120
Pendidikan Kewarganegaraan X
Negara yang menginginkan isi perjanjian ini berlaku di negaranya harus melakukan proses ratifikasi terlebih dahulu. Hak-hak asasi manusia yang
tercantum di dalam dua perjanjian PBB ini oleh sebagian besar umat manusia dianggap sudah bersifat universal.
3 Declaration on The Rights of Peoples to Peace Deklarasi Hak
Bangsa atas Perdamaian tahun 1984 dan
Declaration on The Rights to Development Deklarasi Hak atas Pembangunan tahun 1986
Kedua deklarasi ini dihasilkan oleh negara-negara Dunia Ketiga negara berkembang, yaitu negara-negara di kawasan Asia-Afrika. Deklarasi ini
adalah wujud upaya negara-negara Dunia Ketiga guna memperjuangkan hak asasi manusia generasi ketiga, yaitu hak atas perdamaian serta pembangunan.
Dua tuntutan hak ini wajar karena negara-negara Asia Afrika ialah negara bekas jajahan, negara baru yang menginginkan kemajuan seperti negara lain.
4 African Charter on Human and Peoples Rights Banjul Charter
Piagam ini dibuat oleh negara-negara Afrika yang tergabung dalam Persatuan Afrika OAU pada tahun 1981. Charter piagam ini merupakan
usaha untuk merumuskan ciri khas bangsa Afrika dan menggabungkannya dengan hak politik dan ekonomi yang tercantum dalam dua perjanjian PBB.
Mulai tahun 1987, diberlakukan beberapa hal penting yang mencakup hak dan kebebasan serta kewajiban. Inti dari Banjul Charter adalah penekanan
pada hak-hak atas pembangunan dan terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan budaya yang merupakan jaminan untuk memenuhi hak politik.
5 Cairo Declaration on Human Rights in Islam
Deklarasi ini dibuat oleh negara-negara anggota OKI pada tahun 1990. Deklarasi ini menyatakan bahwa semua hak dan kebebasan yang terumuskan
di dalamnya tunduk pada ketentuan Syariat Islam sebagai satu-satunya acuan.
6 Bangkok Declaration
Deklarasi Bangkok diterima oleh negara-negara Asia pada bulan April tahun 1993. Dalam deklarasi ini tercermin keinginan dan kepentingan negara-
negara di kawasan itu. Deklarasi ini mempertegas beberapa prinsip tentang hak asasi manusia, antara lain,
a right to Development, yaitu hak pembangunan sebagai hak asasi yang
harus pula diakui semua negara; b
nonselectivity dan objectivity, yaitu tidak boleh memilih hak asasi manusia dan menganggap satu lebih penting dari yang lain;
c universality, yaitu HAM berlaku universal untuk semua manusia tanpa
membedakan ras, agama, kelompok, etnik, dan kedudukan sosial; d
indivisibility dan interdependence, yaitu hak asasi manusia tidak boleh dibagi-bagi atau dipilah-pilah. Semua hak asasi manusia saling
berhubungan dan tergantung satu sama lainnya.
121
Bab 3
Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
7 Vienna Declaration Deklarasi Wina 1993
Pada tahun 1993, telah ditandatangani suatu deklarasi di Wina, Austria. Deklarasi ini merupakan deklarasi universal dari negara-negara yang
tergabung dalam PBB. Deklarasi Wina merupakan kompromi antara pandangan negara-negara Barat dan negara-negara berkembang yang
disetujui oleh lebih dari 170 negara. Deklarasi tersebut memunculkan apa yang dinamakan sebagai hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan.
Pada hakikatnya, Deklarasi Wina merupakan reevaluasi kedua terhadap deklarasi HAM dan suatu penyesuaian yang telah disetujui oleh hampir semua
negara yang tergabung dalam PBB, termasuk Indonesia. Deklarasi Wina mencerminkan usaha untuk menjembatani jurang antara pemikiran Barat dan
non-Barat dengan berpegang teguh pada asas bahwa hak asasi bersifat universal.
3. Peradilan terhadap pelanggar HAM internasionalllll
Di suatu negara akan dibentuk pengadilan internasional atas kasus pelanggaran berat hak asasi manusia apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. pemerintah negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup
menciptakan pengadilan yang objektif, b.
mengancam perdamaian internasional ataupun regional, dan c.
berlangsung konflik yang terus-menerus. Pembentukan pengadilan internasional harus mendapat persetujuan Dewan
Keamanan PBB terlebih dahulu. Lembaga yang menangani persoalan sengketa dan tindakan kejahatan internasional dalam struktur organisasi PBB adalah
sebagai berikut.
a. Mahkamah Internasional MI
Mahkamah Internasional MI merupakan organisasi langsung dari PBB yang berkedudukan di Den Haag. MI berwenang memutuskan perkara hukum
yang dipersengketakan antarnegara dan memberi pertimbangan hukum atas berbagai kasus yang dilimpahkan kepadanya.
b. Mahkamah Militer Internasional
Pada tahun 1945, terbentuk Mahkamah Militer Internasional. Lembaga ini bertugas mengadili para pelaku kejahatan perang. Misalnya, kasus
kejahatan Perang Dunia II.
c. Mahkamah Pidana Internasional
Pada tanggal 17 Juli 1998, Mahkamah Pidana Internasional disahkan dalam forum diplomatik PBB di Roma dan disetujui oleh 120 negara.
Mahkamah Pidana Internasional bersifat permanen guna mengadili pelaku kejahatan agresi crime of aggression, kejahatan genosida crime of
genocide, kejahatan perang crime of war, dan kejahatan kemanusiaan crime against humanity. Mahkamah ini berkedudukan di Hague.
122
Pendidikan Kewarganegaraan X
Sesudah diberlakukannya Statuta Roma, Mahkamah Pidana Internasional hanya mengadili perbuatan yang terjadi. Walaupun memiliki hubungan formal,
mahkamah ini tidak menjadi bagian dari organisasi PBB sebab pembentukannya bukan atas inisiatif PBB, melainkan didasarkan pada
perjanjian multilateral. Namun, Dewan Keamanan PBB mempunyai peranan penting dalam mahkamah tersebut. Dewan Keamanan bisa memprakarsai
suatu penyelidikan terhadap sebuah kejahatan yang menjadi kewenangan mahkamah tersebut.
Mahkamah Pidana Internasional terdiri atas 18 hakim yang bertugas selama 9 tahun. Pengangkatan para hakim dipilih oleh minimal 23 anggota
yang telah meratifikasi Statuta Roma. Hakim-hakim tersebut tidak boleh dipilih kembali. Prinsip kerja Mahkamah Pidana Internasional adalah sebagai
pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional bukan pengganti. Hal ini berarti bahwa mahkamah ini mengutamakan sistem peradilan nasional. Apabila sistem
peradilan nasional tidak dapat maupun tidak bersedia melakukan proses hukum kepada suatu kejahatan, barulah berlaku yurisdiksi Mahkamah Pidana
Internasional.
d. Pengadilan internasional khusus
Untuk menangani tindakan pelanggaran berat hak asasi
manusia, dibentuklah pengadilan internasional khusus oleh PBB.
Contohnya, sebagai berikut.
1 International Criminal
Tribund for Yugoslavia ICYT
, didirikan pada tahun 1993 untuk mengadili kasus
pelanggaran HAM akibat perang etnik di negara bekas
Yugoslavia berdasarkan Resolusi 808 Dewan Keamanan
PBB Februari 1993. Pengadilan terhadap Slobodan Milosevic
dan Ratko Mladic merupakan contoh pelaksanaan peradilan khusus ini. Keduanya adalah pemimpin
Serbia yang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembersihan etnik etnic cleansing terhadap orang-orang Kroasia dan Bosnia-
Herzegovina yang hendak memisahkan diri dari Yugoslavia.
2 International Criminal Tribunal for Rwanda ICTR, dibentuk oleh
Dewan Keamanan PBB tahun 1994 untuk mengadili kasus pelanggaran HAM akibat peperangan antara suku Huttu dan suku Tutsi di Rwanda,
Afrika.
Sumber: http:news.bbc.co.ukolmedia1420000images
_1420066_milosevic300afp.jpg
Gambar 3.12
Pengadilan terhadap Slobodan Milosevic mantan Presiden Serbia terkait dukungannya
terhadap pembersihan muslim Bosnia oleh etnis Serbia-Bosnia selama perang Balkan
1993.