Disparitas Pembangunan SDM antara Wilayah Utara dengan Selatan

kepercayaanya adalah 4,33 dengan selisih sebesar 2,00. Pendidikan tingkat sekolah dasar merupakan tingkat pendidikan yang mencoba untuk menanamkan perilaku dan kebiasaan. Oleh karena itu, penjaringan kesehatan kepada siswa sekolah dasar untuk membiasakan diri hidup sehat tentu saja sangat penting. Ketika kebiasaan hidup sehat dan bersih sudah tertanam, maka pembentukan konsep masyarakat peduli kesehatan dan kebersihan akan terbentuk lebih mudah dan dalam jangka waktu relatif lebih singkat. Pelayanan publik pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Lebak dinilai buruk oleh masyarakat di wilayah tertinggal. Hal tersebut dapat ditunjukan dengan belum terpenuhinya berbagai indikator yang menjadi standar pelayanan minimum baik dalam hal kesehatan dan pendidikan. Rendahnya rasio belanja publik infrastruktur untuk bidang pendidikan memberikan pengaruh kurang baik terhadap pelayanan pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang berada dalam kondisi rusak, sehingga murid tidak mendapatkan kenyamanan dalam belajar. Sama halnya dengan kesehatan, rendahny rasio belanja infrastruktur kesehatan berimplikasi negatif terhadapa pelayanan kesehatan. Masyarakat menilai bahwa, tingkat pelayanan kesehatan, baik pada tataran puskesmas, puskesmas pembantu maupun rumah sakit masih jauh dari memuaskan. Sehingga, hal tersebut harus segera menjadi bahan pekerjaan rumah untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak agar bisa meningkatkan kinerja pelayanan sesuai dengan juknis standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan.

6.3 Disparitas Pembangunan SDM antara Wilayah Utara dengan Selatan

Penilaian sikap masyarakat terhadap buruknya kinerja pelayanan publik di wilayah tertinggal memberikan indikasi terjadinya disparitas pembangunan antara wilayah utara dengan selatan. Kriteria pembagian wilayah ini berdasarkan karakteristik geografis dan kondisi infrastuktur khususnya jalan. Wilayah pembangunan di bagian utara adalah wilayah yang secara geografis berada di Lebak bagian utara dan disokong oleh infrastruktur yang cukup baik. Infrastruktur tersebut berupa sekolah, puskesmas, rumah sakit dan jalan darat. Akses antara satu kecamatan dengan kecamatan lain relatif lebih mudah untuk dijangkau. Pada sisi lainnya, wilayah pembangunan di bagian selatan adalah wilayah pembangunan yang menggabungkan tiga wilayah pembangunan yakni tengah, barat dan timur. Penggabungan tersebut sengaja dilakukan untuk mempermudah analisis dan ketiga wilayah tersebut memiliki karakateristik infrastruktur yang tidak jauh berbeda. Karakteristik dari wilayah selatan ini memiliki kondisi infrastruktur yang kurang baik dan belum mencukupi standar pelayanan minimal. Akses antara satu kecamatan dengan lainnya cukup sulit ditempuh karena kondisi jalan yang sebagian besar masih rusak. Pembagian wilayah pembangunan antara utara dengan selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 27 Pembagian Wilayah Pembangunan Utara dan Selatan Pembagian Wilayah Pembangunan Kecamatan No. Wilayah Utara Jumlah Penduduk No. Wilayah selatan Jumlah Penduduk 1 Cipanas 51.840 1 Malingping 63.282 2 Cimarga 28.444 2 Wanasalam 53.936 3 Warunggunung 21.198 3 Panggarangan 35.729 4 Cibadak 47.292 4 Bayah 29.964 5 Rangkasbitung 63.372 5 Cilograng 38.895 6 Kalang Anyar 57.666 6 Cibeber 32.178 7 Cijaku 55.086 8 Banjarsari 27.126 9 Cileles 22.002 10 Gunung Kencana 66.335 11 Bojongmanik 48.749 12 Leuwidamar 35.160 13 Muncang 21.713 14 Sobang 24.752 15 Sajira 32.957 16 Cikulur 48.297 17 Maja 49.822 18 Curugbitung 52.064 19 Lebak Gedong 112.781 20 Cirinten 31.074 21 Cigemblong 50.127 22 Cihara 32.618 Sumber : Bappada Kabupaten Lebak, Tahun 2010 Berdasarkan informasi yang ditunjukan pada Tabel 36 di atas dapat diketahui bahwa telah terjadi disparitas pengembangan infrastruktur dan sumberdaya aparatur untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Disparitas ini terjadi antara dua wilayah, yakni wilayah bagian utara dengan wilayah di bagian selatan. Secara rasio, wilayah bagian utara memiliki rasio infrastruktur dan aparatur sumberdaya yang telah mencapai angka standar pelayanan minimal, bahkan bisa dikatakan di atas rata-rata atau lebih dari cukup. Akan tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi infrastruktur di wilayah selatan yang masih jauh di bawah standar pelayanan minimal. Tabel 28 Perbandingan Pembangunan Fisik dan Tenaga Sektor Pendidikan dan Kesehatan antara Wilayah Utara dan Selatan Tahun 2009 No Indikator Pembangunan Wilayah Pembangunan Rasio ideal Utara Selatan 1 Penduduk Usia SD - Bangunan SD 287 377 250 2 Penduduk Usia SMP - Bangunan SMP 1.287 1390 800 3 Penduduk Usia SMA - Bangunan SMA 1.552 3111 1.200 4 Penduduk Usia SD - Guru SD 24 42 32 5 Penduduk Usia SMP - Guru SMP 58 91 36 6 Penduduk Usia SMA - Guru SMA 59 140 36 7 Penduduk - Puskesmas 10.128 40.790 30.000 8 Penduduk - Puskesmas Pembantu 15.315 26.346 15.000 9 Penduduk - Dokter Umum 4.260 27.857 5.000 10 Penduduk - Perawat 1.219 4.140 833 11 Penduduk - Bidan 1.807 8.899 1.000 Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2010 Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak masih memberikan porsi yang lebih besar pembangunan pada wilayah utara, hal tersebut terlihat dalam pengembangan infrastruktur. Ketimpangan pembangunan antara wilayah utara dan selatan ini secara tidak langsung menjadi jurang pemisah ketimpangan kualitas sumberdaya manusia. Selain itu, wilayah-wilayah yang cenderung memiliki rasio mendekati ideal adalah wilayah yang secara geografis merupakan wilayah yang mudah diakses, sebagian besar adalah wilayah di bagian utara, walaupun tidak sedikit wilayah selatan yang maju dengan catatan kondisi aksesibilitas transportasi cukup baik. Beberapa wilayah selatan yang cukup baik di antaranya adalah Kecamatan Banjarsari, Malingping, Bayah, Wanasalam dan Cipanas. Kelima kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang memiliki infrastruktur transportasi darat yang cukup baik dan relatif lebih mudah untuk di akses, walaupun secara jarak bisa dianggap sangat jauh. Jadi jarak tempuh bukan faktor utama penyebab ketimpangan, namun lebih besar disebabkan oleh kualitas dari jalan itu sendiri. Kerusakan infrastruktur utama jalan, baik jalan nasional, provinsi maupun kabupaten disebabkan oleh dua faktor. Pertama adalah faktor alam, dimana sebagian besar jalan rusak karena intensitas air yang sangat tinggi mengguyur jalan di saat musim penghujan jalan. Kedua, faktor teknis, dimana proses pembangunan jalan tidak sesuai dengan standar pembuatan jalan yang baik. Hal tersebut terlihat dari buruknya drainase jalan, dimana ketika hujan besar turun, air tidak mengalir ke drainase namun tergenang, sehingga menyebabkan percepatan kerusakan jalan. Penyebab lainnya adalah tidak seimbangnya kapasitas jalan dengan kendaraan yang melewatinya. Saat ini Lebak Selatan merupakan pemasok utama bahan-bahan galian C di Provinsi Banten. Kendaraan-kendaraan yang membawa bahan galian tersebut merupakan kendaraan dengan beban yang sangat tinggi di atas 20 ton. Pada sisi lain, kapasitas sebagain besar jalan berkisat antara 5-10 ton, sehingga kerusakan jalan yang sangat parah akan semakin sulit dihindari. Proses penggalian-penggalian di wilayah selatan sebetulnya telah lama menjadi industri yang kontraproduktif atau menghadapi sebuah paradoks. Menurut penuturan salah satu ahli perencanaan wilayah di Bappeda Lebak, pajak yang diterima dari hasil-hasil penggalian tersebut ternyata tidak sebanding dengan kerusakan-kerusakan yang didapatkan, diantaranya adalah kerusakan jalan akibat ketidak seimbangan beban dengan kapasitas jalan.

6.4 Kualitas Sumberdaya Manusia