Keterbacaan Pragmatik a. Definisi Pragmatik

terjemahannya yakni ‘kowe’ tidak berterima bila dipergunakan terhadap orang yang lebih tua atau yang mempunyai status sosial lebih tinggi.

3. Keterbacaan

Teks terjemahan dikatakan memiliki ukuran keterbacaan yang tinggi apabila teks tersebut mudah dipahami serta dimengerti oleh pembaca teks bahasa sasaran. disini peran pembaca sangat diperlukan dalam penentuan tingkat keterbacaan. Selain itu, tingkat keterbacaan suatu teks terjemahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain panjang rata-rata kalimat, jumlah kata-kata baru, dan kompleksitas gramatika dari bahasa yang digunakan. Model ini diadaptasi oleh Nababan pada tahun 2004 yang kemudian dikembangkan lagi pada tahun 2012 untuk menilai kualitas terjemahan dengan tiga instrumen, yaitu tingkat keakuratan, keterbacaan dan keberterimaan. Masing- masing mempunyai instrument penilaian tersendiri meliputi instrument tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan dengan interval penilaian 1-3 yang mengindikasikan nilai akurat, kurang akurat dan tidak akurat. Demikian halnya dengan instrumen penilaian tingkat keberterimaan dan keterbacaan. Pengembangan model ini terlihat dimana bobot keakuratan adalah 3, keberterimaan 2, dan keterbacaan 1. Artinya, yang paling diutamakan adalah keakuratan yang sebagai pertimbangannya yakni sesuai dengan prinsip dasar penerjemahan itu sendiri. Pembobotan ini pula yang mendorong suatu penilaian kualitas menjadi lebih baik. Hal ini pula yang selanjutnya menjadikan variabel sebagai nilai kecenderungan untuk pengukuran terjemahan.

2. Pragmatik a. Definisi Pragmatik

Istilah pragmatik kali pertama diperkenalkan oleh seorang filosof yang bernama Charles Morris pada tahun 1938. Ketika ia membicarakan bentuk umum ilmu tanda semiotics yang memiliki tiga cabang kajian, yaitu sintaksis kajian linguistik yang mengkaji hubungan formal atau tanda, semantik kajian linguistik tentang hubungan tanda dengan objek anda tersebut, dan pragmatik kajian hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda tersebut. Dalam perkembangannya, pengertian tersebut dimodifikasi menjadi kajian bahasa yang berreferensi atau berhubungan dengan faktor dan aspek konstekstual. Secara umum, pragmatik merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang makna tuturan. Menurut Yule 1996, pragmatik adalah ilmu yang berkaitan dengan makna tuturan yang dikomunikasikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh si petutur mitra tutur. Apa yang dimaksud penutur inilah yang menjadi fokus kajian pragmatik. Hal ini menunjukkan bahwa ketika seseorang berkomunikasi dengan mitra tuturnya, maka dia harus mengetahui fungsi dari bahasa yang digunakan untuk mencapai pemahaman mitra tuturnya. Artinya, pesan atau maksud yang disampaikan penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur yang didukung oleh situasi dan keadaan yang mendukung atau konteks. Menurut Levinson 1983 pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar dalam pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik berkaitan dengan kemampuan pengguna bahasa dalam menghubungkan dan menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat atau bagaimana suatu bahasa digunakan dalam komunikasi. Pragmatik mengungkapkan maksud suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi, oleh karena itu analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat atau maupun yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan diidentifikasikan dengan mempertimbangkan komponen tutur yang mencakup penutur, mitra tutur, tujuan, konteks, tuturan sebagai hasil aktifitas, dan tuturan sebagai tindakan verbal Amaroh dalam Rustono 1999.

b. Tindak Tutur Speech Act