Kerangka Pemikiran Operasional KERANGKA PEMIKIRAN

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Dari berbagai hasil kajian dan penelitian ilmiah, menerangkan bahwa Kabupaten Lebak memiliki sumberdaya alam yang cukup melimpah dan potensial bagi pembangunan dan pengembangan usaha di bidang-bidang yang prospektif seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, perdagangan dan industri. Potensi sumberdaya alam tersebut sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan masih terbatasnya kemampuan SDM dan minimnya dukungan sarana-prasarana infrastruktur daerah. Sehingga terjadi ketimpangan pembangunan dan mengakibatkan rendahnya minat investasi. Dalam program percepatan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya daerah, Pemkab Lebak menyadari sepenuhnya bahwa hal tersebut tidak mungkin ditangani oleh Pemkab Lebak saja. Tetapi harus didukung pula oleh peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan investasinya di Lebak. Karena keterkaitan antar spasial kewilayahan jelas sangat menentukan berkembang atau tidaknya suatu daerah. Terlebih Kabupaten Lebak termasuk kabupaten yang kini tengah melakukan berbagai macam perbaikan di berbagai bidang khususnya dalam pengelolaan dan pembangunan human resources atau pengembangan modal manusia yang kelak menjadi asset berharga untuk Lebak itu sendiri. Karena modal manusia berupa pendidikan dan kesehatan secara sistemik menjadi faktor yang fundamental dalam pembentukan kemampuan manusia yang lebih luas dan berada pada inti makna pembangunan daerah. Secara umum, kondisi modal manusia Kabupaten Lebak masih berada pada rantai terbawah di Provinsi Banten. Kenyataan tersebut ditunjukkan pada Angka Harapan Hidup AHH penduduk Kabupaten Lebak adalah 63,11 tahun, sedangkan rata-rata Provinsi Banten telah mencapai 64,45 tahun. Hal ini berarti bahwa rata-rata masa hidup penduduk Kabupaten Lebak mulai dari lahir hingga meninggal adalah sekitar 63 tahun 1 bulan. AHH tahun 2008 mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 2002 yang sebesar 61,9 tahun. Peningkatan yang rendah tersebut bisa jadi disebabkan oleh jumlah dan penyebaran tidak merata dari tenaga kesehatan. Pada konteks pendidikan, persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis adalah 94,1 persen, sehingga penduduk yang buta huruf sebanyak 5,9 persen. Angka buta huruf paling banyak disumbangkan oleh penduduk usia tua. Alasan utama lebih disebabkan karena pada masa lalu banyak penduduk yang masih kesulitan untuk menikmati jenjang pendidikan meskipun setingkat sekolah dasar. Pada indikator rata-rata lama sekolah, Kabupaten Lebak masih tergolong rendah yakni hanya 6,3 tahun pada tahun 2008, atau setara dengan lulus SD. Sedangkan pada tingkat Provinsi Banten, rata-rata lama sekolah telah mencapai 8,2 tahun atau hampir setara dengan kelas dua SLTP. Kondisi rendahnya angka-angka tersebut pun dilengkapi dengan tidak meratanya penyebaran pembangunan manusia di Kabupaten Lebak. Sebagian besar pembangunan hanya terjadi di wilayah tengah kabupaten. Sedangkan wilayah yang berda di pinggiran khususnya wilayah selatan dan utara masih jauh tertinggal. Sehingga isu ketimpangan yang selama ini menjadi topik utama pembangunan masih saja terjadi dan belum ada sinyal positif menuju perbaikan. Dengan dasar kondisi modal manusia yang masih di bawah rata-rata, maka kebijakan umum pembangunan modal modal manusia memiliki beberapa titik penekanan utama. Dalam hal pendidikan, Pemkab Lebak menekankan kebijakan berupa meningkatnya akses, mutu dan citra pendidikan terutama untuk penuntasan wajib belajar 9 sembilan tahun dan pencanangan wajib belajar 12 dua belas tahun bagi anak usia sekolah. Sedangkan dalam pembangunan kesehatan, Pemkab Lebak lebih memfokuskan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terutama untuk kesehatan ibu dan anak. Penelitian tesis ini dalam tujuan pertamanya, akan membahas topik terkait dengan peran otonomi daerah yakni kondisi umum dan kinerja pelayanan publik pemerintah daerah. Pelayanan publik ini terbagi menjadi tiga bagian besar, yakni pelayanan dasar pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Pelayanan dasar pendidikan berupa kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan, fasilitas bangunan sekolah dan fasilitas sarana-prasarana pendukung kegiatan belajar. Pada sisi lainnya, pelayanan dasar kesehatan berupa kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan rumah sakit, puskesmas, posyandu dan jaminan kesehatan masyarakat miskin. Untuk pelayanan fasilitas umum terdiri dari fasilitas jalan umum kabupaten, air dan listrik, jembatan, irigasi serta fasilitas sosial ekonomi dan kemasyarakatan lainnya. Setelah diketahui kondisi umum pelayanan publik, maka analisa selanjutnya adalah menganalisis kinerja pelayanan publik Pemkab Lebak khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Alasan utama menganalisis kinerja pendidikan dan kesehatan adalah ingin melihat sejauh mana usaha pemerintah daerah dalam memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan dan kesehatan. Alat analisis yang digunakan adalah Important Performance Analysis. Melalui alat analisis tersebut maka akan terlihat bagaimana penilaian kinerja yang dinilai langsung oleh masyarakat sebagai stakeholder utama penerima pelayanan publik di daerah. Pada tujuan kedua, peneliti ingin melihat bagaimana keterkaitan keterkaitan pelayanan publik dengan kondisi kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak. Berdasarkan kajian teoritis, seharusnya ada pengaruh yang positif antara pelayanan publik dengan kualitas sumberdaya manusia, yang dalam hal ini dilihat melalui Indeks Pembangunan Manusia IPM. Dimana IPM ini terdiri dari beberapa bagian yakni Indeks Pengetahuan, Angka Harapan Hidup AHH dan Indeks Daya Beli . Apabila pelayanan publik suatu wilayah baik, maka hal tersebut akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, atau dengan kata lain kualitas sumberdaya manusia di wialayah tersebut tinggi. Sebaliknya, apabila kualitas pelayanan publik jauh di bawah standar pelayanan minimum, maka secara sistematis akan berdampak negatif terhadap kualitas sumberdaya manusia, atau dengan kata lain akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Setelah mengetahui kondisi sumberdaya manusia dan keterkaitannya dengan dengan pelayanan publik, maka selanjutnya melihat struktur ekonomi serta tingkat disparitas di Kabupaten Lebak. Kualitas sumberdaya ini seyogyanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan disparitas pembangunan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akan menyebabkan kesulitan dalam mengelola atau swakelola sumberdaya dalam pembangunan, ketidakmampuan swakelola ini akan berdampak pada ketidakmerataan pembangunan yang selanjutnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingkat pendapatan melalui PDRB dan PDRB per Kapita. Pada wilayah yang cenderung telah memiliki sumberdaya yang baik tentu pembangunannya tidak akan menemui kendala yang berarti. Namun untuk wilayah yang masih relatif tertinggal dalam hal kualitas sumberdaya, maka pembangunan wilayahnya akan terhambat. Akibatnya, rendahnya kemampuan pengelolaan dan proses manajerial Lebak secara umum ini menyebabkan tingginya angka ketimpangan atau disparitas, sehingga kelemahan ini akan menjadi penyebab tidak langsung terjadinya peningkatan angka disparitas pembangunan wilayah. Angka disparitas itu sendiri menggunakan indikator Indeks Kemiskinan Manusia IKM dan Indeks Williamson IW. Analisa selanjutnya dalam penelitian tesis ini adalah akan melihat penyebab atau sumber-sumber terjadinnya disparitas pembangunan wilayah. Alat analisis yang digunakan adalah dengan analisis regresi berganda. Dimana secara sistematis akan melihat pelayanan publik dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri dan pengaruhnya terhadap angka disparitas. Sumber-sumber yang diduga menjadi penyebab utama disparitas berupa angka pertumbuhan PDRB, pertumbuhan IPM, rasio belanja infrastruktur pendidikan, rasio belanja infrastruktur kesehatan dan rasio belanja infrastruktur umum. Secara holistik, peneliti ingin melihat bagaimana keterkaitan kualitas pelayanan publik pada sumberdaya manusia itu sendiri terhadap tingkat kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan. Melalui analisis regresi berganda, maka akan ditemukan pengaruh kualitas pelayanan publik sumberdaya manusia berupa rasio bangunan setiap satuan pendikan dan kesehatan, jumlah tenaga pengajar dan kesehatan yang dibandingkan dengan jumlah penduduk terhadap kualitas sumberdaya manusia yang ditujukkan oleh IPM dan tingkat kesejahteraan Kabupaten Lebak yang ditunjukkan oleh pendapatan atau PDRB per kapita. Tinggi rendahnya angka disparitas ini secara eksplisit akan menyebabkan rendahnya pelayanan publik. Karena disparitas itu sendiri disebabkan oleh rendahnya kualitas kemampuan swakelola, sehingga tentu saja apabila suatu wilayah tidak memiliki kemampuan swakelola yang baik, maka sudah bisa dipastikan pelayanan publik pun akan jauh dari standar pelayanan minimal. Dalam hal ini akan terjadi proses lingkaran setan ketertinggalan, dimana buruknya pelayanan publik akan berdampak pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kemudian rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pembangunan, akibatnya angka disparitas pun tinggi. Selanjutnya kembali ke proses siklus awal yakni tingginya angka disparitas ini akan menyebabkan buruknya pelayanan publik. Gambar 7 Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DAERAH KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH Pendidikan Kesehatan Umum • Kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan • Fasilitas bangunan sekolah • Fasilitas sarana- prasarana pendukung kegiatan belajar • Kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan • Fasilitas kesehatan Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu • Jaminan kesehatan masyarakat miskin • Fasilitas jalan umum Kabupaten • Air dan listrik • Jembatan • Irigasi • Fasilitas Sosial ekonomi dan kemasyarakatan lainnya Indeks Pembangunan Manusia • Indeks pengetahuan • Angka Harapan Hidup AHH • Indeks Daya Beli Tingkat kesejahteraanPDRB PDRB per kapita • I ndeks Kemiskinan Manusia • Indeks Williamson Pelayanan Publik baik  kualitas SDM tinggi Pelayanan Publik buruk  kualitas SDM rendah Kualitas SDM tinggi  Disparitas rendah Kualitas SDM rendah  Disparitas tinggi Disparitas rendah  Pelayanan publik baik Disparitas tinggi  Pelayanan publik buruk Strategi Penyelesaian : SWOT Berdasarkan pembahasan permasalahan tersebut, maka perumusan strategi pembangunan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini mengkombinasikan Strengths kekuatan, Weaknesses kelemahan, Opportunities kesempatan dan Threats peluang dalam sebuah strategi pembangunan modal manusia wilayah Kabupaten Lebak. Analisis ini memuat tujuan dari kebijakan umum pembangunan modal manusia dan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal positif dan negatif untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di awal. Strategi alternatif ini diharapkan kebijakan pembangunan modal manusia mampu memberikan dampak positif terhadap masyarakat baik secara ekonomi maupun finansial. Pada akhirnya mampu memotong siklus lingkaran setan ketertinggalan dan proses pembangunan modal manusia dapat dilaksanakan secara holistik dan berkelanjutan. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 7.

3.3. Hipotesis Operasional