Pelayanan publik, kualitas sumberdaya manusia dan disparitas pembangunan wilayah

(1)

PELAYANAN PUBLIK, KUALITAS SUMBERDAYA

MANUSIA DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH

(Studi Kasus Kabupaten Lebak - Banten)

EKA PURNA YUDHA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PELAYANAN PUBLIK, KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH (Studi Kasus Kabupaten Lebak - Banten) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011

Eka Purna Yudha


(3)

ABSTRACT

PUBLIC SERVICE, HUMAN RESOURCE QUALITY AND DISPARITY OF AREA DEVELOPMENT (Case Study at Lebak Regency – Banten Province), Under Direction of EKA INTAN KUMALA PUTRI and BAMBANG JUANDA

Decentralized regional development becomes a trend and has been transformed as an angel messenger of change, in Indonesia more familiar referred to regional autonomy. Over a decade since 1999, regional autonomy was conducted, it’s began to arise many questions, one of the most striking is that, did regional autonomy success to improve the welfare of society and capable to facilitate the distribution of development? This question was not arising without cause or reason, because the physical laws of cause and effect would apply in real life wherever it is. Counter productive regional autonomy is the basis of the initial formation of research hypotheses that will further see how the actual process of public services by local governments, in this case the District Government of Lebak. The studied public service under study is slightly investigating the impact on the quality of human resources. The ultimate impact was how to influence the quality of human resources resulted from public service to the economic structure and level of disparity. Public service provided by Lebak regency will try to be analyzed with IPA and further linkages will be seen the influence of public services towards the quality of human resources using multiple linear regression analysis. As for the influence of the quality of human resources towards the economic structure and level of disparity will be used descriptive analysis, LQ, Typology Klassen, IKM, Williamson index and multiple linear regression analysis. The result of this study provided information that the public service in Lebak regency still below the minimal standard of service and the public was not satisfied with the provided services. Public services significantly impair the quality of human resources. The impact was the quality human resources were still below the average of Banten province, where the number of Lebak HDI in 2008 was 67.10. With the condition of human resources, the Lebak GDP was still not evenly, the income per capita only reached number 5.000.000. in addition, Lebak still rely on agricultural commodities as the support of key development sectors as well as a distribution base which provides for 35.4 percent of GDP. Klassen Typology Based on the analysis, nearly 90 percent of Lebak region belong to the disadvantaged areas that have growth and low incomes. HPI Analysis showed that the number of poor people in Lebak was still relatively high, 12.5 percent. Low HDI also contributed to high rates of disparity, which was equal to 0.69. Linkages occur that the low quality of human resources is causing high rates of disparity. The poor public services made low quality of human resources. The low quality of human resources was causing high rates of regional development disparities.


(4)

RINGKASAN

EKA PURNA YUDHA. PELAYANAN PUBLIK, KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH (Studi Kasus Kabupaten Lebak - Banten). Di Bawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA

Pembangunan wilayah yang terdesentralisir menjadi sebuah trend dan telah menjelma bagai malaikat pembawa perubahan. Selama satu dekade sejak tahun 1999 digulirkannya otonomi daerah, mulai timbul banyak pertanyaan, salah satu yang paling mencolok adalah, apakah otonomi daerah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan mampu mempercepat pemerataan pembangunan? Pertanyaan tersebut bukan hadir tanpa sebab, karena hukum fisika berupa hukum sebab akibat tentu akan berlaku dalam kehidupan nyata dimanapun itu. Kontraproduktif otonomi daerah menjadi landasan awal terbentuknya hipotesa penelitian yang selanjutnya akan melihat bagaimana sebenarnya proses pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkab Lebak. Pelayanan publik yang diteliti akan sedikit menelisik pengaruhnya terhadap kualitas sumberdaya manusia. Dampak akhirnya adalah, bagaimana pengaruh kualitas sumberdaya manusia hasil dari pelayanan publik tersebut terhadap struktur perekonomian dan tingkat disparitas. Pelayanan publik yang diberikan oleh Pemkab Lebak akan coba dianalisis dengan IPA dan selanjutnya akan dilihat keterkaitan pengaruh pelayanan publik terhadap kualitas sumberdaya manusia menggunakan analisis regresi linier berganda. Sedangkan untuk pengaruh kualitas sumberdaya manusia terhadap struktur ekonomi dan tingkat disparitas akan digunakan analisis deskriptif, LQ, Tipologi Klassen, IKM, Indeks Williamson dan analisis keterkaitan regresi linier berganda.Hasil dari penelitian ini memberikan informasi bahwa pelayanan publik di Kabupaten Lebak masih di bawah standar pelayanan minimal dan masyarakat belum puas dengan pelayanan yang diberikan. Pelayanan publik mempengaruhi secara signifikan terhadap kualitas sumberdaya manusia Akiabtnya, kualitas sumberdaya manusia masih di bawah rata-rata Provinsi Banten, dimana angka IPM Lebak di tahun 2008 sebesar 67,10. Dengan kondisi sumberdaya manusia tersebut, PDRB Lebak masih belum merata, pendapatan per kapita baru mencapai angka Rp.5.000.000. selain itu, Lebak masih mengandalkan komoditas pertanian sebagai penopang utama pembangunan sekaligus menjadi sektor basis yang memberikan distribusi sebesar 35,4 persen terhadap PDRB. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, hampir 90 persen wilayah Lebak termasuk ke dalam wilayah tertinggal yang memiliki pertumbuhan dan pendapatan rendah. Analisis IKM menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Lebak masih tergolong tinggi, yakni 12,5 persen. Rendahnya IPM juga ikut menyebabkan tingginya angka disparitas, yakni sebesar 0,69. Terjadi keterkaitan bahwa rendahnya kualitas sumberdaya manusia tersebut menyebabkan tingginya angka disparitas. Buruknya pelayanan publik menyebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia tersebut menyebabkan tingginya angka disparitas pembangunan wilayah.

Kata Kunci : Pelayanan Publik, Sumberdaya Manusia, Disparitas Pembangunan Wilayah


(5)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya imliah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis apapun tanpa izin IPB.


(6)

PELAYANAN PUBLIK, KUALITAS SUMBERDAYA

MANUSIA DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH

(Studi Kasus Kabupaten Lebak - Banten)

EKA PURNA YUDHA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(7)

(8)

Judul Tesis : PELAYANAN PUBLIK, KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH (Studi Kasus Kabupaten Lebak - Banten)

Nama : Eka Purna Yudha

NIM : H152080091

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Anggota

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Ketua

Ketua Program Studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Bagi Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan keberkahan-NYA yang telah diturunkan ke bumi kepada seluruh ummat manusia sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tersampaikan kepada Nabiyullah Muhammad SAW atas segala pedoman dan teladan kejujuran dalam menulis karya ilmiah ini.

Karya tulis berjudul PELAYANAN PUBLIK, KUALITAS

SUMBERDAYA MANUSIA DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN

WILAYAH (Studi Kasus Kabupaten Lebak - Banten) dibuat dalam rangka

memenuhi tugas akhir Tesis, sebagai syarat dalam memenuhi gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lebak pada bulan Desember 2009-November 2010.

Pada kesempatan ini, Penulis juga berterima kasih kepada beberapa pihak yang berjasa selama proses penulisan tesis, yakni :

1. Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S., atas bimbingan, saran dan arahan selama proses pembuatan karya tulis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak saran yang membangun sehingga penulisan tesis menjadi lebih baik.

3. Dr. Ir. Setia Hadi, MS, Sebagai Penguji Luar komisi yang juga telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan Tesis.

4. My Beloved Wife, Bunda Azzahra, makasih atas segala perhatian, pengertian, bantuan dan juga senyumannya, sehingga ayah bisa menyelesaikan tesis ini. 5. Azzahra Aramanda Purnadina Arrohmanuadda, Putri pertamaku tersayang,

semoga kamu bisa mengikuti jejak ayah dan bunda, menjadi mujahidah muda yang sholehah, cerdas, pengertian, perhatian dan kharismatik.

6. Bapak (sponsor utama beasiswa), Mamah, Bapak mertua, Ibu mertua, Mamah mertua (walaupun tak pernah sekalipun bertemu, tapi aura mamah ada semua


(10)

dalam bunda zahra), Gita, Rady, Dede dan Ibhi. Makasih atas segala bantuan dan doanya ya.

7. Sanuji Pentamarta, yang telah memberikan bantuan aksesibilitas kendaraan dalam pengumpulan data.

8. Nurul Hakim, Kabag Perencanaan Bappeda Lebak yang telah memberikan bantuan berupa data-data sekunder terbaru.

9. Mbak Elva yang sudah sering direpotkan khususnya dalam hal administrasi di PWD dan pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian hingga proses sidangn komisi dan ujian akhir.

10.Kang Galuh yang telah memberikan masukan-masukan dalam pembahasan hasil penelitian

11.Kawan-kawan PWD 2008, pak adit, pak asep, pak steve, pak hanan, pak tajerin, bu rika, bu andi, pak budi kuadrat, pak arief, pak Arafat, pak adriyanus, pak adam, bu nina, dan pak rudi, angkatan 2008, 2009, 2007, 2006 dan seluruh angkatan yang telah memberikan support dan banyak berbagi pengalaman.

12.Rizki Hermawan dan Sai’in Purnomo, atas bantuan dalam pengumpulan data di Lebak utara da selatan.

13.Dindin Adriana, antas bantuan dalam mem-back-up PURNADINA Leadership Students Center, sehingga penelitian tesis ini masih dapat dijalankan.

14.Syamsu Rizal, dkk from al izzah, yang sudah membantu berjalannya seminar hasil penelitian.

Penyusunan karya tulis ini diakui penulis masih terdapat banyak kekurangan baik dalam penulisan, substansi isi maupun etika tata bahasa. Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan peradaban dunia.

Bogor, Januari 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 2 Juli 1985 sebagai putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Muslim dan Watini. Penulis memiliki dua adik yang bernama Gita Trisnawati dan Edi Fauzi Effendy. Pada tahun 2008, menikah dengan Resa Ana Dina dan Alhamdulillah sudah dikaruniai satu putri bernama Azzahra Aramanda Purnadina Arrahmanuadda.

Pada tahun 1991 penulis memulai studinya di SD Negeri Muaraberes lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 2 Cibinong lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Rangkasbitung lulus pada tahun 2003. Tahun 2007 lulus sebagai Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Di tahun 2008 penulis kembali melanjutkan studinya pada Magister Sains Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Semasa kuliah penulis menjadi komti angkatan 2008 PWD (Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan). Selain itu, penulis aktif pada berbagai Lembaga Pelatihan Pengembangan diri di Bogor dan Banten. Tercatat bahwa penulis sejak tahun 2007 masih menjadi trainer pada Lembaga Pelatihan Galaxi Learning Center, Lebak Student Center (LSC) dan PURNADINA Leadership Students Center. Penulis juga aktif dalam menulis buku pengembangan diri. Hingga saat ini penulis telah meluncurkan buku yang berjudul REMAJA REVO yang terdiri dari lima seri buku. Penulis juga aktif bekerja di Republika bagian Promosi yang berfokus pada lingkungan dan pemberdayaan masyarakat perumahan di Jabodetabek. Terakhir, penulis adalah usahawan muda di bidang agribisnis.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB IV PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 10

2.2 Struktur Perekonomian ... 10

2.3 Otonomi Daerah ... 11

2.4 Good Governance ... 14

2.5 Indeks Pembangunan Manusia ... 16

2.6 Pendekatan Modal Manusia ... 17

2.7 Sistem Pendidikan dan kesehatan dalam Pembangunan ... 17

2.8 Pemberdayaan Masyarakat ... 19

2.9 Prinsip Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah ... 20

2.10 Standar Pelayanan Minimal ... 24

2.11 Disparitas Pembangunan Antar Wilayah ... 25

2.12 Penelitian Terdahulu ... 28

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 30

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30

3.1.1 Kebijakan Umum Pembangunan Modal Manusia ... 30

3.1.2 Faktor Penyebab Disparitas ... 31

3.1.3 Perilaku Masyarakat Sebagai Konsumen Kebijakan Pembangunan ... 33

3.1.4 Persepsi ... 34

3.1.5 Sikap Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 34

3.1.6 Analisis Deskriptif ... 35

3.1.7 Analisis Location Quotient (LQ) ... 35

3.1.8 Analisis Matriks Tipologi Daerah (Tipologi Klassen) .. 36

3.1.9 Analisis Ketimpangan Pembangunan antar Wilayah .... 37

3.1.10 Model Regresi Linier Berganda ... 38

3.1.11 Model Important Performance Analysis (IPA) ... 40

3.1.12 Analisis SWOT ... 40

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 41


(13)

BAB IV METODE PENELITIAN ... 47

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 47

4.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 48

4.4 Teknik Penarikan Contoh ... 49

4.5 Metode Analisis Data ... 51

4.5.1 Analisis Deskriptif ... 51

4.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 52

4.5.3 Skala Likert ... 55

4.5.4 Analisis Important Performance Analysis (IPA) ... 57

4.5.5 Analisis Location Quotient (LQ) ... 59

4.5.6 Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) ... 60

4.5.7 Indeks Williamson (IW) ... 61

4.5.8 Tipologi Klassen ... 62

4.5.9 Pemodelan Regresi Linier Berganda ... 63

4.5.9.1 Uji-F ... 63

4.5.9.2 Uji-t ... 64

4.5.9.3 Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Publik SDM terhadap Kualitas Sumberdaya Manusia .. 66

4.5.9.4 Analisis Sumber Disparitas Pembangunan Wilayah ... 66

4.5.12 Analisis SWOT ... 72

BAB V GAMBARAN UMUM ... 76

5.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 76

5.2 Demografi ... 79

5.3 Infrastruktur Umum ... 82

BAB VI KINERJA PELAYANAN PUBLIK DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA ... 91

6.1 Kinerja Pelayanan Publik Sektor Pendidikan ... 92

6.1.1 Fasilitas dan Tenaga Pendidikan ... 92

6.1.2 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pendidikan di Wilayah Tertinggal .... 96

6.2 Kinerja Pelayanan Publik Sektor Kesehatan ... 109

6.2.1 Fasilitas dan Tenaga Kesehatan ... 110

6.2.2 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat terhadap Kinerja Pelayanan Publik Kesehatan di Wilayah Tertinggal ... 114

6.3 Disparitas Pembangunan SDM antara Wilayah Utara dengan Wilayah Selatan ... 123

6.4 Kualitas Sumberdaya Manusia ... 126

6.4.1 Indeks Kelangsungah Hidup ... 127

6.4.2 Indeks Melek Huruf dan Indeks Lama Sekolah ... 129

6.4.3 Indeks Indeks Tingkat Daya Beli ... 132

6.4.4 Indeks Pembangunan Manusia ... 133

6.5 Analisis Pengaruh Kinerja Pelayanan Publik Terhadap Kualitas Sumberdaya Manusia ... 136


(14)

BAB VII PENGARUH KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA TERHADAP STRUKTUR EKONOMI DAN DISPARITAS

WILAYAH ... 154

7.1 Struktur Ekonomi ... 155

7.1.1 PDRB Kabupaten Lebak ... 156

7.1.2 Tenaga Kerja ... 159

7.1.3 Pendapatan per Kapita ... 159

7.1.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 160

7.1.5 Analisis Location Quotient (LQ) ... 163

7.1.6 Analisis Tipologi Klassen ... 171

7.2 Disparitas Pembangunan Wilayah ... 177

7.2.1 Indeks Kemiskinan Manusia ... 177

7.2.2 Indeks Williamson ... 182

7.2.3 Analisis Sumber Disparitas ... 185

7.3 Keterkaitan Kualitas SDM, Struktur Ekonomi dan Disparitas Pembangunan Wilayah ... 195

BAB VIII STRATEGI ALTERNATIF KEBIJAKAN ... 214

8.1 Analisis Matriks IFE ... 199

8.2 Analisis Matriks EFE ... 203

8.3 Analisis Matriks I-E ... 205

8.4 Analisis SWOT ... 206

8.5 Analisis QSPM ... 209

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 214

9.1. Kesimpulan ... 214

9.2. Saran ... 216

DAFTAR PUSTAKA ... 217 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lamanya Sekolah Kabupaten Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Tahun 1999-2008 .... 4 2 Instansi/Individu dan Jumlah Responden Subjek Penelitian ... 49 3 Prosedur Penarikan Contoh Responden Elemen Masyarakat ... 50 4 Matriks Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Variabel/Parameter dan data/Sumber Data ... 51 5 Atribut Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Departemen Pendidikan yang Diuji Validitas ... 52

6 Atribut Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan yang diuji validitas ... 53

7 Matriks Tipologi Daerah Klassen ... 60 8 Matriks Analisis SWOT Pengembangan Human Resources Kabupaten Lebak ... 67 9 Matriks Strategi SWOT Pengembangan Human Resources Kabupaten Lebak ... 67 10 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Lebak Tahun 2009 ... 69 11 Jarak Ibu Kota Kecamatan ke Kota Rangkasbitung ... 71 12 Jumlah Penduduk Kabupaten Lebak Menurut Kecamatan Tahun

2004-2008 ... 73 13 Jumlah Penduduk Kabupaten Lebak Menurut Jenis Kelamin dan Sex RatioTahun 2004-2008 ... 74 14 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Lebak Menurut Kecamatan

Tahun 2004-2008 ... 75 15 Jumlah Ruas Jalan, Panjang dan Kondisi Jalan Kabupaten Di Kabupaten Lebak Tahun 2004-2008 ... 76 16 Jumlah Ruas Jalan, Panjang dan Kondisi Jalan Propinsi Di Kabupaten Lebak Tahun 2004-2008 ... 77


(16)

17 Jumlah Ruas Jalan, Panjang dan Kondisi Jalan Nasional di Kabupaten Lebak Tahun 2004-2008 ... 78 18 Jumlah Penanganan Jalan Poros Desa (HMD) di Kabupaten Lebak Tahun 2007-2009 ... 78 19 Cakupan Air Bersih per Kecamatan Di Kabupaten Lebak Tahun

2008 ... 79 20 Rasio Elektrifikasi per Kecamatan Di Kabupaten Lebak Tahun 2008 .. 81 21 Keadaan kondisi ruang belajar tingkat SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Lebak tahun 2009 ... 84 22 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pendidikan Pemkab Lebak pada Wilayah Tertinggal ... 88 23 Ringkasan Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang

Pendidikan Kabupaten lebak Di Wilayah Tertinggal ... 90 24 Jumlah Fasilitas Kesehatan yang Tersedia Tiap Kecamatan Tahun

2009 ... 101 25 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Kesehatan Pemkab Lebak pada Wilayah Tertinggal ... 105 26 Ringkasan Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang

Kesehatan Kabupaten Lebak Di Wilayah Tertinggal ... 107 27 Pembagian Wilayah Pembangunan Utara dan Selatan ... 115 28 Perbandingan Pembangunan Fisik dan Tenaga Sektor Pendidikan dan Kesehatan antara Wilayah Utara dan Selatan Tahun 2009 ... 116 29 Perkembangan Angka Harapan Hidup dan Indeks Kelangsungan Hidup Kabupaten Lebak dan Rata-Rata Provinsi Banten, Tahun 2000-2008 .. 120 30 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lamanya Sekolah Kabupaten Lebak dan Rata-Rata Provinsi Banten, Tahun 2002-2008 .. 121 31 Perkembangan Indeks Pengetahuan Kabupaten Lebak dan Rata-Rata Provinsi Banten, Tahun 2002 - 2008 ... 121 32 Perkembangan Pengeluaran Riil Per Kapita dan Indeks Daya Beli

Kabupaten Lebak dan Rata-Rata Provinsi Banten, Tahun 2002-2008 .. 124 33 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Lebak Menurut Komponen IPM Tahun 2002-2008 ... 125


(17)

34 Analisis Ekonometrik Regresi Berganda Pengaruh Pelayanan Publik

Pendidikan terhadap IPM di Kabupaten Lebak ... 129 35 Analisis Ekonometrik Regresi Berganda Pengaruh Pelayanan Publik

Kesehatan terhadap IPM di Kabupaten Lebak ... 133 36 Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009 ... 146 37 Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Lebak Tahun 2009

Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja per Sektor (Miliar) ... 151 38 Sentra Industri Kecil di Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 158 39 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lebak tahun

2005-2009 ... 159 40 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten

Lebak tahun 2005-2009 ... 160 41 Ringkasan Matriks Tipologi Daerah Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2005 ... 162 42 Ringkasan Matriks Tipologi Daerah Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 164 43 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin serta Garis Kemiskinan

Tahun 2005-2008 ... 166 44 IKM dan Komponennya Kabupaten lebak Tahun 2002 dan 2008 ... 170 45 Analisis Ekonometrik Regresi Berganda Sumber Disparitas

Pembangunan Wilayah di Kabupaten Lebak ... 179 46 Matriks IFE Pembangunan Wilayah Sumberdaya Manusia Kabupaten Lebak Tahun 2010 ... 188 47 Matriks IFE Pembangunan Wilayah Sumberdaya Manusia Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 190


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tiap Kabupaten/Kota

di Provinsi Banten tahun 2008 ... 3

2 Karakteristik Good Governance ... 16

3 Tradeoff Keuangan dalam Pengambilan Keputusan Untuk Melanjutkan Sekolah ... 18

4 Biaya dan Manfaat Sosial Pendidikan Versus Biaya dan Manfaat Individu ... 19

5 Kurva Hipotesa Neo-Klasik ... 26

6 Kurva Hipotesis Kuznets ... 27

7 Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 45

8 Diagram Kartesius Important Performance Analysis (IPA) ... 57

9 Peta Administrasi Kabupaten Lebak ... 70

10 Peta Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Lebak ... 71

11 Jumlah Rasio Bangunan sekolah dengan Penduduk Usia Sekolah di Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 85

12 Jumlah Rasio Guru dengan Penduduk Usia Sekolah di Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 86

13 Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Kabupaten lebak Di Wilayah Tertinggal ... 89

14 Grafik Rasio Fasilitas Kesehatan dengan Jumlah Penduduk Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Lebak ... 103

15 Grafik Rasio Tenaga Kesehatan dengan Jumlah Penduduk Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Lebak ... 104

16 Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Kabupaten lebak Di Wilayah Tertinggal ... 106

17 Tren Angka Harapan Hidup Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Periode Tahun 2000-2008 ... 119


(19)

18 Tren Indeks Pengetahuan Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten

Tahun 2003-2008 ... 122

19 Grafik Perkembangan IPM dan Elemen Penyusunnya Kabupaten Lebak Tahun 2002-2008 ... 126

20 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lebak Tahun 2005 – 2009 (Jutaan Rupiah) ... 143

21 Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak Tahun 2005-2009 (Persentase) ... 144

22 PDRB Kecamatan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (Jutaan Rupiah) ... 145

23 PDRB Per Kapita atas Dasar Harga Kabupaten Lebak Tahun 2005 – 2009 ... 147

24 PDRB per Kapita Kecamatan atas Dasar Harga Berlaku 2005-2009 (Rupiah) ... 148

25 Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Harga Berlaku Kabupaten Lebak Tahun 2005-2009 (Persentase) ... 149

26 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (Persentase) ... 150

27 Matriks Tipologi Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2005 ... 161

28 Matriks Tipologi Klassen Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 163

29 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008 ... 166

30 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008 ... 167

31 Angka Garis Kemiskinan Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008 ... 168

32 Perkembangan Indeks Williamson Kabupaten Lebak Tahun 2005- 2009 ... 171

33 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebak Tahun 2009 (Persentase) 174

34 Grafik Pertumbuhan IPM dan Elemen Penyusunnya Kabupaten Lebak Tahun 2002-2008 ... 175

35 Grafik Perkembangan Rasio Belanja Infrastruktur Umum Kabupaten Lebak Tahun 2003-2009 (Persentase) ... 176


(20)

36 Grafik perkembangan rasio belanja infrastruktur Pendidikan Kabupaten Lebak tahun 2003-2009 (Persentase) ... 177 37 Grafik perkembangan rasio belanja infrastruktur Kesehatan Kabupaten Lebak tahun 2003-2009 (Persentase) ... 178 38 Hasil analisis Matriks Internal-Eksternal (I-E) Pembangunan Sumberdaya Manusia di Kabupaten lebak ... 193


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 209

2 Print Out Hasil Analisa Regresi Berganda Pemodelan Ekonometrik .... 211

3 Ringkasan APBD Kabupaten Lebak Tahun 2005 ... 214

4 Ringkasan APBD Kabupaten Lebak Tahun 2007 ... 216

5 Ringkasan APBD Kabupaten Lebak Tahun 2008 ... 218

6 Ringkasan APBD Kabupaten Lebak Tahun 2009 ... 221


(22)

1.1. Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan pada tingkat lokal, memberi ruang gerak pada bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya daerah untuk kepentingan masyarakat lokal, sehingga muncul formulasi dan model pembangunan daerah yang efisien dan terdesentralisasi.

Konsep desentralisasi yang telah digulirkan tersebut kemudian secara sistematik telah memaksa daerah sebagai satuan dari wilayah administratif untuk meningkatkan perannya dalam mengelola segala potensi lokal yang ada. Pada akhirnya, konsep desentralisasi ini diharapkan mampu mempercepat proses pencapaian tujuan pembangunan.

Pada konteks teori dan kebijakan pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan merupakan dua bagian dari tujuan pembangunan yang mendasar. Terlepas dari faktor penentu lainnya, kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal mendasar untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan lebih berharga. Jadi pendidikan dan kesehatan menjadi faktor fundamental dalam pembentukan kemampuan manusia yang lebih luas dan berada pada inti makna pembangunan. Dua bagian faktor tujuan pembangunan ini lebih sering disebut sebagai modal manusia atau human capital.

Modal manusia memainkan dua peran utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara. Pertama, kualitas pendidikan beperan menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan pembangunan yang berkesinambungan. Kedua, kesehatan merupakan pra-syarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan pendidikan juga kembali bertumpu pada kesehatan yang baik.


(23)

Pembangunan sumberdaya manusia atau human resources development itu sendiri merupakan suatu proses pengembangan kualitas diri manusia agar memiliki lebih banyak pilihan untuk memperbaiki taraf hidup maupun tingkat kesejahteraannya. Pilihan yang dimaksud adalah pilihan dalam hal pendidikan, kesehatan, pendapatan, lingkungan fisik dan lain sebagainya. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia, sebagian besar alat yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).

Fakta penting yang perlu disimak adalah perbaikan human capital selama separuh abad terakhir yang meningkat tajam. Menurut United Nation (2009), pada tahun 1950, sebanyak 280 dari setiap 1.000 anak di semua negara berkembang meninggal sebelum mecapai usia lima tahun. Namun di tahun 2008, angka tersebut telah menurun menjadi 120 per 1.000 di negara-negara miskin dan 7 per 1.000 untuk berkembang dan kaya. Pada tahun 2008, usia harapan hidup negara-negara maju berkisar 80-90 tahun, sementara di negara-negara berkembang berkisar 40-60 tahun.

Pendidikan juga mengalami peningkatan yang cukup fenomenal sejak beberapa dekade terakhir ini. United Nation (2009) melaporkan bahwa masih terdapat 63 persen penduduk di atas usia 15 tahun yang buta huruf di dunia pada tahun 1970, namun di tahun 2008, 80 persen penduduk dunia telah mampu membaca dan menulis. Angka lama sekolah sekolah untuk negara-negara maju sangat tinggi yakni lebih dari 12 tahun, sedangkan di negara berkembang jauh tertinggal dengan rata-rata berkisar 4-6 tahun. Sehingga secara umum masih terdapat disparitas pembangunan human capital dua kutub pertumbuhan yakni antara negara maju dengan negara berkembang.

Indonesia sebagai salah satu negara yang masih berkutat dalam dunia ketiga, atau negara berkembang pun masih memiliki kondisi human capital yang jauh dari harapan. Tercatat bahwa di tahun 2009 Angka Harapan Hidup Indonesia adalah sebesar 61,34 tahun, sedangkan Angka Melek Huruf penduduk adalah sebesar 91,45 tahun (BPS, 2009). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa


(24)

Pada konteks pembangunan wilayah, kondisi human capital di wilayah-wilayah Indonesia mengalami kenyataan yang tidak jauh berbeda. Terdapat disparitas human capital atau kualitas sumberdaya manusia antara wilayah timur dengan barat Indonesia, disparitas antar kabupaten dalam satu provinsi, hingga adanya disparitas antar kecamatan dalam lingkup satu kabupaten. Dalam penelitian ini, akan lebih khusus membahas disparitas pembangunan wilayah dalam satu kabupaten. Kabupaten yang terpilih menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Lebak yang terletak di Provinsi Banten.

Terdapat beberapa hal yang cukup menarik dalam pembangunan sumberdaya manusia di tingkat Kabupaten Lebak. Pertama, secara geografis Kabupaten Lebak ini berada dalam zona strategis, baik dalam sektor pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan hingga industri. Selain itu, Jarak kabupaten hanya 70 km dengan pusat pemerintahan negara, Jakarta. Namun yang terjadi justru kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Lebak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan angka IPM antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Rendahnya IPM tersebut mencerminkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Lebak. Secara umum, terjadi disparitas kualitas sumberdaya manusia antar kabupaten di Provinsi Banten, hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009

Gambar 1. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2008

Pada tahun 2008, Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kabupaten Lebak adalah 63,11 tahun. Angka tersebut masih di bawah rata-rata Provinsi Banten yang telah mencapai 64,45 tahun (Dinkes Kab. Lebak, 2009). Dengan kata

67,38 67.10

70,73

67,45

74,41 74,43

62 64 66 68 70 72 74 76

Kabupaten Pandeglang

Kabupaten Lebak

Kabupaten Tangerang

Kabupaten Serang

Kota Tangerang


(25)

lain, kualitas hidup sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak masih di bawah kabupaten/kota lain di Provinsi Banten.

Berdasarkan hasil pendataan SUSENAS (2009), persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis adalah 94,20 persen, sedangkan rata-rata provinsi banten sebesar 95,68 (Bappeda Kab. Lebak, 2009). Pada indikator rata-rata lama sekolah, Kabupaten Lebak masih tergolong rendah yakni hanya 6,3 tahun pada tahun 2008, atau setara dengan lulus SD. Pada tingkat Provinsi Banten, rata-rata lama sekolah telah mencapai 8,2 tahun atau hampir setara dengan kelas dua SLTP. Tingginya rata-rata lama sekolah di tingkat provinsi ini disumbangkan oleh daerah lain yang jauh lebih maju, khususnya daerah perkotaan seperti Kota Cilegon dan Kab/Kota Tangerang. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menerangkan informasi perbandingan lama sekolah antara Lebak dengan Banten.

Tabel 1 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lamanya Sekolah Kabupaten Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Tahun 1999-2008

Tahun Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

Kab. Lebak Prov. Banten Kab. Lebak Prov. Banten

1999 90.80 91.50 5.50 6.60

2000 91.03 92.14 5.94 6.80

2001 91.30 92.47 6.22 7.10

2002 90.19 93.84 5.30 7.90

2003 91.40 94.20 5.50 8.10

2004 93.90 94.70 6.10 8.50

2005 94.10 95.60 6.20 8.00

2006 94.10 95.60 6.20 8.10

2007 2008

94.10 94.20

95.60 95.68

6.20 6.30

8.10 8.20 Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2010

Hal menarik kedua adalah terjadinya disparitas pembangunan modal manusia antar wilayah di Kabupaten Lebak. Disparitas terlihat dari rendahnya implementasi pelayanan publik dari infrastruktur. Pada tahun 2009, kondisi bangunan sekolah dasar hanya 59.60 persen yang kondisinya baik, sedangkan 40.40 persen dalam keadaan rusak. Wilayah Lebak di luar Kecamatan Rangkasbitung masih kekurangan sekitar 2.000 tenaga pengajar dan 1.000 tenaga


(26)

kesehatan (Bappeda Kab. Lebak, 2009). Sebagian besar infrastruktur yang rusak berada di daerah lebak bagian selatan dan tengah.

Kurangnya pelayanan publik baik berupa infrastruktur serta tenaga pengajar dan kesehatan tersebut menyebabkan proses pembangunan human capital pun berjalan lambat. Terbukti bahwa sebagian besar penduduk usia sekolah di wilayah Lebak bagian selatan dan tengah adalah lulusan sekolah dasar yakni berkisar 80 persen. Penduduk usia sekolah yang berhasil menamatkan sekolah menengah hanya 5 persen. Jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana pun masih bisa dihitung dengan jari. Selain itu juga ditambah dengan banyaknya kasus gizi buruk di wilayah Lebak selatan dan tengah, di tahun 2008 ditemukan sekitar 5.000 kasus gizi buruk.

Fakta-fakta yang menunjukan disparitas ini dilatarbelakangi oleh dua faktor yang sangat menentukan, yakni rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat buruknya pelayanan publik. Lingkaran setan berupa buruknya pelayanan publik terhadap pembangunan sumberdaya manusia atau human capital

menyebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan akhirnya memunculkan atau meningkatkan angka disparitas pembangunan di Kabupaten Lebak.

1.2.Perumusan Masalah

Proses implementasi otonomi daerah dalam perjalanan selama sepuluh tahun ini masih sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan pada awal perumusannya. Akan tetapi, bukan berarti berjalan tanpa masalah, justru tantangan yang dihadapi sebanding dengan opportunity dan utility yang didapatkan. Konsep desentralisasi ini seperti sebilah dua sisi pedang yang saling memberikan dampak positif dan juga arah menuju angka defisit pembangunan.

Sebagian yang pro demokrasi mengatakan setuju terhadap perkembangan yang diberikan dari konsep desentralisasi melalui otonomi daerah ini. Karena memang telah terjadi peningkatan yang cukup berarti pada sebagian daerah dari sisi PDRB per kapita penduduknya. Proses partisipasi masyarakat pun telah menunjukan perbaikan yang cukup menggembirakan. Hal tersebut terlihat dengan


(27)

semakin luasnya ruang politik bagi para politisi lokal dalam mengaspirasikan suara-suara rakyat bawah.

Namun bagi yang pro pemerataan pembangunan tentu akan berkomentar sebaliknya terhadap hasil yang diberikan oleh otonomi daerah ini. Proses otonomi daerah ini masih dipandang belum berkeadilan secara sosial, tidak populis secara politik, kontraproduktif secara ekonomi, mengingkari etika pembangunan berkelanjutan secara ekologis dan jauh dari ruh yang dinamis secara kultural. Masalah pengangguran, kemiskinan, rendahnya mutu dan kesempatan memperoleh pendidikan, serta rendahnya tingkat kesehatan adalah beberapa contoh permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah dalam implementasi otonomi daerah.

Terlepas dari pro-kontra dua kubu yang saling bertolak belakang, maka dalam penelitian ini mencoba untuk memandang proses desentralisasi ini dari sisi yang lebih objektif. Tinjauan kritis yang dianalisis harus melalui indikator-indikator penilaian pembangunan. Untuk menspesifikasikan tujuan penelitian, maka secara khusus akan membahas permasalahan kualitas sumberdaya manusia atau human capital sebagai pemegang peran penting dalam pembangunan daerah. Karena meningkatnya human capital berupa pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang paling mendasar.

Kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak masih rendah, hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya angka IPM tahun 2008 yakni sebesar 67,10. Pembangunan wilayah yang berfokus untuk mengembangkan human capital di era otonomi daerah masih terkendala oleh pelayanan publik yang jauh dari harapan. Buruknya pelayanan publik ini dapat terlihat dari kurangnya infrastruktur serta tenaga pendidik dan kesehatan di wilayah tengah dan selatan.

Secara ideal, perbandingan antara tenaga pendidik dan siswa sekolah dasar adalah 1 : 32, namun untuk wilayah Lebak Bagian tengah dan selatan, rata-rata perbandingannya adalah 1 : 60 siswa (Disdik Kab. Lebak, 2010). Perbandingan ideal tenaga kesehatan adalah 1 : 15.000 untuk dokter spesialis, 1 : 5.000 untuk dokter umum, 1 : 800 untuk perawat dan 1 : 1.000 untuk bidan. Akan tetapi untuk wilayah lebak bagian tengah dan selatan sama sekali tidak ada dokter spesialis, perbandingan dokter umum 1 : 18.000, perawat adalah 1 : 4.900 dan bidan sebesar


(28)

1 : 6.700 (Dinkes Kab. Lebak, 2010). Angka tersebut menunjukkan Pemkab Lebak belum memberikan pelayanan publik bidang pendidikan dan kesehatan yang optimal untuk seluruh wilayah di Kabupaten Lebak. Kabupaten Lebak sebetulnya tidak sulit untuk bisa mendapatkan tenaga pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi banyak calon tenaga pendidik dan kesehatan yang tidak bersedia ditempatkan pada wilayah lebak bagian tengah dan selatan. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah aksesibilitas jalan kabupaten yang sangat buruk sehingga menyebabkan sulitnya akses ekonomi. Menurut penuturan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lebak (2009), dari keseluruhan jalan Kabupaten, hanya 20 persen saja yang layak pakai selebihnya rusak ringan hingga berat.

Untuk bisa meraih wilayah Lebak bagian selatan, masyarakat harus menempun jarak sepanjang 150 km, karena harus melalui jalan putar jalur Kabupaten Pandeglang. Padahal jarak tempuh terjauh apabila melalui jalan Kabupaten Lebak adalah sepanjang 70 km. Besarnya ongkos perjalanan ekonomi ini secara tidak langsung menjadi faktor penghambat laju pertumbuhan ekonomi sekaligus faktor penyebab ketertinggalan sumberdaya manusia.

Permasalahan yang muncul adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini sebagian besar disebabkan oleh kekurangan dan penyebaran tidak merata dari tenaga pendidikan dan kesehatan serta kondisi kultur sebagian masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pendidikan dan kesehatan. Dampak lanjutannya adalah terjadinya disparitas pembangunan human capital di Kabupaten Lebak

Dengan beragam kondisi pendidikan dan kesehatan Kabupaten Lebak yang cukup memprihatinkan di atas, maka diperlukan suatu paradigma baru dalam menetapkan rencangan pembangunan modal manusia. Paradigma tersebut adalah adanya perubahan paradigma pembangunan yang harus memberikan keterlibatan dan partisipasi masyarakat secara aktif. Sehingga proses pembangunan pun akan berjalan beriringan baik dari sisi kebutuhan masyarakat sebagai akar rumput maupun pemerintah daerah sebagai ranting naungan pembangunan.

Dalam proses pembangunan wilayah yang terdesentralisir di era otonomi daerah, peran masyarakat dalam pengambilan kebijakan sangat penting. Karena otonomi daerah dilahirkan agar tercapainya percepatan kesejahteraan masyarakat


(29)

dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan. Sehingga preferensi masyarakat merupakan hal mutlak pada salah satu tahapan proses perumusan kebijakan umum pembangunan wilayah.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kinerja pelayanan publik terhadap kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak ?

2. Bagaimana pengaruh kualitas sumberdaya manusia terhadap struktur ekonomi dan disparitas pembangunan wilayah

3. Bagaimana strategi alternatif kebijakan pembangunan sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan tugas akhir tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh kinerja pelayanan publik terhadap kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak

2. Menganalisis pengaruh kualitas sumberdaya manusia terhadap struktur ekonomi dan disparitas pembangunan wilayah

3. Menyusun strategi alternatif kebijakan pembangunan sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak

1.3. Manfaat

Tesis ini diharapkan akan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Penulis

Kegiatan penulisan ini merupakan sarana bagi penulis untuk mengasah kemampuan menulis karya ilmiah, mengamati dan menganalisis suatu permasalahan sosial untuk kemudian berusaha menemukan solusi atas permasalahan sosial tersebut. Penulis juga dituntut untuk lebih peka terhadap permasalahan pembangunan wilayah yang berfokus pada pembangunan modal manusia.


(30)

2. Bagi Pemerintah atau Pihak-pihak yang Terkait

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan gambaran penilaian atas kondisi umum kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam pelayanan publik bidang kesehatan dan pendidikan di era otonomi daerah yang telah berlangsung beserta kebijakan terkait dan memberikan sumbangan saran berupa solusi konstruktif yang dapat dilakukan pemerintah daerah.

3. Bagi Pembaca dan Masyarakat

Memberikan gambaran dan informasi mengenai realisasi kinerja

Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam mewujudkan good

governance pada proses pembangunan wilayah di bidang pendidikan dan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan persepsi masyarakat.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian dilakukan pada instansi terkait dengan tujuan penelitan, dua kecamatan dan empat desa di wilayah tertinggal. Objek penelitian adalah masyarakat, dinas pendidikan, dinas kesehatan, Bappeda dan Anggota Legislatif Komisi IV.

2. Kecamatan yang diteliti adalah Cibeber dan Maja yang dianggap sebagai representasi kecamatan tertinggal di Kabupaten Lebak. Masing-masing kecamatan tertinggal tersebut diambil dua desa, yakni desa yang relatif maju dan desa yang relatif tetinggal.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan Pembangunan Wilayah

Secara harfiah, ilmu wilayah dapat dipandang sebagai ilmu yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah kewilayahan, dan mencari cara-cara yang efektif dalam mempertimbangkan aspek-aspek dan kaidah-kaidah tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan kualitas hidup dan kehidupan manusia. Regional science menurut Mayhew (1997) adalah suatu studi interdisplin yang mengkhususkan pada integrasi analisis-analisis fenomena sosial dan ekonomi wilayah, mencakup aspek-aspek perubahan, antisipasi (peramalan) perubahan-perubahan hingga perencanaan pembangunan di masa yang akan datang dengan penekanan pada pemodelan-pemodelan matematis.

Pada studi empiris (praktis) tentang perencanaan pembangunan wilayah diperlukan adanya pendekatan multidisiplin, yang melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti geografi, ekonomi, sosiologi, matematik, politik, lingkungan,

perencanaan kota dan sebagainya (Hanafiah, 1989). Anwar (1996)

mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu proses atau tahapan pengerahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu, yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lainnya, termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui investasi. Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Syafrizal (1985), perencanaan pembangunan wilayah merupakan salah satu sistem perencanaan yang dipergunakan dalam mengatur alokasi sumberdaya yang terbatas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.

2.2.Struktur Perekonomian

Strukur perekonomian wilayah menunjukan bagaimana suatu wilayah memiliki pola dan struktur pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ini ditunjukkan dengan tingkat PDRB wilayah yang bersangkutan. Selain itu juga dijelaskan melalui tingkat dan jenis pekerjaan yang dominan dimiliki penduduk, mulai dari sektor pertanian hingga industri.


(32)

Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat. Seperti perdagangan internasional (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2009).

Sedangkan menurut Djodjohadikusumo (1994), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktur perekonomian, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan yang sangat erat.

2.3.Otonomi Daerah

2.2.1. Definisi Otonomi Daerah

Menurut UU No. 5 tahun 1974, definisi otonomi daerah adalah penyerahan urusan kepada lembaga pemerintah daerah, yaitu pemberian hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam arti pemerintah daerah (Widodo, 2001). Otonomi secara umum sering disebut sebagai devolusi, merupakan pelimpahan wewenang kepada badan hukum lokal di luar organisasi yang memberikan wewenang (Prasetiyowati, 2003). Sedangkan secara formal sebagaimana disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2004, otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengertian dari UU No. 32 tahun 2004 mengandung beberapa segi dasar, yakni: Pertama, bahwa otonomi daerah bukan skema kedaulatan daerah dalam konteks negara federal. Kedua, kebijakan otonomi lebih merupakan perubahan dalam tata susunan kekuasaan, termasuk di dalamnya terdapat perubahan prinsip kerja pemerintahan yang berupa kewenangan untuk mengatur urusan daerahnya


(33)

sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, proses politik rezim Orde Baru yang tidak memberi harga pada partisipasi rakyat telah dengan seksama menunjukkan bagaimana akibat dari elitisme dan sentralisasi politik tersebut (Widodo, 2001).

2.2.2 Prinsip Otonomi Daerah

Prinsip otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004, menerangkan bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Otonomi daerah juga berorientasi pada peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dalam

menyelenggarakan otonomi daerah, terdapat beberapa hak daerah, yakni:

Pertama, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumberdaya nasional yang berada di daerah oleh pemerintah atau yang dikuasakan/diberi ijin. Kedua,

memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Ketiga, mengelola kekayaan daerah.

Keempat, mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Sedangkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah sesuai UU No. 32

tahun 2004, daerah mempunyai beberapa kewajiban, yakni: Pertama,

menyediakan pelayanan umum. Kedua, mengembangkan sumberdaya produktif di daerahnya. Ketiga, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Keempat,

melindungi masyarakat. Kelima, melestarikan nilai-nilai sosiokultural. Keenam,

mengembangkan kehidupan demokrasi. Ketujuh, mengembangkan keadilan dan pemerataan.

2.2.3 Desentralisasi

Desentralisasi adalah sebuah bentuk pemindahan tanggung jawab, wewenang dan sumber-sumber daya berupa dana maupun personil dari pemerintah pusat ke level pemerintahan daerah. Dasar dari inisiatif seperti ini


(34)

adalah desentralisasi dapat memindahkan proses pengambilan keputusan ke tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Alasannya adalah bahwa masyarakat yang akan merasakan langsung pengaruh program pelayanan yang dirancang dan kemudian dilaksanakan oleh pemerintah (Haris 2005).

Prinsip-prinsip utama desentralisasi adalah mempromosikan otonomi daerah, perencanaan 'bottom-up', partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam proses yang demokratis, kendali daerah yang lebih besar terhadap sumber-sumber keuangan, serta pembagian sumberdaya yang lebih berimbang antara pusat dengan daerah. Manfaat desentralisasi adalah pengalokasian yang lebih baik dari sumberdaya oleh pemerintah yang terbatas melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi biaya pelayanan publik, meningkatkan proses demokratisasi, memperbesar partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.

2.2.4 Demokrasi

Demokrasi berasal dari kata demos, berarti rakyat, dan kratein yang berarti kekuasaan atau pemerintahan. Jadi, demokrasi berarti pemerintahan atau kekuasaan rakyat. Menurut Budiardjo (1972), demokrasi adalah sistem politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh. Philipus dan Aini (2004) mengartikan demokrasi sebagai cara membentuk kebijaksanaan dengan memberi banyak kemungkinan para anggota kelompok untuk mempengaruhi kebijakan itu. Demokrasi adalah cara pembentukan kebijakan dengan melibatkan anggota kelompok sebanyak mungkin.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan demokratisasi adalah proses perubahan dari struktur tatanan pemerintahan yang otoriter ke arah struktur dan tatanan yang demokratis. Demokratisasi merupakan proses dilakukannya diversifikasi kekuasaan untuk meniadakan kesenjangan hak-hak politik warga negara serta memperluas hak warga negara untuk bersuara dan berpendapat (Haris, 2005). Prinsip dari demokratisasi ini adalah setiap keputusan harus dibicarakan bersama dan pelaksaan atas keputusan itu didesentralisasikan.


(35)

2.4. Good Governance

Pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Menurut World Bank (2007), Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal serta kerangka perpolitikan bagi tumbuhnya aktivitas usaha1

.

Prinsip-prinsip good governance diurai sebagai berikut (Haris, 2005) : 1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Tegaknya Supremasi Hukum

Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Penyelenggaraan hukum yang adil memerlukan suatu pengadilan independen dan suatu aparat penegak hukum yang tidak berat sebelah.

3. Transparansi

Informasi tersebut tersedia dengan cuma-cuma dan secara langsung dapat diakses oleh masyarakat atau yang berwenang. Jadi dengan kata lain bahwa cukup informasi berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintah dan sebagainya yang disiapkan dan disajikan dalam bentuk media yang mudah dan dapat dimengerti. 4. Peduli pada Stakeholder (Responsif)

Good governance memerlukan institusi dan proses usaha untuk melayani semua pemerintah di dalam suatu timeframe layak. Oleh karena itu, lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

1


(36)

5. Berorientasi pada Konsensus

Good governance berorientasi penyelesaian sengketa dengan penengahan kepentingan yang berbeda di dalam masyarakat untuk menjangkau suatu konsensus yang luas dalam masyarakat pada suatu mufakat terbaik masyarakat yang utuh dan cara mendapatkannya.

6. Kesetaraan

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Suatu kesejahteraan masyarakat tergantung pada kepastian bahwa semua anggotanya merasa mempunyai suatu pegangan di dalamnya dan tidak merasa dikeluarkan dari tendensi masyarakat. 7. Efektifitas dan Efisiensi

Good governance berarti proses dan produk institusi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan memanfaatkan sebaik mungkin sumberdaya pada diri mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumberdaya seoptimal mungkin dan memberikan perlindungan lingkungan.

8. Tanggung jawab (Akuntabilitas)

Institusi tidak hanya pada bidang pemerintah saja, tetapi juga sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada kelembangaan yang berwenang. Siapa bertanggung jawab kepada siapa bervariasi, tergantung pada keputusan atau tindakan diambil berupa internal atau di luar suatu organisasi atau institusi.

9. Visi Strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.


(37)

Sumber : UN-ESCAP, Tahun 2008

Gambar 2 Karakteristik Good Governance2

2

2.4. Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia merupakan suatu proses pengembangan diri manusia agar memiliki lebih banyak pilihan untuk memperbaiki taraf hidup maupun tingkat kesejahteraannya. Pilihan yang dimaksud adalah pilihan dalam hal pendidikan, kesehatan, pendapatan, lingkungan fisik dan lain sebagainya. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia tersebut digunakan suatu ukuran yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yaitu gabungan dari beberapa indikator. Adapun beberapa indikator tersebut terdiri dari indikator kesehatan (indeks lama hidup), indikator pendidikan (indeks melek huruf dan rata-rata lamanya sekolah) dan indikator ekonomi yang ditunjukkan dengan tingkat daya beli penduduk (purchasing power parity). Gabungan dari ketiga indikator tersebut diharapkan mampu mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah.


(38)

2.5 Pendekatan Modal Manusia

Analisis atas investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia. Setelah investasi awal dilakukan, maka dapat dihasilkan suatu aliran penghasilan masa depan dari perbaikan pendidikan dan kesehatan.

Biaya pendidikan meliputi pengeluaran-pengeluaran langsung seperti uang sekolah atau biaya lain yang khususnya terkait dengan pendidikan. Secara formal, keuntungan pendapatan dapat ditulis sebagai berikut, di mana E adalah pendapatan dengan pendidikan, N adalah pendapatan tanpa pendidikan ekstra, t adalah tahun, dan penjumlahannya adalah tahun-tahun bekerja selama hidup (Todaro dan Smith, 2009).

Kesehatan dan pendidikan berkaitan sangat erat dengan pembangunan ekonomi. Di satu sisi, modal kesehatan yang baik dapat meningkatkan pengembalian investasi yang dicurahkan untuk pendidikan. Harapan hidup yang lebih panjang dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam pendidikan. Sementara kesehatan yang lebih baik akan menyebabkan rendahnya tingkat depresiasi modal pendidikan.

Di sisi lain, modal pendidikan yang lebih baik akan dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan. Karena banyak program kesehatan bergantung pada keterampilan dasar yang dipelajari di sekolah. Akhirnya, perbaikan atas efesiensi produktif dari investasi dalam pendidikan mampu meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan yang meningkatkan harapan hidup (Todaro dan Smith, 2009).

2.6 Sistem Pendidikan dan Kesehatan dalam Pembangunan

Sebagian besar kepustakaan dan diskusi-diskusi yang dilakukan oleh masyarakat mengenai pendidikan dan pembangunan ekonomi pada umumnya berputar pada dua proses ekonomi yang fundamental, yakni : Pertama, interaksi


(39)

antara permintaan yang bermotivasi ekonomis dan penawaran yang bermotivasi politik sebagai tanggapannya. Kedua, pentingnya selisih antara manfaat dan biaya-biaya, baik yang berskala individual maupun sosial dari masing-masing tingkat pendidikan (Todaro dan Smith, 2009).

Tingkat pendidikan yang dienyam oleh seseorang, walaupun banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat non pasar, secara umum dapat dipandang sebagai hasil yang ditentukan oleh perpaduan antara kekuatan permintaan dan penawaran.

Sumber : Todaro & Smith, Tahun 2009

Gambar 3 Tradeoff Keuangan dalam Pengambilan Keputusan Untuk Melanjutkan Sekolah

Terdapat harapan bagi seorang siswa yang lebih terdidik untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik pada sektor modern di masa yang akan datang. Hal tersebut merupakan manfaat pendidikan individual bagi siswa dan/atau keluarganya. Sedangkan biaya pendidikan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, yang harus dikeluarkan atau ditanggung oleh siswa dan/atau keluarganya.

Manfaat sosial pendidikan adalah manfaat dari pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan. Biaya pendidikan secara sosial merupakan biaya oportunitas yang harus ditanggung oleh masyarakat seluruhnya sebagai akibat dari adanya kebutuhan masyarakat tersebut untuk membiayai perluasan pendidikan


(40)

yang lebih tinggi dan mahal, dengan dana yang mungkin akan menjadi lebih produktif apabila digunakan pada sektor-sektor ekonomi yang lain.

Sumber :Todaro & Smith, Tahun 2009

Gambar 4 Biaya dan Manfaat Sosial Pendidikan Versus Biaya dan Manfaat Individu

Standar praktek dalam pengukuran kesehatan umumnya menggunakan tingkat hidup bayi, dan, terutama, dengan tingkat harapan hidup. Menurut definisi WHO, sistem kesehatan adalah semua aktivitas yang tujuan utamanya adalah meningkatakan, mengembalikan, atau menjaga kesehatan. Sistem kesehatan ini meliputi komponen-komponen departemen kesehatan publik, rumah sakit dan klinik, serta ruang praktek dokter dan paramedis.

2.7 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat mempunyai arti meningkatkan kemampuan atau daya dalam meningkatkan kemandirian masyarakat (Soemodiningrat, 1999). Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait antara lain seperti pengetahuan, kemampuan, status dan gender.


(41)

Ramli (2003) menjelaskan terdapat beberapa prasarat yang perlu dipenuhi dalam pemberdayaan masyarakat, Pertama, penciptaan suasana atau iklim yang

memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, peningkatan kemampuan

masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah. Ketiga, perlindungan melalui pemihakkan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraaan yang saling menguntungkan. Pembangunan wilayah dengan pemberdayaan masyarakat pada intinya berorientasi pada pengembangan suatu wilayah yang mampu memberdayakan potensi masyarakatnya baik yang bersifat alamiah maupun potensi manusianya (Ramli, 2003).

2.8 Prinsip Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah

2. 8.1 Kebijakan, Platform Pembangunan dan Kinerja Pemerintah Daerah

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) memberikan arti bahwa kebijakan adalah suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, pernyataan cita-cita, tujuan, fungsi, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Hidayat (2005) menerangkan bahwa kebijakan merupakan deklarasi mengenai suatu dasar pedoman untuk bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas tertentu atau suatu rencana. Sedangkan kebijakan menurut Anderson (1979) adalah suatu langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.

Platform adalah acuan sebuah organisasi untuk menuntaskan masalah nasional dan merupakan simbol kebijakan serta agenda dalam menyelesaikan permasalahan. Sehingga platform diartikan sebagai patokan-patokan dasar dalam mensikapi suatu masalah (Hidayat, 2005). Purbo (2005) memandang bahwa

platform sebagai tempat untuk berpijak, berkarya dan berinteraksi. Platform juga diartikan sebagai landasan berpijak dari mana dan ke arah mana arah perjuangan,


(42)

karena ini merupakan kristalisasi dari pemahaman, pengalaman dan kesadaran historis dalam membangun bangsa pada masa depan (Mukhijab, 2004)

Evaluasi Otda dilakukan untuk melihat sejauh mana kinerja penyelenggaraan otonomi dalam rangka pemantapan pelaksanaan otonomi daerah ke depan (Hadianto, 2006). Titik berat pelaksanaan otonomi adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, demokrasi dan keserasian hubungan pusat-daerah serta daerah-daerah.

2. 8.2 Model Pengukuran Kinerja

Model pengukuran kinerja bertujuan untuk melakukan pengukuran keberhasilan pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di era otonomi daerah, yang kemudian pada intinya dapat ditemukan beberapa indikator-indikator keberhasilan dan penilaian kinerja (Hadianto, 2006).

2. 8.2.1 Model PP No. 129 tahun 2000

Pada model PP No. 129 Tahum 2000, terdapat beberapa kriteria umum yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan wilayah, yaitu: Pertama, kemampuan ekonomi yakni PDRB dan PAD. Kedua, potensi daerah yakni lembaga keuangan, sarana prasarana ekonomi, sarana pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, pariwisata dan ketenagakerjaan. Ketiga, sosial budaya yakni tempat peribadatan, tempat institusi sosial dan sarana olahraga. Keempat, sospol yakni partisipasi masyarakat dalam pemilu, jumlah ormas dan jumlah penduduk. Kelima, luas daerah yakni luas wilayah yang dimanfaatkan dan luas wilayah keseluruhan.

Keenam, lain-lain yakni kamtib dan rentang kendali.

2. 8.2.2 Model Indeks Pembangunan Daerah (Bappenas)

Pada Model Indeks Pembangunan Daerah (Bappenas), terdapat beberapa kriteria umum yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan wilayah, yaitu: Pertama, keberdayaan pemerintah (bobot 0.36) terdiri dari kapabilitas aparat (0.46), keuangan daerah (0.32) dan sarana prasarana (0.22). Kedua, perkembangan wilayah (bobot 0.22)


(43)

terdiri dari fasilitas publik (0.49). Ketiga, keberdayaan masyarakat (bobot 0.42) terdiri dari ekonomi wilayah (0.28), kondisi fisik (0.23), kependudukan dan ketenagakerjaan (0.23), kesejahteraan masyarakat (0.52) dan sosial politik budaya (0.24).

2. 8.2.3 Model Daya Saing Daerah (PPSK – Bank Indonesia)

Pada Model Daya Saing Daerah (PPSK – Bank Indonesia), terdapat beberapa kriteria umum yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan wilayah, yaitu: Pertama, perekonomian daerah terdiri dari nilai tambah, investasi, tabungan, biaya hidup dan konsumsi. Kedua, keterbukaan yang terdiri dari internasionalisasi, perdagangan internasional, investasi asing dan perdagangan daerah. Ketiga, sistem keuangan yang terdiri dari sistem perbankan dan sistem finansial non-perbankan. Keempat, infrastruktur dan sumberdaya alam yang terdiri dari infrastruktur fisik, informasi komunikasi dan sumber daya alam. Kelima, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terdiri dari riset di bidang sumberdaya manusia dan teknologi. Keenam, sumberdaya manusia terdiri dari penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan dan kualitas hidup. Ketujuh, kelembagaan yaitu aspek hukum keamanan dan aspek sospol. Kedelapan, Governance dan kebijakan yaitu kebijakan, birokrasi dan sektor publik. Kesembilan, manajemen dan ekonomi mikro yaitu produktivitas, biaya tenaga kerja, efisiensi manajemen dan kinerja perusahaan.

2. 8.2.4 Model Daya Tarik Investasi (KPPOD)

Pada Model Daya Tarik Investasi (KPPOD), terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan wilayah, yaitu: kelembagaan (31%), sospol (26%), ekonomi daerah (17%), tenaga kerja dan produktivitas (13%), dan infrastruktur fisik (13%).


(44)

2. 8.2.5 Model Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi

Pada Model Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi, terdapat beberapa parameter umum yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah, yaitu: Pertama, skala kehidupan ekonomi yang terdiri dari pertumbuhan, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan. Kedua, layanan publik yang terdiri dari efisiensi, sufisiensi dan fasilitas. Ketiga, resiko lokal yaitu keamanan, stabilitas, demokrasi dan otonomi

.2.8.3 Indikator Kinerja Pemerintah Daerah

Merujuk pada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam Hadianto (2006), terdapat tiga indikator yang digunakan untuk evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di era otonomi daerah periode 1999 – 2003, yaitu : indikator derajat kesejahteraan umum, pelayanan publik dan kehidupan demokrasi lokal.

2.8.3.1 Derajat Kesejahteraan Umum

1. Indikator ekonomi : rata-rata PDRB/kapita cenderung meningkat, tren pertumbuhan ekonomi daerah meningkat di awal penyelenggaraan namun menurun pada tahun berikutnya

2. Indikator sosial : pengangguran terbuka turun dari 6.03% ke 4.13% di awal namun turun di tahun berikutnya hingga 6.97%, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) dari 107 daerah, 59 daerah kategori IKM rendah (<23), 60 daerah kategori IKM menengah (23-25) dan 8 daerah ber IKM tinggi ( > 35). IPM cenderung meningkat namun tidak ada satupun yang memenuhi standar internasional (>80), kesenjangan IPM antara Indonesia Barat-Timur dan lainnya

2.8.3.2 Derajat Pelayanan Publik

1. Indikator infrastruktur : rasio panjang jalan-luas wilayah menurun, rasio penduduk tanpa akses sanitasi menurun dan rasio ketersediaan fasilitas umum menurun


(45)

2. Indikator kebutuhan dasar : penurunan angka kematian bayi, rasio fasilitas kesehatan/jumlah penduduk meningkat, rasio tenaga medis per penduduk masih tinggi, penurunan angka putus sekolah, rasio murid per guru tinggi dan lainnya

3. Indikator pemerintahan : rasio penduduk per PNS meningkat dan rasio PAD per jumlah penduduk meningkat tajam dari Rp. 716.000 menjadi Rp.1.071.600 (2003)

2.8.3.3 Kehidupan Demokrasi Lokal

1. Indikator jumlah parpol: parpol yang mendapat suara dalam pemilu masih parpol lama

2. Indikator rasio jumlah pemilih: partisipasi penduduk tinggi dalam pemilu 3. Indikator unjuk rasa : kecenderungan meningkat

4. Indikator demokrasi lokal : jumlah LSM mengalami peningkatan

2.9 Standar Pelayanan Minimal

Standar pelayanan minimal adalah sebuah kebijakan publik yang mengatur mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sebagai sebuah kebijakan yang baru diperkenalkan, standar pelayanan minimal sudah selayaknya didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah hingga peraturan menteri terkait.

Standar pelayanan minimal (minimum service standard) merupakan suatu istilah dalam pelayanan publik yang menyangkut kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Oentarto (2004), memberikan pemahaman arti bahwa standar pelayanan minimal memiliki nilai yang sangat strategis bagi pemerintah baik pusat maupun daerah atau bahkan masyarakat sebagai konsumen. Adapun nilai strategis tersebut terdidi dari beberapa bagian, yakni pertama, bagi pemerintah daerah, standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan. Kedua,


(46)

bagi masyarakat, standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai acuan mengenai suatu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah.

2.10 Disparitas Pembangunan antar wilayah

Disparitas antar wilayah berarti perbedaan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Disparitas antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya (Rustiadi, 2007).

Isu utama masalah pembangunan wilayah dewasa ini adalah disparitas yang meliputi (1) disparitas antar wilayah, (2) disparitas antar sektor ekonomi dan (3) disparitas antar golongan masyarakat/individu. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik, top down, dan seragam. Konsep pembangunan ekonomi lebih menekankan pertumbuhan dibandingkan redistribusi pendapatan yang adil, sesuai dengan keadaan budaya penguasa (rezim) yang selama ini ternyata menyisakan ketimpangan.

Dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks. Pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi mikro, cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesanjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan. Secara makro dapat kita lihat terjadinya ketimpangan pembangunan yang signifikan misalnya antara desa-kota, antara wilayah Indonesia Timut dan Indonesia Barat, antara wilayah Jawa dan luar Jawa, dan sebagainya.

Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah/kawasan hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash), yang mengakibatkan aliran bersih dan akumulasi nilai tambah tertuju ke pusat-pusat pembangunan secara massif dan berlebihan. Sehingga terjadi akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pusat pertumbuhan.


(47)

Secara teoritis, permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mula-mula dimunculkan oleh Douglas C. North dalam analisisnya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu Negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotes ini kemudian dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik.

Pada permulaan proses pembangunan menurut Hipotesa Neo-Klasik, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (Divergence). Bila pembangunan terus berlanjut, maka setelah itu secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun (Covergence). Dengan kata lain, berdasarkan hipotesa ini kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah atau ketimpangan regional adalah berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve).

Sumber : Syafrizal , Tahun 2008

Gambar 5 Kurva Hipotesa Neo-Klasik

Beberapa teori pembangunan dan pertumbuhan telah membuktikan bahwa ketimpangan pembangunan dan ketidakseimbangan melekat dalam setiap tahap pembangunan. Gunnar Myrdal (dalam Jhingan, 2003) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses akibat sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan lebih banyak dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effect) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effect) cenderung mengecil yang semakin

Ketimpangan Regional

Tingkat Pertumbuhan Nasional Kurva Ketimpangan


(48)

memperburuk ketimpangan internasional dan regional di negara-negara yang sedang berkembang.

Hal tersebut sejalan dengan Hipotesis Kuznets mengenai relasi antara ketimpangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang dikenal dengan kurva U terbalik (inverted U). Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang berbentuk U terbalik (Kuncoro, 2004). Hasil ini diinterpretasikan sebagai suatu evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi perdesaan menuju ekonomi perkotaan atau dari ekonomi pertanian (tradisional) ke ekonomi industri (modern). Pada awal proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi ke industrialisasi. Namun setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan, ketimpangan menurun yakni pada saat sektor industri sudah dapat menyerap sebagian tenaga kerja yang datang dari perdesaaan (sektor pertanian) atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan. Kurva “U Terbalik” dari Kuznets ini adalah penjabaran dari kurva hipotesa Neo- Klasik. Sumbu horizontal berupa “tingkat pembangunan nasional” diproksi dengan besarnya pendapatan perkapita dan sumbu vertikal berupa variabel “ketimpangan regional” diproksi dengan kesenjangan pendapatan melalui Indeks Williamson.

Sumber : Van den Berg, Tahun 2001

Gambar 6 Kurva Hipotesis Kuznets Ketimpangan Regional


(1)

Sulistiyono, Agung. 2006.

Analisis Potensi Industri Berbasis Pertanian

(Agroindustri) Di Propinsi Jawa Timur

. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian. Program Studi Agribisnis. Universitas Brawijaya: Malang

Suporahardjo. 2005.

Manajemen Kolaborasi : Memahami Pluralisme

Membangun Konsensus

. Pustaka Latin : Bogor

Suporahardjo. 2005.

Strategi dan Praktek Kolaborasi : Sebuah Tinjauan

. Pustaka

Latin : Bogor

Sustainable Capacity Building for Decentralization. 2005.

Rencana Aksi

Peningkatan yang Berkelanjutan Untuk Desentralisai Kabupaten Lebak

2005-2009

. Pemkab Lebak Project Implementation Unit: Lebak

Sutisna, Agus. 2004.

Lebak dalam Arus Perubahan, Kado Ulang Tahun Ke-176

Kabupaten Lebak.

Dinas Informasi Komunikasi Budaya dan Pariwisata

(INKOSBUDPAR) Kabupaten Lebak: Lebak

Sutisna, Agus. 2006.

Lebak: Kota yang Sedang Berhias, Kado Ulang Tahun

Ke-178 Kabupaten Lebak.

Dinas Informasi Komunikasi Budaya dan Pariwisata

(INKOSBUDPAR) Kabupaten Lebak: Lebak

Tarigan, R. 2007.

Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi

. Bumi Aksara : Jakarta

Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. 2009.

Pembangunan Ekonomi, edisi

kesepuluh

. Penerbit Erlangga: Jakarta

Yudha, Eka Purna. 2007.

Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap

Pelayanan Publik Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak – Banten (Studi

Kasus Kecamatan Maja dan Kecamatan Bayah)

. Skripsi. Departemen

Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Van Den Berg, H. 2001.

Economic Growth and Development

, McGraw Hill.

International Edition

Widodo, J. 2001.

Good Governance Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan

Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

Insan

Cendikia: Surabaya

Wirosuhardjo, Kartomo. 2001.

Bahan-bahan Kuliah Evaluasi Kinerja

. IPWI

Press: Jakarta

Wondellock, Julia M. dan Steven L. Yafee. 2000.

Making Collaboration Work :

Lesson from Innovation in Natural Resources Management

. Island Press :

California

Zaitun, Buchori. 1996.

Manajemen Sumberdaya Manusia Indonesia

. CV Deni’s

Grafika: Jakarta


(2)

Lampiran 1.

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil Uji Validitas Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pendidikan

ATRIBUT JUMLAH N Correlation Coefficient

Spearman Coefficient

α ≤

0,05 HASIL

1 82 20 0,289 0,486 0,036 Valid

2 93 20 0,780 0,486 0,040 Valid

3 73 20 0,250 0,486 0,050 Valid

4 59 20 0,289 0,486 0,042 Valid

5 60 20 0,404 0,486 0,000 Valid

6 90 20 0,250 0,486 0,004 Valid

7 79 20 0,406 0,486 0,021 Valid

8 70 20 0,200 0,486 0.038 Valid

9 75 20 0,378 0,486 0,025 Valid

10 74 20 0,112 0,486 0.013 Valid

11 68 20 0,250 0,486 0,040 Valid

12 80 20 0,471 0,486 0,036 Valid

13 87 20 0,200 0,486 0,013 Valid

14 97 20 0,102 0,486 0,036 Valid

15 86 20 0,115 0,486 0,028 Valid

16 78 20 0,310 0,486 0,011 Valid

17 87 20 0,081 0,486 0,046 Valid

18 91 20 0,120 0,486 0,030 Valid

19 80 20 0,428 0,486 0,042 Valid

20 96 20 0,405 0,486 0,015 Valid

21 75 20 0,310 0,486 0,045 Valid

22 71 20 0,408 0,486 0,022 Valid

23 76 20 0,628 0,486 0,002 Valid

24 73 20 0,329 0,486 0,028 Valid

25 72 20 0,726 0,486 0,000 Valid

26 74 20 0,264 0,486 0,002 Valid

27 66 20 0,610 0,486 0,002 Valid

Hasil Uji Validitas Atribut Kinerja Pelayanan Publik Kesehatan

ATRIBUT JUMLAH N Correlation Coefficient

Spearman Coefficient

α ≤

0,05 HASIL

1 82 20 0,444 0,486 0,050 Valid

2 93 20 0,493 0,486 0,027 Valid

3 73 20 0,505 0,486 0,023 Valid

4 59 20 0,499 0,486 0,025 Valid

5 60 20 0,458 0,486 0,042 Valid

6 90 20 0,544 0,486 0,013 Valid

7 79 20 0,552 0,486 0,012 Valid

8 70 20 0,450 0,486 0.047 Valid

9 75 20 0,460 0,486 0,041 Valid

10 74 20 0,446 0,486 0.049 Valid

11 68 20 0,551 0,486 0,021 Valid

12 80 20 0,593 0,486 0,059 Valid

13 87 20 0,473 0,486 0,035 Valid

14 97 20 -0,450 0,486 0,046 Valid

15 86 20 0,478 0,486 0,033 Valid

16 78 20 0,495 0,486 0,026 Valid

17 87 20 0,456 0,486 0,043 Valid


(3)

Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.844 .865 38

Dari hasil perhitungan dihasilkan reliabilitas kuesioner (

r

11

) adalah 0,966. Nilai r

tabel

adalah

0,444 dengan N=20, selang kepercayaan 95%. Dengan demikian kuesioner dinyatakan

reliabel karena

r

11

> r

tabel

.


(4)

Lampiran 2

Print Out Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Menggunakan Minitab

Regression Analysis: IPM versus Rasio bangunan S, Rasio Bangunan S, ...

The regression equation is

IPM = 63.3 + 1.03 Rasio bangunan SD-Penduduk usia + 1.25 Rasio Bangunan SMP-Penduduk SMP + 1.59 Rasio Bangunan SMA/SMK-Penduduk - 0.184 Rasio Jumlah Guru SD-murid SD

+ 0.0116 Rasio Guru SMP- murid SD + 0.373 Rasio Guru SMA-Murid SD Predictor Coef SE Coef T P

Constant 63.2609 0.3416 185.21 0.000 Rasio ba 1.0268 0.4400 3.33 0.000 Rasio Ba 1.2523 0.6051 3.07 0.000 Rasio Ba 1.5936 0.8857 5.80 0.000 Rasio Ju -0.18440 0.03878 -4.76 0.000 Rasio Gu 0.01158 0.04052 6.29 0.000 Rasio Gu 0.37284 0.08215 4.54 0.000 S = 3.882 R-Sq = 92.6% R-Sq(adj) = 92.1% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 9651.3 160.6 106.75 0.000 Residual Error 21 8694.5 15.1

Total 27 18345.8 Source DF Seq SS Rasio ba 1 2512.0 Rasio Ba 1 36.0 Rasio Ba 1 5248.8 Rasio Ju 1 1482.5 Rasio Gu 1 61.7 Rasio Gu 1 310.3


(5)

The regression equation is

IPM = 63.6 + 0.77 Rasio Puskesmas- Penduduk

- 0,434 Rasio Puskesmas Pembantu-Pendud

+ 1.04 Rasio rumah sakit-penduduk + 1.60 Rasio Dokter-Penduduk + 0.55 Rasio Perawat-Penduduk + 0.68 Rasio Bidan-Penduduk Predictor Coef SE Coef T P

Constant 63.5982 0.3937 161.53 0.000 Rasio Pu 0.7726 8.457 3.28 0.001 Rasio Pu -0.434 4.118 -2.05 0.000 Rasio ru 1.044 45.40 6.71 0.000 Rasio Do 1.595 3.777 3.75 0.000 Rasio Pe 0.549 1.300 2.73 0.000 Rasio Bi 0.683 1.278 5.79 0.000 S = 4.309 R-Sq = 91.6% R-Sq(adj) = 91.0% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 7634.6 1272.4 68.54 0.000 Residual Error 21 10711.2 18.6

Total 27 18345.8 Source DF Seq SS Rasio Pu 1 2724.7 Rasio Pu 1 273.3 Rasio ru 1 3982.0 Rasio Do 1 220.3 Rasio Pe 1 375.1 Rasio Bi 1 59.2


(6)

Regression Analysis: IW versus Laju PDRB, Pertumbuhan , RBIU, RBIP, RBIK

The regression equation is

IW = 1.30 - 0.00242 Laju PDRB - 0.00468 IPM - 0.0225 RBIU - 0.124 RBIP + 0.0135 RBIK

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.30151 0.07377 17.64 0.000 Laju PDR -0.0024233 0.0008352 -2.90 0.004 IPM -0.0046752 0.0009873 -4.74 0.000 RBIU -0.022530 0.003599 -6.26 0.000 RBIP -0.12411 0.03773 -3.29 0.001 RBIK 0.01348 0.01276 1.06 0.291 S = 0.03211 R-Sq = 72.3% R-Sq(adj) = 71.8% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 0.81464 0.16293 158.05 0.000 Residual Error 303 0.31236 0.00103

Total 308 1.12700 Source DF Seq SS Laju PDR 1 0.39423 IPM 1 0.30574 RBIU 1 0.10314 RBIP 1 0.01038 RBIK 1 0.00115