Indeks Tingkat Daya Beli

oleh keturunan-keturunan mereka, dengan landasan anggapan bahwa hanya dengan membaca dan menulis saja sudah cukup bekal untuk mencari penghasilan. Penomena ini kebanyak terjadi di daerah pedesaan yang penduduknya banyak bekerja di sektor agraris atau sektor primer lainnya yang tidak memerlukan keahlian khusus yang didapat dari pendidikan formal. Namun, keyakinan tersebut sedikit demi sedikit mulai terkikis. Berbeda dengan indeks kelangsungan hidup dimana terdapat kesenjangan yang makin lebar antara angka Kabupaten Lebak dengan Provinsi Banten, pada indeks pengetahuan tidak terlihat adanya pola kesenjangan yang semakin melebar. Bahkan sejak tahun 2002, terdapat pola yang menyempit, sehingga hal tersebut menunjukan bahwa telah terjadi percepatan indeks pengetahuan, walau secara skala masih jauh dari harapan.

6.4.3 Indeks Tingkat Daya Beli

Untuk mengukur standar hidup layak, data PDRB per kapita buknlah ukuran yang peka untuk mengukur tingkat daya beli Purchasing Power ParityPPP penduduk, sehingga tidak dapat digunakan. Pada perhitungan IPM digunakan konsumsi riil perkapita yang telah disesuaikan, sehingga angkanya diharapkan lebih mendekati untuk mengukur kemampuan daya beli penduduk. Nilai indeks tingkat daya beli menggambarkan besar kecilnya kemampuan daya beli penduduk. Diharapkan dengan semakin besarnya tingkat daya beli maka kesejahteraan penduduk semakin membaik. Indeks daya beli penduduk PPP atau konsumsi riil perkapita penduduk Kabupaten Lebak tahun 2008 sebesar 61,30 yang berarti tingkat daya beli penduduk Lebak 61,30 persen dari daya beli maksimal di Indonesia. Dalam nilai uang, nilai tersebut setara dengan Rp. 625.100 pada tahun 2008. Nilai indeks daya beli Kabupaten Lebak pada tahun 2008 sama dengan nilai indeks daya beli Provinsi banten pada tahun yang sama. Indikasinya adalah bahwa kemampuan daya beli yang sama antara penduduk Lebak dengan penduduk kabupatenkota lainnya di Provinsi Banten. Tentu saja hal ini menunjukan bahwa ada peluang untuk perbaikan di bidang investasi human capital karena secara ekonomi memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan daerah lain. Angka yang relatif sama pada tingkat daya beli namun memiliki perbedaan jauh dalam bidang pengetahuan dan kesehatan dibandingkan kabupatenkota lain di Provinsi Banten memberikan gambaran bahwa sebagian besar pendapatan yang dihasilkan hanya digunakan untuk keperluan konsumsi. Tabel 32 Perkembangan Pengeluaran Riil Per Kapita dan Indeks Daya Beli Kabupaten Lebak dan Rata-Rata Provinsi Banten, Tahun 2002-2008 Tahun Pengeluaran RiilKapita 000 Indeks daya beli Kab. Lebak Prov Banten Kab. Lebak Prov. Banten 2002 581.9 608.7 51.28 57.47 2003 586 611.7 52.23 58.17 2004 615.4 621.3 59.02 60.39 2005 618.6 619.2 59.76 59.9 2006 620.13 619.99 60.12 60.08 2007 620.4 621 60.18 60.32 2008 625.1 625.3 61.3 61.3 Sumber : Bappeda Kab. Lebak, Tahun 2009 Apabila dilihat perkembangan dari tahun sebelumnya, pengeluaran riil per kapita mengalami kenaikan yang cukup berarti, yaitu Rp. 620.400 pada tahun 2007 menjadi Rp. 625.100, naik sebesar 0,76 persen. Meskipun peningkatan ini tampaknya diakibatkan oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang makin membaik namun ada kekhawatiran bahwa kenaikan daya beli penduduk dipengaruhi oleh inflasi, terutama inflasi di sektor perdagangan yang naik dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 11,50 persen pada tahun 2008 dibandingkan 7,27 persen pada tahun 2007. Sehingga kenaikan daya beli di Kabupaten Lebak sebagian besar hanya digunakan untuk pemenuhan konsumsi primer saja, belum memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya pendidikan dan kesehatan.

6.4.4 Indeks Pembangunan Manusia