wilayah selatan yang secara kuantitas masih dianggap kurang, angka partisipasi murni 80 persen untuk SD dan 50 persen untuk SMP.
Indikator pelayanan publik lainnya yang juga ikut mempengaruhi IPM adalah tenaga pendidikan dalam hal ini khususnya guru. Rasio guru yang paling
tinggi memberikan pengaruh adalah rasio guru SMA kemudian disusul oleh rasio guru SMP, hal tersebut menunjukan jika jumlah guru SMA di Kabupaten Lebak
masih kurang, sehingga apabila rasio guru mampu ditingkatkan maka IPM secara otomatisasi akan ikut meningkat. Dalam pemodelan, peningkatan guru SD tidak
memberikan hasil positif, namun justru peningkatan guru SD akan menurunkan angka IPM. Hal tersebut sangatlah wajar, karena jumlah guru SD baik di wilayah
utara maupun selatan sudah memenuhi kuota minimal jumlah guru. Peningkatan jumlah bangunan sekolah dan tenaga pengajar bukan hanya
difokuskan pada kuantitas saja, namun lebih dari itu, kualitas tidak boleh ditinggalkan. Bangunan sekolah yang ada tidak hanya memenuhi jumlah minimal,
tapi kualitas bangunan harus diperhatikan baik dari sisi kelayakan, posisi yang strategis, keamanan, kelangkapan hingga kebersihan lingkungan. Kapasitas tenaga
pengajar seperti guru juga tetap menjadi sorotan utama dalam pelayanan publik. Selain harus menguasai materi pelajaran, guru juga dituntut untuk bisa menguasai
teknik-teknik pengajaran yang mampu menstimulus siswa menjadi lebih aktif, kreatif, berprestasi dan suasana belajar menjadi semakin menyenangkan.
6.5.2 Estimasi Pengaruh Pelayanan Publik Kesehatan terhadap Kualitas
Sumberdaya Manusia IPM
Pelayanan publik di bidang kesehatan merupakan salah satu indikator pembangunan manusia. Dalam pemodelan, pelayanan kesehatan ini diduga
memeliki pengaruh kuat dalam pembentukan angka IPM di Kabupaten Lebak, dalam hal ini dilihat dari IPM kecamatan. Adapun variabel yang pelayanan publik
bidang kesehatan yang menjadi variabel independent dalam pemodelan adalah rasio puskesmas terhadap penduduk, rasio puskesmas pembantu terhadap
penduduk, rasio rumah sakit terhadap penduduk, rasio dokter terhadap penduduk, rasio perawat terhadap penduduk dan rasio bidan terhadap penduduk. Secara
matematis, pemodelan tersebut dapat dilihat di bawah ini.
ln IPM
it
= 63,6 + 0,77
ln RPUS
it
- 0,434 ln
RPST
it
+ 1,04 ln RRS
it
+ 1,6 ln
RDOK
it
+ 0,55 ln RPER
it
+ β
5
0,68 RBID
it
+ e
it
Keterangan : IPM
it
= Variabel dependent, yaitu Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i
Pada Tahun ke-t β
= Konstanta β
1
,… β
9
= Koefisien variabel independent RPUS
it
= Rasio puskesmas dengan penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Tahun ke-t
RPST
it
= Rasio puskesmas pembantu dengan penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Tahun ke-t
RRS
it
= Rasio rumah sakit dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Tahun ke-t
RDOK
it
= Rasio dokter dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Tahun ke-t
RPER
it
= Rasio perawat dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Tahun ke-t
RBID
it
= Rasio bidan Pembantu dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Tahun ke-t
e
it
Variabel
= Error
Tabel 35 Analisis Ekonometrik Regresi Berganda Pengaruh Pelayanan Publik Kesehatan terhadap IPM di Kabupaten Lebak
Koefisien t-stat
Prob t-stat Constant
63,60 12.68
0,000 RPUS
0,77 6,06
0,001 RPUSTU
- 0,43 -4,40
0,000 RSS
1,04 8,23
0,000 RDOK
1,60 4,43
0,000 RPER
0,55 -3,29
0,000 RBID
0,68 7,09
0,000 R2
91,60 F-stat
68,54 Prob F-stat
0,000 Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Hasil pengolahan data di atas, diperoleh bahwa nilai F-hitung untuk model pengaruh pelayanan publik kesehatan terhadap IPM adalah 68,54. Jika
dibandingkan dengan F-tabel pada tingkat signifikansi 5 persen α = 0,05 sebesar
3,81 maka nilai F-hitung yang diperoleh untuk model tersebut lebih besar dari ketiga tingkat signifikansi tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan
publik kesehatan di Kabupaten Lebak secara simultan sangat signifikan mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia IPM.
Setelah diketahui bahwa terdapat variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, maka dilakukan penyelidikan lebih
lanjut untuk mengetahui secara spesifik variabel manakah yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Untuk pekerluan tersebut, dilakukan
pengujian koefisien regresi secara individual testing individual coefficient. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel model ekonometrika, maka nilai t
hitung
dari seluruh varibel independent pelayanan publik lebih besar dari t
tabel
t
0,025
Hasil perhitungan dari model ekonometrika terlihat bahwa rasio infrastruktur kesehatan cukup berpengaruh dalam meningkatkan IPM di
sebesar 2,048 sehingga berpengaruh secara siginifikan terhadap IPM. Variabel pelayanan publik yang paling besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan IPM adalah rasio dokter terhadap penduduk sebesar 1,6. Hal tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi peningkatan sebesar 1 persen pada
rasio dokter di kecamatan, maka IPM kecamatan akan meningkat sebesar 1,6. Variabel pelayanan publik kesehatan lainnya yang juga mempengaruhi IPM
secaqra berturut-turut peringkatnya adalah rasio rumah sakit 1,04, rasio puskesmas 0,77, rasio bidan 0,68, rasio perawat 0,55 dan rasio puskesmas
pembantu -0,43. Pada pemodela ekonometrika terdapat satu variabel yang bernilai negatif yakni rasio puskesmas pembantu yang bernilai -0,43, artinya
bahwa jika terjadi peningkatan sebesar 1 persen pada rasio puskesmas pembantu maka IPM akan menurun sebesar 0,43. Hal tersebut menandakan bahwa
Pemerintah Kabupaten Lebak tidak memerlukan usaha lebih untuk meningkatkan kuantitas jumlah puskesmas pembantu, namun lebih kepada peningkatan kualitas
pelayanan dari puskesmas pembantu.
Analisis Pengaruh Pelayanan Publik Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM
Kabupaten Lebak. Rasio infrastruktur yang paling berpengaruh adalah rasio rumah sakit dan puskesmas. Untuk konteks rumah sakit, pelayanan rumah sakit di
Kabupaten Lebak selama satu dekade terakhir menjadi sorotan utama masyarakat. Secara kuantitatif, ketersediaan rumah sakit di Lebak masih jauh dari harapan,
apalagi melihat posisi letak rumah sakit yang hanya ada di wilayah utara. Namun di tahun 2008 Lebak telah berhasil mendirikan satu rumah sakit di wilayah selatan
tepatnya di Kecamatan Malingping. Hal tersebut cukup menggembirkan masyarakat di wilayah Lebak selatan. Namun hal tersebut dianggap masih belum
cukup, karena di wilayah tengah sama sekali belum tersedia rumah sakit, sehingga penambahan satu rumah sakit untuk melayani masyarakat di Lebak tengah
merupakah satu hal yang perlu menjadi prioritas Pemkab lebak. Dengan adanya ketersediaan rumah sakit tersebut, maka akan mampu memotong jauhnya akses
masyarakat Lebak tengah terhadap rumah sakit. Rasio infrastruktur puskesmas juga telah menjadi faktor yang sangat
penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada suatu wilayah. Karena puskesmas akan menjadi ujung tombak terdepan dalam pelayanan
kesehatan. Terjadi ketimpangan jumlah puskesmas antara wilayah utara dengan selatan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk menyeimbangkan jumlah
puskesmas dengan kapasitas pelayanan khususnya di wilayah selatan tertinggal merupakan hal yang sangat wajar dilakukan. Terlebih angka harapan hidup di
Lebak masih cukup rendah, yakni 63,6 pada tahun 2008. Penemuan kasus-kasus gizi buruk dan penyakit-penyakit menular seperti kaki gajah, malaria dan TBC
pun lebih banyak ditemukan pada wilayah-wilayah Lebak bagian selatan. Selanjutnya puskesmas ini akan menjadi pendeteksi dini segala macam penemuan
kasus gangguan kesehatan, sehingga ke depannya puskesmas ini akan menjadi penyangga utama peningkatan kualitas hidup masyarakat. Karena bukan tidak
mungkin jika Kabupaten Lebak akan memiliki pelayanan puskesmas yang dilengkapi oleh layanan-layanan prima seperti darurat level 1 atau setingkat
dengan rumah sakit dilengkapi perangkat yang dibutuhkan. Pelayanan insfrastruktur lainnya adalah puskesmas pembantu pustu yang
berfungsi membantu puskesmas utama apabila secara geografis masih belum bisa didirikan puskesmas baru untuk melayani masyarakat. Puskesmas pembantu
adalah unit sederhana yang membantu melaksanakan kegiatan pelayanan yang dilakukan puskesmas dalam wilayah kerja yang lebih kecil. Meski
penyelenggaraan pelayanan di puskesmas pembantu menjadi kunci dalam memperluas jangkauan pelayanan dasar, jarang mendapat perhatian kebijakan di
tingkat lokal maupun kabupaten. Koordinasi menjadi kunci keberhasilan upaya kesehatan antara pemerintah dan masyarakat, sehingga puskesmas pembantu ini
menjadi salah satu kunci kesuksesan pelayanan kesehatan di suatu wilayah tak terkecuali di Kabupaten Lebak, sehingga dengan peningkatan jumlah bangunan
puskesmas pembantu secara jangka panjang akan ikut meningkatkan kualitas hidup yang selanjutnya meningkatkan IPM Kabupaten Lebak. Akan tetapi dalam
pemodelan, penambahan jumlah puskesmas pembantu justru akan menurunkan angka IPM, hal tersebut disebabkan oleh preferensi masyarakat yang lebih
memilih puskesmas utama dan rumah sakit dalam hal pelayanan publik karena puskesmas utama dan rumah sakit memiliki kelengkapan fasilitas yang lebih baik.
Rasio pelayanan publik tenaga kesehatan juga memberikan sumbangan cukup besar terhadap perkembangan IPM di Lebak, khususnya peran dokter.
Seperti telah diketahui bahwa dokter merupakan salah satu instrumen utama tenaga kesehatan. Dokter bertugas memeriksa kesehatan dokter, memberikan
stimulan-stimulan agar pasien memiliki harapan untuk kembali pulih, dan memberikan resep obat apabila diperlukan. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan
dokter ini menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan kualitas hidup manusia di Kabupaten Lebak. Seharusnya tiap puskesmas minimal memiliki satu orang
dokter yang membuka praktek, tetapi pada kenyataannya ada beberapa kecamatan yang sama sekali tidak tersedia dokter umum. Kebijakan peningkatan penyebaran
jumlah dokter merupakan salah satu hal mutlak yang perlu dilakukan agar mampu meningkatkan kualitas hidup. Salah satu cara yang telah ditempuh adalah dengan
memberikan beasiswa khusus putra daerah yang berhasil kuliah menjadi mahasiswa kedokteran di universitas negeri.
Perawat memiliki peranan yang cukup penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Rasio perawat untuk wilayah utara terlihat sudah
cukup ideal, namun wilayah selatan masih kekurangan cukup banyak. Menurut hasil dari analisis pemodelan ekonometrika, penambahan jumlah perawat akan
meningkatkan angka IPM, sehinga jumlah perawat secara perlahan harus tetap diseimbangkan sesuai dengan rasio ideal, khususnya untuk wilayah selatan yang
masih kekurangan banyak perawat di Puskesmas. Bidan memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Secara sederhana, bidan dapat dikatakan sebagai perpanjang dari dokter, karena memiliki wewenang yang hampir sama dengan
dokter seperti memberikan resep pengobatan, pengecekan kesehatan dasar dan membantu persalinan. Peran bidan yang sangat sentral adalah dalam hal
membantu proses persalinan dan memantau perkembangan kesehatan balita. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang memiliki angka
kematian ibu dan bayi saat melahirkan. Sebagian besar disebabkan oleh salah penanganan oleh paraji atau dukun beranak. Proses persalinan kurang steril dan
bersih, peralatan yang digunakan pun masih tradisional dan sangat memungkinkan terjadinya resiko kematian ibu dan bayi. Untuk meminimalisir hal tersebut,
kebijakan yang diambil adalah dengan menambah bidan desa yang bertugas untuk menemani proses persalinan oleh paraji dan memberikan pelatihan khusus kepada
paraji tradisional. Karena walau bagaimanapun, tradisi orang di persdesaan tentu lebih memilih dukun beranak daripada bidan. Alasannya cukup banyak, mulai dari
tradisi yang turun temurun, hingga ongkos ekonomi yang lebih murah dimana paraji bisa dibayar tanpa dengan uang melainkan bisa juga dengan bahan makanan
sebagai upahnya.
Analisis Keterkaitan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan terhadap IPM
Dalam pemodelan ekonometrika terkait pengaruh kinerja pelayanan publik bidang pendidikan terhadap kualitas sumberdaya manusia yang ditunjukan oleh
IPM terdapat beberapa kesimpulan. Pertama, variabel yang berpengaruh positif ikut meningkatkan IPM adalah rasio gedung SD, rasio gedung SMP, rasio gedung
SMA dan rasio guru SMP dan rasio guru SMA. Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila Pemkab Lebak memfokuskan alokasi dana pembangunan kepada
gedung SD, SMP dan SMA serta kuantitas guru SMP dan guru SMA, maka secara signifikan akan meningkatkan IPM pada tingkat kecamatan yang selanjutnya
meningkatkan IPM kabuipaten. Secara spesifik alokasi pengembangan akan
memberikan hasil lebih baiak apabila diberikan kepada kecamatan-kecamatan yang memang secara infrastruktur dan tenaga pendidikan cenderung rendah.
Hingga tahun 2008, IPM Kabupaten Lebak memang masih berkutat pada juru kunci di Provinsi Banten yakni 67,1 dan rata-rata lama sekolah hanya 6,2
tahun atau setingkat dengan lulusan sekolah dasar. Kondisi bangunan SD dan SMP atau yang setingkat di Kabupaten Lebak sekitar 30 persen mengalami
kerusakan yang cukup berat. Selain itu, menurut penuturan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak, hingga tahun 2010 Lebak
secara keseluruhan masih kekurangan 5.000 guru sekolah dasar. Oleh karena itu, optimalisasi, perbaikan juga penambahan bangunan SD dan SMP serta
sumberdaya pengajar guru SD dalam fokus pembangunan manusia di Kabupaten Lebak akan menjadi salah satu faktor penentu dalam peningkatan kualitas
sumberdaya manusia secara simultan dan berkelanjutan selama lima tahun ke depan.
Kesimpulan kedua, terdapat satu faktor yang menurunkan IPM Kabupaten Lebak, yakni rasio guru SD. Dampak dari hasil pemodelan ekonometrika tersebut
bukan berarti mengesampingkan faktor tersebut dalam pembangunan bidang pendidikan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa hingga saat ini rata-rata lama
sekolah di Lebak baru 6,2 tahun, sehingga perlu memfokuskan diri dalam pembangunan pendidikan dasar setingkat SD dan SMP. Selain itu juga, rasio SD
di kecamatan-kecamatan Kabupaten Lebak masih dianggap cukup untuk bisa memberikan pelayanan terhadap jumlah penduduk di masing-masing kecamatan,
sehingga kebijakan penting yang perlu dipertimbangkan adalah kebijakan peningkatan kapasitas guru SD.
Terdapat kendala yang cukup memberatkan proses pembangunan khususnya di daerah-daerah terpencil dan sulit diakses yakni terkait dengan
budaya dan kebiasan masyarakat lokal. Sebagian besar masyarakat lokal belum sepenuhnya sadar akan pentingnya pendidikan bagi generasi muda. Masyarakat
masih menganggap pendidikan hanya untuk belajar membaca, menulis dan berhitung saja. Jadi apabila seorang anak sudah bisa membaca, menulis dan
berhitung maka hal itu sudah dianggap cukup. Karena pekerjaan di ladang dan sawah tidak membutuhkan ijazah sekolah tinggi. Apabila memiliki anak
perempuan, maka para orang tua lebih bersedia mengeluarkan uang besar untuk segera menikahkan putrinya daripada menyekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Akibatnya, pertumbuhan tingkat IPM di Kabupaten Lebak khususnya dalam hal lama sekolah berjalan lambat dan cukup sulit untuk ditingkatkan.
Pemodelan ekonometrika terkait dengan pengaruh pelayanan publik kesehatan terhadap kualitas sumberdaya manusia IPM memiliki beberapa
indikasi. Pertama, terdapat lima faktor yang berpengaruh signifikan dan berdampak positif meningkatkan IPM khususnya dalam hal rata-rata lama hidup.
Variabel yang berpengaruh positif tersebut adalah rasio jumlah puskesmas, rasio rumah sakit, rasio dokter, rasio perawat dan rasio bidan. Di tahun 2008, rata-rata
lama hidup Kabupaten Lebak masih cukup rendah dan di bawah rata-rata, yakni 63,12 tahun. Kondisi ini menjelaskan bahwa kondisi kesehatan masyarakat Lebak
masih rendah karena rendahnya rata-rata lama hidup. Bahkan jumlah gizi buruk di tahun 2009 hampir menginjak angka 5.000 anak.
Rasio Puskesmas memiliki dampak positif yang cukup besar karena Puskesmas memiliki peran yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan dasar
di kecamatan. Secara kuantitas, sebenarnya Lebak masih kekurangan Puskesmas. Dinas Kesehatan Kab. Lebak mengalami kesulitan dalam penambahan jumlah
puskesmas karena penyebaran penduduk yang masih belum merata khususnya di daerah terpencil, selain itu juga terkendala dengan pegawai tenaga kesehatan yang
memang masih juga kekurangan. Namun Puskesmas yang ada cukup memberikan hasil yang positif dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, khususnya
dalam hal pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain puskesmas, faktor pelayanan kesehatan yang sangat menentukan
lainnya adalah rasio jumlah rumah sakit. Pembangunan rumah sakit di Kecamatan Malingping di tahun 2008 berdampak sangat besar terhadap tingkat kesehatan
masyarakat. Masyarakat wilayah Lebak Selatan yang membutuhkan pelayanan gawat darurat dan rawat inap tidak lagi harus menempuh jarak hingga lebih dari
100 km menuju rumah sakit umum daerah di Rangkasbitung. Faktor ketiga dan keempat yang juga berpengaruh positif lainnya adalah
rasio dokter, perawat dan bidan. Posisi dokter jelas sangat diperlukan oleh masyarakat di Lebak, khususnya wilayah di luar Rangkasbitung. Jumlah dokter di
daerah-daerah yang ada masih sangat minim dan perlu tamban yang tidak sedikit. Padahal praktek dokter umum sangat diperlukan dalam hal peningkatan kesehatan
dan pelayanan penduduk yang menderita penyakit. Selain itu, hal yang cukup mengagetkan adalaah ternyata di Lebak sama sekali tidak ada dokter spesialis.
Sebagian dokter spesialis yang mengisi praktek di rumah sakit Lebak bukan berasal dari Lebak, namun daerah luar seperti Serang, Cilegon dan Tangerang.
Selain dokter, faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas keesehatan masyarakat adalah kedudukan bidan. Posisi bidan sangat sentral
perannya dalam proses persalinan dan pasca persalinan. Program anak sehat pun kini lebih banyak dipegang oleh bidan, mulai dari imunisasi hingga
pendampingan kesehatan serta gizi balita, sehingga bidan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten
Lebak. Variabel yang berpengaruh menurunkan kualitas sumberdaya manusia di
Lebak adalah keberadaan Puskesmas Pembantu Pustu. Saat ini masyarakat lebih memilih pelayanan puskesmas dibandingkan puskesmas pembantu. Hal ini
disebabkan oleh kelangkapan peralatan dan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas. Oleh karena itu, inti dari kesimpulan dalam hal pengembangan
kualitas kesehatan, pemerintah sebaiknya mampu memberikan fokus pembangunan dalam hal ketersediaan dan juga kualitas pelayanan puskesmas dan
rumah sakit. Dalam hal tenaga kesehatan pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada posisi dokter, perawat dan bidan yang akan memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat. Apabila sesuai dengan pemodelan ekonometrika, maka kebijakan yang
cukup efektif dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia IPM adalah dengan cara meningkatkan rasio belanja untuk dialokasikan pada pembangunan
insfrastruktur pendidikan dan kesehatan. Selain itu, faktor lain yang juga sangat menentukan adalah peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga pendidikan dan
kesehatan. Agar pembangunan dan pelayanan publik berjalan secara adil dan pertumbuhan menjadi lebih merata, maka alokasi pembangunan sebaikanya
diberikan kepada kecamatan-kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas dan tenaga pendidikan –kesehatan rendah, sehingga peningkatan IPM akan dimulai dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari pemerataan IPM kecamatan- kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak.
BAB VII PENGARUH KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA TERHADAP
STRUKTUR EKONOMI DAN DISPARITAS WILAYAH
Kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak menjadi sorotan utama dalam pembangunan wilayah di era otonomi daerah. Apabila ditinjau
menggunakan indikator IPM, maka kualitas sumberdaya manusia di Lebak masih tergolong rendah dan di bawah rata-rata Provinsi Banten. Kualitas sumberdaya
manusia ini akan menjadi faktor yang cukup mempengaruhi struktur ekonomi wilayah di Lebak. Selain struktur ekonomi, pengaruh yang bisa dicoba untuk
diteliti adalah dampaknya terhadap tingkat disparitas wilayah Lebak. Pengaruh kualitas SDM terhadap struktur ekonomi akan dilihat dari sejauh
mana perkembangan PDRB Kabupaten, pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi. Untuk bisa melihat struktur ekonomi secara detail,
khususnya melihat sektor yang menjadi basis ekonomi, maka akan dilakukan analisis location quotient LQ, sehingga akan bisa ditemukan sektor mana yang
menjadi basis dan non-basis. Selain itu, penelitian ini juga akan mencoba menganalisis sejauh mana perkembangan wilayah menggunakan Tipologi
Klassen. Melalui Tipologi Klassen ini akan dilihat perkembangan ekonomi tiap kecamatan, nantinya akan diketahui kecamatan mana yang memiliki pertumbuhan
cepat atau lambat dan penghasilan tinggi atau rendah. Setelah dilihat bagaimana kondisi umum struktur ekonomi di Kabupaten
Lebak hingga tingkat kecamatan, maka selanjutnya akan coba dilihat tingkat disparitas pembangunan. Disparitas ini akan ditinjau dari indeks kemiskinan, yaitu
bertujuan untuk melihat disparitas dari jumlah penduduk miskin. Analisis disparitas kedua akan menggunakan Indeks Williamson yang dapat
memperlihatkan tingkat disparitas wilayah dari penyebaran PDRB di Lebak. Selanjutnya akan dianalisis faktor-faktor mana saja yang menyebabkan atau
menjadi sumber disparitas pembangunan di Kabupaten Lebak. Beberapa faktor yang diestimasi menjadi faktor penyebab disparitas adalah laju pertumbuhan
PDRB, indeks pembangunan manusia, rasio belanja infrastruktur umum, rasio belanja infrastruktur pendidikan dan rasio belanja infrastruktur kesehatan.