Namun dominasi sektor pertanian tersebut tidak diikuti oleh perkembangan perekonomian kecamatan-kecamatan yang sebagian besar atau
sekitar 90 persen berada pada kuadran wilayah tertinggal sesuai dengan Tipologi Klassen. Ketertinggalan tersebut bisa jadi disebabkan oleh ketergantungan
wilayah terhadap distribusi sektor pertanian primer seperti pertanian. Karena seperti telah diketahui bahwa sektor primer pertanian tersebut memiliki nilai
tambah yang rendah, sehingga perekonomian cenderung lambat berkembang dan akhirnya pendapatan masyarakat secara umum pun menjadi rendah. Oleh karena
itu, pembangunan ke depan seharusnya berorientasi pada pembangunan industri berbasis padat karya. Secara pendapatan mampu meningkatkan penghasilan
daerah, namun tetapi mampu menyerap banyak tenaga kerja.
7.2 Disparitas Pembangunan Wilayah
Disparitas pembangunan adalah tingkat ketimpangan pembangunan suatu wilayah. Angka disparitas ini akan menggambarkan kondisi keberimbangan suatu
wilayah. Semakin tinggi disparitas, maka semakin tidak berimbangan pembangunan suatu wilayah, artinya ada satu wilayah yang maju namun ada
wilayah lain yang tertinggal. Salah satu ciri penting dalam pembangunan wilayah itu sendiri adalah upaya untuk mencapai keberimbangan. Pembangunan yang
berimbang yang dimaksudkan ini adalah terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayahdaerah yang
jelas-jelas beragam. Dalam penelitian ini, diambil dua indikator yang diasumsikan mampu menggambarkan tingkat disparitas pembangunan wilayah, yakni Indeks
Kemiskinan Manusia dan Indeks Williamson.
7.2.1 Indeks Kemiskinan Manusia
Untuk mengukur tingkat kemiskinan di daerah, maka dapat digunakan suatu garis yang disebut sebagai garis kemiskinan. Garis kemiskinan ini terdiri
dari garis kemiskinan makanan GKM dan garis kemiskinan non-makanan GKMN. Tabel 51 akan menunjukan bagaimana perkembangan jumlah,
persentase penduduk miskin dan juga angka garis kemiskinan Kabupaten Lebak dalam rentang tahun 2005-2008.
Tabel 43 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin serta Garis Kemiskinan Tahun 2005-2008
Tahun Jumlah
Persen Garis Kemiskinan Rp.
2005 141.000
12,29 119,757
2006 172.440
14,55 125,277
2007 181.070
14,43 129,911
2008 156.940
12,05 160,190
Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009 Pada Tabel 51, diperlihatkan bagaimana garis kemiskinan penduduk
Kabupaten Lebak pada tahun 2008 sebesar Rp. 160.190 per kapita per bulan. Angka ini menunjukan suatu peningkatan yang cukup signifikan dari tahun
sebelumnya yang hanya Rp. 129.911. Sejak tahun 2005, garis kemiskinan di Kabupaten Lebak cenderung mengalami kenaikan, sama halnya dengan angka
jumlah penduduk miskin yang juga menurun di tahun 2008, walaupun ada kenaikan dari tahun 2005 hingga 2007. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar
30, 31 dan 32. Terjadinya peningkatan garis kemiskinan tersebut disebabkan oleh
melonjaknya harga komoditi kebutuhan dasar di tingkat produsen yang relatif cukup tinggi. Hal itu terlihat dengan meningkatnya angka inflasi Kabupaten
Lebak di tahun 2008 menjadi sebesar 7,58 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 5,70 persen.
Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009 Gambar 29 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008
Inflasi tertinggi terjadi pada sektor angkutan dan telekomunikasi sebesar 12,63 pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 yang hanya sebesar 2,48 persen.
141.000 172.440
181.070 156.940
50000 100000
150000 200000
2005 2006
2007 2008
Setelah itu, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 11,50 persen dibandingkan pada tahu sebelumnya 2007 yang hanya 7,27 persen.
Tingginya inflasi ini tidak terlepas oleh pengaruh dari kenaikkan harga bahan bakar minyak BBM, baik yang bersubsidi maupun tidak bersubsidi.
Kenaikkan harga BBM tentu saja diikuti oleh sektor yang sebagian besar menggunakan BBM dalam proses produksinya. Sehingga dampak turunan tidak
langsung tersebut menjadi pemicu meningkatnya angka inflasi di tahun 2008. Selain itu, penyebab inflasi ini juga bisa saja disebabkan oleh dampak dari krisis
ekonomi global terutama berkaitan dengan harga barang-barang impor atau barang yang bahan dasar atau suku cadangnya berasal dari impor.
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, Tahun 2009 Gambar 30 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008
Setelah mengetahui besarnya perkiraan batas garis kemiskinan, maka langkah selanjutnya adalah dapat menghitung jumlah dan persentase penduduk
miskin di Kabupaten lebak, hal tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 31. Tabel tersebut bagaimana menjelaskan perkembangan jumlah penduduk dan persentase
penduduk miskin di Kabupaten Lebak pada rentang tahun 2005-2008. Pada jangka waktu tahun 2006-2008, penduduk miskin di Kabupaten
Lebak menunjukan penurunan, baik dalam jumlah maupun persentasenya. Bahkan di tahun 2008 jumlah penduduk miskin mendekati jumlah pada tahun 2005 yang
kemudian kembali mengalami peningkatan pada tahun 2006 karena kenaikan harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi.
12,29 14,55
14,43 12,05
2 4
6 8
10 12
14 16
2005 2006
2007 2008
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, Tahun 2009 Gambar 31 Angka Garis Kemiskinan Manusia Kabupaten Lebak
Tahun 2005-2008 Berbagai usaha pembangunan telah dilakukan oleh Kabupaten Lebak
dalam empat tahun terakhir baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga angka kemiskinan telah menunjukan angka yang semakin menurun. Hal
tersebut terlihat pada tahun 2008 penduduk miskin telah berkurang sebanyak 13,33 persen, dari sebanyak 181.070 menjadi 156.940 penduduk.
Namun demikian, hal yang kini menjadi sorotan utama Kabupaten Lebak adalah kondisi seluruh kecamatan yang masih berada pada kuadran daerah
tertinggal jika berdasarkan Tipologi Klassen. Menurunnya angka kemiskinan ini belum tentu menjadi indikator utama meningkatnya kinerja pelayanan publik
pemerintah daerah, tetapi bisa menjadi bumerang bagi pemerintah daerah, khususnya pembangunan modal manusia yakni pendidikan dan kesehatan. Karena
modal manusia ini adalah suatu pembangunan yang bersifat jangka panjang, investasi yang baru akan terasa dampaknya setelah 10-20 tahun diberlakukannya
kebijakan. UNDP United Nations Development Programme membentuk Indeks
Kemiskinan Manusia Human Poverty Index sebagai tanggapan atas ketidakpuasan ukuran kemiskinan dengan pendekatan besarnya pendapatan per
hari. Menurut pandangan UNDP, kemiskinan manusia harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama, yakni kehidupan lebih dari 30 persen penduduk negara-
negara yang paling miskin cenderung hidup kurang dari 40 tahun, pendidikan dasar diukur oleh persentase penduduk dewasa yang buta huruf dan keseluruhan
ketetapan ekonomi diukur oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses
119.757 125.277
129.911 160.190
50.000 100.000
150.000 200.000
2005 2006
2007 2008
terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih ditambah persentase anak-anak dibawah umur 5 tahun yang kekurangan berat badan.
Angka IKM menunjukan proporsi penduduk yang secara luas dipengaruhi oleh hilangnya tiga hal utama yakni daya hidup, ilmu pengetahuan dan ketetapan
ekonomi. Angka IKM yang rendah berarti menunjukan hal yang baik. Rendahnya IKM, berarti hal itu menunjukan sedikitnya persentase penduduk yang mengalami
kehilangan tiga hal mendasar dalam kehidupan. Sementara sebaliknya, IKM yang tinggi menunjukan keadaan sebaliknya karena proporsi kehilangan lebih besar.
Indeks ini berlandaskan pada konsep derivasi, dimana kemiskinan dipandang sebagai akibat tidak tersedianya kesempatan dan pilihan dalam kehidupan.
Pengukuran kemiskinan dari sudut pandang IKM seringkali lebih relevan dibandingkan dengan kemiskinan dari sudut pandang pendapatan. Sehingga
mampu memberikan perhatian yang lebih fokus pada penyebab kemiskinan dan secara langsung terkait dengan strategi pemberdayaan dan upaya-upaya lainnya
untuk meningkatkan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Kemiskinan dari sudut pandang pendapatan yang dinyatakan dengan
dalam bentuk proporsi penduduk yang hidup di bwah garis kemiskinan angka kemiskinan mengukur derivasi relatif pada standar kehidupan yang sudah
tercapai. Sedangkan IKM mengukur derivasi-derivasi yang dapat menghambat kesempatan yang dimiliki penduduk untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena itu, penggabungan antara kedua ukuran ini akan menghasilkan gambaran menarik tentang kondisi kemiskinan.
Tabel 52 telah menyajikan komponen IKM Kabupaten Lebak tahun 2002 dan 2008 serta hasil perhitungannya. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa
IKM Kabupaten Lebak tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun 2002, yaitu 32,43 persen pada tahun 2002 menjadi 27,09 persen pada tahun 2008. Penurunan
angka IKM ini mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan penduduk Kabupaten Lebak pada beberapa tahun terakhir.
Tabel 44 IKM dan Komponennya Kabupaten lebak Tahun 2002 dan 2008 No.
Komponen Ikm Tahun
2002 2008
1 penduduk 40 tahun
22.8 20.1
2 Angka Harapan Hidup
61.9 63.1
3 Buta Huruf Dewasa
9.8 5.9
4 Penduduk tanpa akses ke air bersih
65.2 54.9
5 Penduduk tanpa akses ke Fasilitas Kesehatan
52.5 45.6
6 Balita Kurang Gizi
16.5 11
Indeks Kemiskinan Manusia IKM 32.43
27.09 Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009
Apabila diperhatikan masing-masing indikator pembentuk indeks komposit IKM, tampak bahwa standar hidup layak masyarakat yang diukur
melalui tiga jenis variabel masih relatif rendah. Hal tersebut ditunjukan dengan masih tingginya persentase penduduk yang berusia pendek yang meninggal
sebelum usia 40 tahun sebesar 20,1 persen, banyaknya penduduk yang belum memiliki akses ke fasilitas air bersih sebesar lebih dari setengah penduduk
Kabupaten Lebak 54,9 persen dan persentase penduduk yang jarak ke fasilitas kesehatan lebih dari 5 kilometer km sebesar 45,6 persen. Namun trend
perkembangan tiap komponen pembentuk IKM dari tahun 2002 dan 2008 memperlihatkan perkembangan yang cukup baik dan menggembirakan, dimana
menandakan pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Lebak berpengaruh terhadap tingkat kesejahteran penduduknya.
7.2.2 Indeks Williamson