Indonesia ialah negara hukum

51 Bab 2 Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Menurut pendapat Prof. R. Djokosutono, S.H., negara hukum ialah negara yang mendasarkan pada kedaulatan hukum. Sementara itu, Prof. Padmo Wahyono, S.Pd. berpendapat bahwa suatu negara dikatakan negara hukum jika segala tindakan penguasa negara dapat dipertangungjawabkan secara hukum. Indikasi lain yang membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum, di antaranya, sebagai berikut. 1 Pembukaan UUD RI Tahun 1945 a Alinea pertama: “... kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Kalimat tersebut merupakan bentuk pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Hal demikian berarti sesuai dengan ciri dan prinsip negara hukum ialah pengakuan adanya HAM. b Alinea kedua: “ ... mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”. Negara yang merdeka, adil, dan makmur merupakan bagian integral dari cita-cita negara hukum. c Alinea keempat: “... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar pada kemanusiaan yang adil dan beradab ... mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Adanya perkataan “adil dan keadilan sosial” merupakan indikasi dari adanya negara hukum karena tujuan hukum ialah menciptakan keadilan. 2 Pasal-pasal UUD RI Tahun 1945 a Pasal 4 ayat 1: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar”. b Pasal 27 ayat 1: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. c Pasal 28D ayat 1: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. d Pasal 28I ayat 1: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak Sumber: http:hariansib.comnewswp-contentuploads 200705pasukan-huru-hara.jpg Gambar 2.2 Polisi sebagai salah satu alat negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban serta tegaknya hukum di tengah masyarakat. 52 Pendidikan Kewarganegaraan X untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, ialah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. e Pasal 28I ayat 5: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

b. Pembangunan hukum nasional

Pasal I Aturan Peralihan UUD RI Tahun 1945 berbunyi: “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Jadi, selama peraturan perundang-undangan yang baru belum ada maka segala peraturan perundang-undangan yang ada termasuk peraturan perundang-undangan zaman kolonial dapat diberlakukan. Ketentuan ini bersifat sementara, dalam pengertian bangsa Indonesia harus segera melakukan pembangunan hukum agar tercipta peraturan perundang-undangan yang dihasilkan sendiri dari bangsa Indonesia, bukan warisan kolonial. Hukum nasional yang merupakan warisan hukum kolonial, antara lain, 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, dan 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD. Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sebagian besar telah dikodifikasi dalam suatu kitab undang-undang, yaitu KUH Pidana. Sebagian lagi tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti peraturan lalu lintas, peraturan tentang tindak pidana subversif, dan tindak pidana terorisme. Selain sudah terkodifikasi, hukum pidana kita juga telah diunifikasi, artinya berlaku bagi semua golongan rakyat Indonesia. Pembangunan hukum nasional Indonesia didasarkan pada UUD 1945 sebagai hukum dasar nasional, sedangkan Pancasila digunakan sebagai sumber hukum dasar nasional. Salah satu hasil pembangunan hukum nasional Indonesia ialah telah disusunnya sumber hukum dan tata peraturan perundang- undangan RI. Hal itu tertuang dalam Ketetapan MPR No. IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Ketetapan tersebut kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi setelah terbentuknya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang didalamnya diatur tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Prinsip pembentukan peraturan hukum nasional adalah bahwa peraturan yang sederajat atau lebih tinggi dapat menghapuskan atau mencabut peraturan yang sederajat atau yang lebih rendah. Dalam hal peraturan yang sederajat bertentangan dengan peraturan sederajat lainnya dalam arti sejenis, maka berlaku peraturan yang terbaru dan peraturan yang lama dianggap telah 53 Bab 2 Sistem Hukum dan Peradilan Nasional dikesampingkan lex posterior derogat priori. Apabila peraturan yang lebih tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan yang lebih rendah, maka berlaku peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Untuk peraturan yang mengatur hal yang merupakan kekhususan dari hal yang umum dalam arti sejenis yang diatur oleh peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan yang mengatur hal khusus tersebut lex specialis derogat lex generalis. Pembentuk peraturan perlu bersepakat bahwa dalam hal peraturan perundang-undangan sederajat yang mengatur bidang-bidang khusus, maka peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang umum yang berkaitan dengan bidang khusus tersebut dikesampingkan. Dengan demikian, pembentuk peraturan perundang-undangan perancang dituntut untuk selalu melakukan tugas pengharmonisan dan sinkronisasi dengan peraturan yang ada danatau terkait pada waktu menyusun peraturan. Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus senantiasa berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan tersebut ialah UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; Peraturan Presiden No. 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan program Legislasi Nasional; Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden; serta Peraturan Presiden No. 1 tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan. Seiring dengan hal tersebut, Pasal 53 ayat 3 UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan secara tegas bahwa pemohon pengujian UU terhadap UUD 1945 harus menguraikan dalam permohonannya mengenai pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, dan atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Proses pembuatan undang-undang maupun peraturan perundang-undangan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan eksistensi jati diri suatu undang- undangperaturan perundang-undangan hukum nasional. Peraturan perundang-undangan ditaati secara spontan, bukan dengan paksaan. Suatu peraturan perundang-undangan harus mempunyai dasar berlaku yang baik. Biasanya ada tiga dasar agar suatu peraturan perundang- undangan mempunyai kekuatan berlaku yang baik, yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, serta filosofis. Van der Vlies dan Prof. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi asas-asas formal dan material. UU No. 10 tahun 2004 menetapkan asas formal pembentukan peraturan perundangan meliputi: