Kelengkapan Kisah Pembai'atan Ali bin Abi Thalib ra. 947

Kelengkapan Kisah Pembai'atan Ali bin Abi Thalib ra. 947

Nash-nash yang dinukil oleh al-Imam Ibnu Katsir dari ath-Thabari dan sejarawan lainnya menegaskan keabsahan bai'at khalifah rasyid yang ke-empat Ali bin Abi Thalib ra. . Pembai'atan beliau berlangsung atas dasar persetujuan ahlul halli wal aqdi di Madinah. Kemudian wilayah-wilayah Islam lainnya turut membai'at beliau kecuali penduduk Syam yang menahan bai'at hingga dilakukannya qishash terhadap pembunuh Utsman

Imam Ahmad telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih 948 dari Muhammad bin al-Hanafiyah, ia berkata, "Aku bersama Ali saat Utsman di-

945 Yang benar, semua sahabat yang disebutkan di sini telah membai'at Ali, namun mereka mengasingkan diri dan tidak

terlibat dalam berbagai peristiwa. Akhir dari perkataan al-Waqidl justru meninjukkan batalnya ucapannya yang pertama, karena tiga orang dari yang ia sebutkan itu termasuk sahabat dari kalangan Anshar.

946 947 Tarikh ath-Thabari, 41422. Ini adalah judul tambahan yang tidak terdapat dalam naskah asli. 948 Fadhailash-Shahabah, lISTi, muhaqqiqnya berkata, Sanadnya shahih.

kepung, lalu datanglah seorang lelaki dan berkata, 'Sesungguhnya Amirul Mukminin telah terbunuh.' Kemudian datang lagi lelaki lain dan berkata, 'Sesungguhnya Amirul Mukminin baru saja terbunuh.'

Ali segera bangkit namun aku cepat menengahinya karena khawatir akan keselamatan beliau. Beliau berkata, 'Celaka kamu ini!' Ali segera menuju kediaman Utsman dan ternyata beliau telah terbunuh. Beliau pulang ke rumah lalu

mengunci pintu. 949 Orang-orang mendatangi beliau sambil menggedor-gedor pintu lalu

menerobos masuk menemui beliau. Mereka berkata, 'Lelaki ini (Utsman) telah terbunuh. Sedang orang-orang harus punya khalifah. Dan kami tidak tahu ada orang yang lebih berhak daripada dirimu.'

Ali berkata, 'Tidak, kalian tidak menghendaki diriku, menjadi wazir bagi kalian lebih aku sukai daripada menjadi amir.'

Mereka tetap berkata, 'Tidak, demi Allah kami tidak tahu ada orang lain yang lebih berhak daripada dirimu.'

Ali berkata, 'Jika kalian tetap bersikeras, maka bai'atku bukanlah bai'at yang rahasia. Akan tetapi aku akan pergi ke masjid, barangsiapa ingin mem-bai'atku maka silakan ia membai'atku.'

Ali pun pergi ke masjid dan orang-orang pun membai'at beliau." Ahlu Sunnah wal Jama'ah berdalil dengan hadits Safinah dalam mene-tapkan

khilafah empat orang khalifah. Hadits itu berbunyi: " Khilafah Nubuwwah tiga puluh tahun, kemudian Allah memberikan kerajaan

bagi yang dikehendakiNya." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad dalam Musnadnya. 950

Sa'id bin Jumhan, perawi hadits Safinah, berkata, "Kemudian Safinah berkata kepadaku, 'Coba simak, khilafah Abu Bakar dua tahun, khilafah Umar sepuluh tahun, khilafah Utsman dua belas tahun dan khilafah Ali enam tahun."

Ibnu Asakir 951 meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada al-Maimuni, ia berkata, Aku mendengar Imam Ahmad bin Hambal ditanya, "Bagaimana sikap

anda tentang khilafah?" Beliau menjawab, "Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali." Si penanya balik bertanya, "Sepertinya anda berdalil dengan hadits Safinah." Beliau menjawab, "Aku berdalil dengan hadits Safinah dan dalil lain. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman, aku lihat Ali tidak digelari Amirul Mukminin, tidak memimpin Jum'at dan melaksanakan hudud. Lalu aku lihat setelah terbunuhnya Utsman beliau melakukan hal tersebut."

Aku katakan, "Karena pada masa itu hal tersebut wajib ia lakukan (sebagai

949 Dapat digabungkan antara riwayat ini dengan riwayat sebelumnya yang menyebutkan bahwa beliau bersembunyi di rumah seorang sahabat Anshar, yaitu mereka mendatangi Ali berulang kali.

950 Diriwayatkan oleh Abu Dawud 4646, at-Tirmidzi 2226, Ahmad dalam Musnad, 5/220 dan telah dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam Silsilah al-ahadits ash-Shahihah hadits nomor 460.

951 Tarikh Dimasyq, 12/354.

khalifah) yang sebelumnya tidak wajib ia lakukan (karena belum menjadi khalifah)."

Coba lihat bagaimana Imam Ahmad menyebutkan urutan Khulafa'ur Rasyidin yang empat berdasarkan hadits Safinah dan berdasarkan realita yang terjadi. Sebagaimana beliau membantah perkataan orang-orang yang menetapkan khilafah Ali langsung setelah wafatnya Rasulullah saw.."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 952 berkata, "Imam Ahmad dan ulama lainnya bersandar kepada hadits ini dalam menetapkan khilafah Khulafa'ur Rasyidin yang

empat. Demikian Imam Ahmad menegaskannya. Beliau berdalil dengan hadits tersebut dalam membantah pendapat orang yang tidak menetapkan khilafah Ali dengan alasan kaum muslimin tidak seluruhnya menyepakatinya. Sampai-sampai Imam Ahmad berkata, "Barangsiapa tidak ridha kepada kekhalifahan Ali maka ia lebih sesat daripada keledai piara-annya." Beliau juga melarang menikahkan orang seperti ini. Masalah ini telah disepakati di kalangan fuqaha', ulama Ahlu Sunnah dan ahli ma'rifah dan tasawuf, dan merupakan madzhab jumhur kaum muslimin. Hanya saja seba-gian pengikut hawa nafsu dari kalangan ahli kalam menyelisihinya. Seperti kaum Rafidhah yang menolak khilafah tiga orang khalifah (Abu Bakar, Umar dan Utsman) atau kaum Khawarij yang menolak khilafah Utsman dan Ali atau kaum Nawashib yang menolak khilafah Ali atau sebagian orang jahil yang tidak menentukan sikap terhadap khilafah Ali."

Di tempat lain Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan nash Imam Ahmad yang memvonis bid'ah orang-orang yang tidak menentukan sikap terhadap khilafah Ali.

Dalam kitab ash-Shawa'iqul Muhriqah 953 dinukil pernyataan Abul Ma'ali al- Juwaini sebagai berikut, "Tidak perlu diperhatikan perkataan yang menyebutkan,

'Tidak ada kesepakatan atas kekhalifahan Ali!' Karena kedu-dukan beliau itu tidak dapat dipungkiri. Hanya saja api fitnah berhembus karena masalah-masalah lain."

Saya katakan, "Para sahabat yang tidak ikut serta bersama beliau dalam peperangan tidaklah menolak kekhalifahan beliau. Mereka tidak ikut serta karena menghindari pertumpahan darah dengan ahli kiblat. Dan juga nash-nash syar'i menyatakan bahwa menahan diri saat terjadi fitnah (pertumpahan darah di antara kaum muslimin) lebih baik daripada yang melibatkan diri ke dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil perkataan Ibnu Hamid sebagai berikut, "Rekan-rekan kami sepakat bahwa andaikata Ali menahan diri dari peperangan tentu lebih baik baginya. Hal ini terlihat jelas dari kegusarannya terhadap peperangan tersebut dan kejemuan beliau terhadapnya, serta bolak baliknya putera beliau, yakni al-Hasan, berkonsultasi kepada beliau dalam masalah ini. Dan juga perkataan beliau, 'Sungguh mulia kedudukan yang dipilih oleh Sa'ad bin Malik dan Abdullah bin Umar, apabila baik maka se-sungguhnya pahalanya

sangatlah besar, apabila dosa maka kesalahannya adalah ringan." 954 Namun demikian para imam as-Sunnah dan ulama hadits tidak ragu bahwa

952 953 MajmW' Fatawa, 35/18-19. Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab ash-ShawaaiquI Muhriqah halaman 184 954 Majmu' Fatawa, 4/439

Ali lebih layak dikatakan berada dipihak yang benar dan lebih dekat kepada kebenaran seperti yang disebutkan dalam nash-nash." 955

Saya akhiri pembahasan ini dengan sebuah faidah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 956 , beliau berkata, "Suatuhal yang mesti diketahui

bahwa meskipun sikap yang paling tepat adalah menahan diri dari membicarakan pertikaian yang terjadi di antara sahabat, memohon ampunan bagi kedua belah pihak dan tetap loyal kepada mereka semua, namun tidak wajib meyakini bahwa kedua belah pihak hanyalah mujtahid yang berijtihad seperti halnya ulama. Namun di antara mereka ada yang berdosa dan ber-salah, di antara mereka ada yang keliru dalam berijtihad karena unsur hawa nafsu. Namun apabila kesalahan itu dibandingkan dengan kebaikanyang sangat banyak maka diampuni dan tidak memberi pengaruh. Ahlu Sunnah mengucapkan kata-kata yang baik kepada para sahabat dan mendoakan kebaikan dan ampunan untuk mereka. Tanpa meyakini mereka ma'shum dari dosa dan kesalahan dalam berijtihad, kecuali Rasulullah saw. seorang. Adapun selain beliau bisa saja jatuh dalam dosa dan kesalahan. Akan tetapi mereka adalah seperti yang Allah sebutkan dalam al-Qur'an:

"Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka." (Al- Ahqaf: 16).

Khutbah Khilafah

Khutbah pertama yang disampaikan oleh Ali ra. adalah, setelah meng- ucapkan puja dan puji bagi Allah semata beliau berkata,

"Sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab yang memberi petunjuk, Allah menjelaskan di dalamnya kebaikan dan keburukan. Lakukanlah perkara- perkara yang baik dan tinggalkanlah perkara-perkara yang buruk. Sesungguhnya Allah telah menetapkan sejumlah hak dan Allah mengutamakan hak seorang muslim daripada hak-hak yang lainnya. Allah mengokohkan hak-hak kaum muslimin dengan ikhlas dan tauhid. Seorang muslim yaitu yang dapat terhindar sekalian kaum muslimin dari gangguan tangan dan lisannya kecuali karena alasan yang haq. Tidak boleh menyakiti muslim kecuali dengan alasan yang benar. Segerakanlah urusan orang banyak dan urusan khusus masing-masing kamu adalah maut. Sesungguhnya dihadapan kamu adalah manusia-manusia sementara dibelakang kamu adalah hari Kiamat yang meng-giring kamu. Manusia-manusia itu mati dan kamu menyusul mereka. Sesungguhnya manusia menunggu hari akhirat mereka. Maka bertakwalah kepada Allah terhadap hamba Allah dan negeri mereka. Sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban hingga atas tanah dan hewan ternak kalian. Taatilah Allah, janganlah durhaka terhadapNya. Jika kalian melihat kebaikan, ambillah ia. Dan jika kalian melihat keburukan, tinggalkanlah ia. Sesungguhnya Allah berfirman,

" Dan ingatlah (liai para muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi

955 Majmu'Fatawa, 4/439 956 Majmu' Fatawa, 4/434.

tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolonganNya dan diberiNya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. Hai orang-orang beriman, janganlah kamu, mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhia-nati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Al-Anfal: 26-27)." 957

957 Silahkan lihat Tarikh ath-Thabari, 4/436 dan a/-Kam/7 karanqan Ibnul Atsir, 3/194.