam pembangunan. Keberhasilan pembinaan kesehatan dengan pendekatan siklus hidup yang dimulai sejak dari seorang ibu mempersiapkan kehamilannya, sampai bayi lahir, balita, anak usia sekolah dan remaja, dewasa, dan pra lanjut usia, akan sangat menentukan kuantitas dan kualitas kehidupan dan kesehatan lanjut usia. Bila pelayanan kesehatan di semua tahapan siklus hidup dilakukan dengan baik, maka dapat dipastikan bahwa kualitas kehidupan di masa lanjut usia akan menjadi lebih tinggi. Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif penuaan, sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia. Selain itu proses degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah hipertensi 57,6, artritis 51,9, stroke 46,1, masalah gigi dan mulut 19,1, penyakit paru obstruktif menahun 8,6 dan diabetes mellitus 4,8. Sementara itu dengan bertambahnya usia, gangguan fungsional akan meningkat dengan ditunjukkan terjadinya disabilitas. Dilaporkan bahwa disabilitas ringan yang diukur berdasarkan kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau Activity of Daily Living ADL dialami sekitar 51 lanjut usia,dengan distribusi prevalensi sekitar 51 pada usia 55-64 tahun dan 62 pada usia 65 ke atas; disabilitas berat dialami sekitar 7 pada usia 55-64 tahun, 10 pada usia 65 –74 tahun, dan 22 pada usia 75 tahun ke atas. Pada dasarnya penyakit yang diderita lanjut usia jarang dengan diagnosis tunggal, melainkan hampir selalu multidiagnosis Sumber Riskesdas 2013. Sekitar 34,6 lanjut usia menderita satu penyakit, sekitar 28 dengan 2 dua penyakit, sekitar 14,6 dengan 3 tiga 122 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 122 PROFIL KESEHATAN INDONESIA Tahun 2016 penyakit, sekitar 6,2 dengan 4 empat penyakit, sekitar 2,3 dengan 5 lima penyakit, sekitar 0,8 dengan 6 enam penyakit, dan sisanya dengan tujuh penyakit atau lebih. Lanjut usia sehat berkualitas, mengacu pada konsep Active Ageing WHO yaitu proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan jiwa sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Sementara pemerintah juga harus memfasilitasi dengan menyediakan fasilitas dan perlindungan yang memadai, keamanan, serta perawatan ketika dibutuhkan. Pelaksanaannya di Indonesia diterjemahkan dalam bentuk pelayanan kesehatan santun lanjut usia baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pemberian pelayanan kesehatan kepada lanjut usia dilakukan mengacu kepada hasil penapisan dan pengelompokan berdasarkan status fungsional, dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : 1 lanjut usia mandiriketergantungan ringan; 2 lanjut usia dengan ketergantungan sedang; dan 3 lanjut usia dengan ketergantungan berat dan total. Setiap kelompok mendapat intervensi program tertentu. Kelompok lanjut usia mandiri dan lanjut usia dengan ketergantungan ringan, mengikuti kegiatan di kelompok lanjut usia secara aktif. Untuk lanjut usia dengan ketergantungan sedang, dan lanjut usia dengan ketergantungan berat dan total mendapatkan intervensi program layanan home care atau dirujuk ke puskesmasrumah sakit. Pelayanan kesehatan yang diberikan baik di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan akan disesuaikan dengan kebutuhan kondisi kesehatan lanjut usia sesuai pengelompokan tersebut di atas. Khusus untuk lanjut usia yang sehat harus diberdayakan agar dapat tetap sehat dan mandiri selama mungkin. Berdasarkan hasil Risfaskes 2011, diperoleh data bahwa jumlah Puskesmas yang melaksanakan program pelayanan kesehatan komprehensif bervariasi antar provinsi, dengan angka rata-rata nasional sekitar 42,3, dan proporsi tertinggi ditemukan di Provinsi DIY yaitu 71,9. Khusus untuk pelayanan kesehatan pada lanjut usia, yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan komprehensif adalah pelayanan kesehatan secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yangdilaksanakan mulai dari tingkat keluarga dan masyarakat Poksila dan home care, sampai ke fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Berdasarkan data Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar tahun 2015, jumlah puskesmas yang telah melaksanakan pelayanan kesehatan santun lanjut usia adalah 824 puskesmas atau sekitar 10 dari jumlah puskesmas seluruhnya. Pada tahun 2016, jumlah puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang santun lansia sebesar 2.432 puskesmas atau sebesar 24,84 dari jumlah Puskesmas seluruhnya. Capaian ini sudah memenuhi target Renstra Kemenkes sebesar 20. 123 Bab V KESEHATAN KELUARGA Untuk pelayanan di masyarakat, Kelompok Lanjut Usia yang dibina oleh puskesmas, mencapai 76.547 Kelompok dan tersebar di semua provinsi. Pada tingkat pelayanan kesehatan rujukan, rumah sakit rujukan dengan Klinik Geriatri Terpadu terdapat di 10 rumah sakit di 8 provinsi yaitu DKI Jakarta RSCM, Jawa Barat RS Hasan Sadikin-Bandung, Jawa Tengah RSUP Karyadi-Semarang dan RSUD Moewardi-Solo, Yogyakarta RSUD Sardjito, Jawa Timur RSUD Soetomo-Surabaya dan RSU Syaiful Anwar-Malang, Bali RSUP Sanglah- Denpasar, Sulawesi Selatan RSUP Wahidin-Makasar dan Sumatera Utara RSUP Adam Malik-Medan. Beberapa rumah sakit lain telah mulai berproses untuk memiliki poliklinik khusus geriatri. Mengingat penanganan pasien geriatri sangat kompleks, maka dibutuhkan Pelayanan Kesehatan Geriatri Komprehensif preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif dengan pendekatan holistik oleh tim terpadu. Pelayanan tersebut diselenggarakan secara berjenjang Geriatric Health Continuum Care, mulai dari pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan lanjut usia di fasilitas kesehatan telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 tahun 2014 tentang Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Lanjut Usia di puskesmas. Perencanaan pelayanan kesehatan harus dirancang berdasarkan kondisi lanjut usia dan pola pelayanan yang dibutuhkan, mengacu pada pilihan sarana pelayanan kesehatan yang diakses lanjut usia dalam mencari pengobatan. Data lanjut usia dengan tempat berobat menunjukkan bahwa proporsi terbesar 33,71 berobat ke tenaga kesehatan, diikuti dengan yang berobat ke praktek dokter 31,70, ke puskesmaspustu 27,05, ke rumah sakit pemerintah 7,83 dan rumah sakit swasta 5,12 Susenas 2014. Sebagai sasaran pelayanan kesehatan, yang harus diperhatikan pada lanjut usia adalah bahwa penyakit kronis dan kecacatan di usia tua mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan dan merupakan tantangan bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah secara nasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan intervensi sejak dini sesuai dengan tahapan siklus hidup, agar ketika memasuki masa lanjut usia, mereka tidak sakit-sakitan, lemah, dan kurang mandiri. Untuk mewujudkan lanjut usia sehat berkualitas, harus dilakukan pembinaan kesehatan sedini mungkin dan selama siklus hidup manusia sampai memasuki masa lanjut usia dengan meminimalkan faktor risiko yang harus dihindari dan memaksimalkan faktor protektif yang dapat melindungi dan meningkatkan status kesehatan. Salah satu upaya untuk memberdayakan lanjut usia di masyarakat adalah melalui pembentukan dan pembinaan Kelompok Lanjut Usia yangdi beberapa daerah disebut dengan Kelompok Usia Lanjut Poksila, Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia Posyandu Lansia atau Pos Pembinaan Terpadu Lanjut Usia Posbindu Lansia. Pelaksanaan Kelompok