7.1.6 Analisis Tipologi Klassen
Tipologi Klassen adalah suatu cara untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dari masing-masing daerah. Tipologi
Klassen menggunakan data terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita, sehingga dapat dijelaskan struktur ekonomi suatu wilayah berdasarkan
daerah referensinya. Tabel 39 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lebak Tahun 2005-
2009
Indikator Pembangunan Jumlah
LPE Kabupaten Tahun 2005
15,97
PDRB Kabupaten Tahun 2005
Rp. 4.869.177.000.000
LPE Kabupaten Tahun 2009
7,77
PDRB Kabupaten Tahun 2009
Rp. 7.273.939.000.000
LPE Rata-rata Kabupaten Tahun 2005-2009
11,672
PDRB rata-rata Kabupaten Tahun 2005-2009
Rp. 6.072.067.000.000 Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Tabel 47, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lebak cukup tinggi pada tahun 2005, yakni 15.97 persen,
kemudian turun menjadi 7.77 persen di tahun 2009. Secara rata-rata selama lima tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi berada pada angka 11.672 persen.
Angka ini menunjukan trend pertumbuhan ekonomi ke arah negatif. Untuk tingkat kecamatan, secara umum seluruh kecamatan mengalami pertumbuhan ekonomi
yang sangat fluktuatif. Pada tahun 2005, terdapat dua kecamatan yang laju pertumbuhan ekonomi
dan PDRB-nya di atas rata-rata kabupaten daerah cepat maju dan cepat tumbuh yakni Kecamatan Bayah dan Kecamatan Cileles. Kemudian, Kecamatan Cikulur
adalah kecamatan yang berkembang pesat. Terdapat dua kecamatan maju tapi tertekan yakni Rangkasbitung dan Wanasalam. Sedangkan 23 kecamatan lainnya
adalah kecamatan yang relatif tertinggal karena memiliki angka laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB kecamatan di bawah rata-rata Kabupaten Lebak. Ilustrasi
persebaran Matriks Klassen kecamatan di Kabupaten Lebak secara jelas dapat dilihat pada Gambar 28.
Tabel 40 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Lebak tahun 2005-2009
No. Nama
Kecamatan LPE
Kecamatan Tahun 2005
LPE Kecamatan
Tahun 2009
LPE Rata- rata
Kecamatan Tahun
2005-2009 PDRB
Kecamatan Tahun 2005
PDRB Kecamatan
Tahun 2009 PDRB Rata-
rata Kecamatan
Tahun2005- 2009
1 Malingping
3.33 5.73
2.86 4,692,340
6,231,752 5,426,432
2 Wanasalam
7.94 2.62
3.084 5,253,890
6,999,367 6,105,802
3 Panggarangan
-5.36 2.57
-6.882 3,597,241
5,339,121 4,419,415
4 Bayah
17.39 3.19
4.494 4,950,201
6,366,471 5,542,955
5 Cilograng
10.24 2.03
5.722 4,105,052
6,154,197 5,199,943
6 Cibeber
-0.47 6.35
3.088 4,843,053
6,301,753 5,552,416
7 Cijaku
-4.89 4.69
-7.366 4,622,437
6,064,796 5,450,304
8 Banjarsari
-1.44 3.43
0.944 4,572,454
5,947,938 5,214,329
9 Cileles
22 3.27
6 5,013,113
5,826,545 5,515,602
10 Gunung Kencana
12.93 3.97
3.838 4,419,763
5,600,252 4,880,737
11 Bojongmanik
0.4 3.32
-8.048 3,134,037
5,001,081 3,890,488
12 Leuwidamar
8.7 4.83
3.772 3,644,373
4,786,642 4,171,513
13 Muncang
4.36 4.55
5.062 2,775,127
4,498,654 3,561,610
14 Sobang
6.25 5.3
5.362 2,687,971
4,196,169 3,423,039
15 Cipanas
4.25 4.23
-2.19 3,827,946
5,459,732 4,657,477
16 Sajira
-12.34 4.3
-1.204 3,906,912
4,814,269 4,296,329
17 Cimarga
-6.73 4.31
2.37 2,900,458
4,022,203 3,524,888
18 Cikulur
18.95 5.35
5.462 3,421,979
4,489,416 3,875,760
19 Warunggunung
12.96 6.12
5.058 3,565,700
4,917,800 4,182,139
20 Cibadak
6.44 4.37
3.994 3,852,785
5,029,622 4,516,722
21 Rangkasbitung
3.75 3.85
0.906 5,699,750
8,489,861 7,231,485
22 Maja
-5.04 0.22
2.2 2,964,049
4,356,473 3,691,703
23 Curugbitung
5.58 3.32
7.054 3,381,457
5,737,104 4,620,497
24 Kalang Anyar
2.88 0.576
8,398,530 3,247,105
25 Lebak Gedong
3.66 0.732
5,449,567 2,043,000
26 Cirinten
2.53 1
4,910,629 1,792,315
27 Cigemblong
2.38 6,056,528
2,300,898 28
Cihara 2.03
4,212,621 1,633,292
Sumber : BPS Kabupaten Lebak , Tahun 2010
Penyebab ketertinggalan sebagian besar kecamatan di Kabupaten Lebak disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adalah faktor geografis, dimana
sebagian besar kecamatan berada di wilayah selatan kabupaten yang sulit terjangkau. Kedua, adalah faktor dominasi pertanian sebagai mata pencaharian
dan sumber pendapatan masyarakat, sehingga nilai tambahnya cukup rendah. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian primer yang
secara nilai tambah sangatlah rendah. Ketiga, adalah faktor aksesibilitas transportasi yang tidak didukung oleh jalan yang layak, sebagian besar jalan
utama menuju kecamatan rusak sehingga menghambat investasi. Untuk bisa mengakses wilayah paling selatan atau terjauh di Lebak apabila diukur melalui
Rangkabitung memerlukan waktu tempuh kurang lebih 8 jam dengan kondisi jalan yang rusak sangat parah. Pada akhirnya, proses pembangunan pun berjalan
lambat dan wilayah semakin tertinggal karena perkembangan investasi di Lebak masih jauh dari harapan.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010 Gambar 27 Matriks Tipologi Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2005
Berbagai macam penyebab ketertinggalan di atas, seharusnya dapat menjadi titik tolak Lebak untuk menjadi lebih maju. Karena di balik segala
kekurangan dan hambatan, sebetulnya terdapat peluang baik dalam hal geografis, dan dominasi sektor pertanian dalam struktur perekonomiam maupun dari
buruknya aksesibilitas. Apabila Pemkab Lebak segera menjadikan pertanian sebagai ujung tombang pembangunan yang mengarah kepada agroindustri dari
hulu hingga hilir serta didukung dengan perbaikan aksesibilitas tentu akan memberikan sumbangan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.
Struktur ekonomi berdasarkan matrik Tipologi Klassen di tahun 2009 mengalami perubahan yang cukup drastis menuju ke arah negatif atau memburuk.
Hal tersebut disebabkan oleh depresi dan goncangan ekonomi pada tahun periode tahun 2007-2008, sehingga sebagian besar kecamatan mengalami laju
pertumbuhan ekonomi yang negatif. Hal tersebut terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB tiap kecamatan dan tercatat bawah hanya ada dua kecamatan
yang dianggap maju namun tertekan, yakni Kecamatan Rangkasbitung dan
-15 -10
-5 5
10 15
20 25
1.000.000 2.000.000
3.000.000 4.000.000
5.000.000 6.000.000
La ju P
e rt
um buha
n E k
o no
m i
PDRB per Kapita Rupiah
Low Growth, Low Income High Growth, Low Income
Low Growth, High Income
High Growth, High Income
Kalang Anyar. Kecamatan-kecamatan lainnya masih berada pada kuadran III dari Tipologi Klassen.
Tabel 41 Ringkasan Matriks Tipologi Daerah Klassen Kabupaten Lebak Tahun
2005
PDRB per kapita y Laju Pertumbuhan r
y
i
y y
i
y r
i
HGLI
High growth but low income daerah berkembang cepat
r 1. Cikulur
HGHI
High growth and high income daerah cepat maju dan cepat
tumbuh
1. Bayah 2.
Cileles r
i
LGLI
Low growth and low income daerah relatif tertinggal
r LGHI
High income but low growth daerah maju tapi tertekan
1. Rangkasbitung 2. Wanasalam
1. Malingping 2. Panggarangan
3. Cilograng 4. Cibeber
5. Cijaku 6. Banjarsari
7. Gunung Kencana 8. Bojongmanik
9. Leuwidamar 10. Muncang
11. Sobang 12. Cipanas
13. Sajira 14. Cimarga
15. Warunggunung 16. Cibadak
17. Maja 18. Curugbitung
19. Kalang Anyar 20. Lebak Gedong
21. Cirinten 22. Cigemblong
23. Cihara
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010 Kecamatan Kalang Anyar sebelumnya adalah kecamatan hasil pemekaran
dari kecamatan Rangkasbitung, sehingga sangat wajar jika kecamatan ini termasuk sebagai daerah yang maju tapi tertekan. Sebanyak 26 kecamatan lainnya
di tahun 2009 termasuk pada kuadran III Tipologi Klassen atau masih terjebak ke dalam bagian dari daerah-daerah yang relatif tertinggal, karena memiliki laju
pertumbuhan ekonomi dan PDRB kecamatan di bawah rata-rata kabupaten. Secara terperinci, struktur penyebaran ekonomi kecamatan tahun 2009 menurut
Tipologi Klassen dapat dilihat pada Gambar 28.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010 Gambar 28 Matriks Tipologi Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2009
Secara rata-rata, dalam rentang tahun 2005-2009, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lebak berdasarkan Tipologi Klassen masih berada di tingkat bawah.
Dimana hampir 90 persen kecamatan yang ada di Lebak merupakan kecamatan yang relatif tertinggal. Hanya kecamatan Rangkasbitung dan Wanasalam saja
yang berada pada level lebih baik, dimana dapat dikatakan sebagai daerah maju tetapi tertekan karena memiliki pendapatan tinggi tapi pertumbuhan yang rendah.
Kecamatan di Kabupaten Lebak yang berada pada posisi tertinggal terlihat kesulitan untuk mampu keluar dari lingkaran ketertinggalan. Hal tersebut
menunjukan strategi yang digunakan dalam pengembangan wilayah masih belum menemukan titik paling strategis dalam mempengaruhi pembangunan di
sekitarnya. Kecamatan Rangkasbitung merupakan kecamatan yang menjadi pusat
pemerintahan Kabupaten Lebak, sehingga tentu sangat wajar jika termasuk sebagai kecamatan yang dianggap maju. Karena sebagian besar transaksi
perdagangan, jasa dan perputaran uang terjadi di Rangkasbitung. Untuk Kecamatan Wanasalam, terbilang maju karena di kecamatan ini memiliki struktur
sumber PDRB yang lebih variatif. Dimana sumber pendapatan kecamatan ini selain pertanian juga didukung oleh sektor lainnya seperti perikanan dan industri
pengolahan ikan, kopra dan perdagangan yang langsung dikirim ke wilayah lain, sehingga nilai tambah pendapatan cenderung lebih tinggi.
1 2
3 4
5 6
7
2.000.000 4.000.000
6.000.000 8.000.000
10.000.000
La ju P
e rt
um buha
n E k
o no
m i
PDRB per Kapita Rupiah
Low Growth, Low Income Low Growth,
High Income
Tabel 42 Ringkasan Matriks Tipologi Daerah Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2009
PDRB per kapita y Laju Pertumbuhan r
y
i
y y
i
y r
i
HGLI
High growth but low income daerah berkembang cepat
r HGHI
High growth and high income daerah cepat maju dan cepat
tumbuh
r
i
LGLI
Low growth and low income daerah relatif tertinggal
r LGHI
High income but low growth daerah maju tapi tertekan
1. Rangkasbitung 2. Kalang Anyar
1. Malingping 2. Panggarangan
3. Cilograng 4. Cibeber
5. Cijaku 6. Banjarsari
7. Gunung
Kencana 8. Bojongmanik
9. Leuwidamar 10. Muncang
11. Sobang 12. Cipanas
13. Sajira 14. Cimarga
15. Warunggunung 16. Cibadak
17. Maja 18. Curugbitung
19. Lebak Gedong 20. Cirinten
21. Cigemblong 22. Cihara
23. Cikulur 24. Bayah
25. Cileles 26. Wanasalam
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Kondisi ketertinggalan tersebut menunjukan bahwa pembangunan selama lima tahun terakhir pasca pemberlakuan otonomi daerah di Kabupaten Lebak
belum berjalan dengan baik. Konsep desentralisasi ini tanpa disadari telah menjadi konsep yang kontraproduktif. Pada satu sisi, demokratisasi memberikan ruang
yang cukup lapang dalam mengembangkan pembangunan yang aspiratif. Namun, menjadi kontraproduktif terhadap pembangunan wilayah di perdesaan, karena
terbukti selama lima tahun berjalannya pemerintahan, pembangunan cenderung lamban dan sebagian besar kecamatan berada pada titik ktitis ketertinggalan.
Seharusnya realita ini mampu memberikan dorongan kepada pemerintah untuk bisa menyelesaikan permasalahan dengan strategi dan kebijakan pembangunan
wilayah yang tepat guna tanpa mengurangi pembangunan yang aspiratif. Berdasarkan data PDRB kabupaten, maka Kabupaten Lebak masih
didominasi oleh sektor-sektor primer, yakni pertanian. Dimana terlihat bahwa hingga tahun 2009 sektor pertanian masih memberikan sumbangan terbesar dalam
perekoniman yakni sebesar 34,45 persen dari total PDRB. Sama halnya dengan analisis LQ, pertanian hingga tahun 2009 masih menjadi sektor basis atau
unggulan, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa- jasa serta listrik, gas dan air bersih.
Namun dominasi sektor pertanian tersebut tidak diikuti oleh perkembangan perekonomian kecamatan-kecamatan yang sebagian besar atau
sekitar 90 persen berada pada kuadran wilayah tertinggal sesuai dengan Tipologi Klassen. Ketertinggalan tersebut bisa jadi disebabkan oleh ketergantungan
wilayah terhadap distribusi sektor pertanian primer seperti pertanian. Karena seperti telah diketahui bahwa sektor primer pertanian tersebut memiliki nilai
tambah yang rendah, sehingga perekonomian cenderung lambat berkembang dan akhirnya pendapatan masyarakat secara umum pun menjadi rendah. Oleh karena
itu, pembangunan ke depan seharusnya berorientasi pada pembangunan industri berbasis padat karya. Secara pendapatan mampu meningkatkan penghasilan
daerah, namun tetapi mampu menyerap banyak tenaga kerja.
7.2 Disparitas Pembangunan Wilayah