125
Keterangan: Tidak ada keterangan latar yang dimaksudkan bukan dalam novel KdDL, tetapi
dalam analisis struktur cerita pada skripsi ini. Latar tempat ini hanya didatangi oleh Phu Tram saja.
Perjalanan menuju ke lokasi ini hanya dilakukan oleh Pak Sinaga, Pak Koentono, dan Suryo.
Perjalanan ke tempat ini dilakukan oleh Pak Radjiman
126
BAB III ANALISIS FORMASI INTELEKTUAL
DALAM NOVEL KUIL DI DASAR LAUT 3.1 Pengantar
Pada bab ini, akan dideskripsikan lebih lanjut perihal posisi dan peran tokoh- tokoh yang telah dianalisis pada bab II ke dalam formasi intelektual sesuai perspektif
Gramsci. Kepentingan penelitian ini sebagai prasyarat untuk mengetahui akar permasalahan, motivasi, dan siapa saja yang terlibat dalam counter-hegemoni
terhadap penguasa. Dalam tingkat abstraksi, Gramsci membagi kaum intelektual menjadi dua
kategori, yaitu Intelektual Tradisional dan Intelektual Organik. Dengan pengertiannya masing-masing, pendekatan secara multi-dimensional menjadikan gambaran kedua
kategori tersebut sedikit kompleks. Golongan Intelektual Tradisional ini merasa sebagai “kelompok penyemangat” terhadap kontiunitas historis dan kualifikasi
khusus mereka. Karenanya, mereka menempatkan diri sebagai kelompok otonomis dan independen dari kelas sosial dominan Utomo, 2013: 11. Intelektual Tradisional
adalah mereka yang menyandang tugas-tugas kepemimpinan intelektual dalam suatu given society. Mereka yang masuk dalam kategori ini adalah golongan rohaniwan,
manusia literer jurnalis, filsuf, dan artis. Di dunia modern, edukasi teknologis yang bahkan juga dikaitkan kerja industrial yang paling primitif dan tak terkualifikasi
harus membentuk basis bagi tipe baru intelektual. Melihat posisinya yang demikian,
126
127
menurut Gramsci,
tugas Intelektual
Tradisional segera
memutuskan ketidakmenentuan sikap dan bergabung dengan kelas-kelas revolusioner. Kaum
intelektual ini harus secara organis menjadi bagian dari kelas buruh mengingat mereka memiliki kualifikasi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk
menantang ideologi penguasa. Dalam melanggengkan kekuasaan, banyak Intelektual Tradisional diasimilasi
menjadi Intelektual Organiknya pihak penguasa. Kelas penguasa mengandalkan kaum intelektualnya untuk menjaga kekuasaannya melalui penyebaran nilai-nilai
kepada masyarakat. Intelektual Organik akan menjalankan peran mereka untuk menyebar nilai-nilai kelas penguasa untuk menguasai berbagai unsur paling mendasar
masyarakat seperti pandangan hidup atau ideologi mereka. Intelektual Organik bukan hanya milik penguasa. Intelektual Organik dapat
pula berasal dari kelas tertindas. Intelektual ini adalah mereka yang mampu merasakan emosi, semangat, dan apa yang dirasakan kaum tertindas, memihak
kepada mereka dan mengungkapkan apa yang dialami dan kecenderungan- kecenderungan objektif masyarakat. Hal tersebut memiliki makna bahwa kaum
Intelektual Organik akan menghadirkan suara-suara kepentingan masyarakat bawah dengan bahasa budaya tinggi sehingga pandangan dunia, nilai-nilai, dan kepercayaan-
kepercayaan kelas bawah meluas ke seluruh masyarakat dan menjadi bahasa universal. Bila tahap ini berhasil, maka jalan semakin lebar bagi kelas bawah untuk
melakukan perubahan revolusioner, yakni merebut ataupun menumbangkan kekuasaan politik.
128
Sebenarnya ada dua unsur yang kemudian memberi batasan secara tegas bahwa kelompok tertentu dari intelektual adalah organik. Pertama. Mereka menjadi
suatu kategori pada waktu sejarah yang sama sebagai suatu kelas baru yang menciptakan dan mengembangkan dirinya, menjadi organ dari sebuah sistem secara
utuh dan bertugas menjalankan fungsi mereka masing-masing. Kedua, intelektual ini memberikan kelas sosial homogenitas dan suatu kesadaran akan fungsinya sendiri
bukan cuma pada ekonomi, namun juga pada lapangan sosial dan politik Gramsci dalam Patria, 1999: 160-161.
Menurut Gramsci, kesadaran adalah hal yang utama untuk membangkitkan perjuangan menentang kelas dominan Patria, 1999: 167. Agar revolusi terwujud
maka masyarakat seharusnya bertindak. Sebelum mereka bertindak, mereka harus mampu memahami hakikat dan situasi keberadaan mereka dalam suatu sistem yang
sedang dijalani. Gramsci mengakui arti penting faktor struktural, khususnya ekonomi, tetapi ia tidak percaya hanya faktor-faktor inilah yang mengakibatkan masyarakat
melakukan perlawanan. Gramsci mengatakan perlu ada ide revolusioner yang mampu menggerakkan massa. Ide revolusioner ini tidak hanya muncul dari masyarakat, tetapi
harus ada yang mengembangkan dan menyebarkannya. Inilah peran yang diemban oleh kaum intelektual. Kaum intelektual bukan hanya berada di menara gading, elitis,
melainkan harus menyatu dan berada di sisi kaum buruh. Persoalan yang terjadi dalam novel KdDL ialah reaksi kesadaran baru
masyarakat atas kejenuhan mereka terhadap rezim otoriter Soeharto. Rekasi perlawanan ini dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya menjadi bagian organik
129
dari sistem pemerintahan Orde Baru. Mereka muak dan ingin menebus dosa karena telah terlibat dalam lingkungan pemerintahan Soeharto. Di sini, sosok Soeharto
merupakan gambaran kelompok penguasa dominan yang telah melakukan banyak tindakan hegemoni terhadap masyarakat melalui Intelektual Organiknya.
Dalam sebuah kajian memperlihatkan bahwa kekuasaan Orde Baru yang didukung oleh kaum Intelektual Organiknya memainkan peranan penting dan
menentukan dalam politik ingatan tentang Tragedi 1965. Kekuatan kekuasaan itu sangat dominan dalam mengatur apa yang harus diingat dan apa yang perlu dilupakan
tentang Tragedi 1965 Taum, 2015: 263. Soeharto menggunakan intelektual yang direkrut dari berbagai bagian masyarakat, seperti ABRI, birokrat, politisi partai
Golkar, akademisi, maupun kaum spiritualis Jawa. Dengan demikian, Soeharto duduk di kursi jabatannya cukup lama. Dalam penjelasan selanjutnya, akan
dideskripsikan mengenai pelibat masing-masing kategori intelektual di atas dan seperti apa posisi dan peran mereka.
3.2 Formasi Intelektual
3.2.1 Intelektual Tradisional
Intelektual Tradisional merupakan kategori intelektual yang otonomis dan independen. Mereka tidak masuk dalam ikatan sistem dan mengakui hubungan
mereka dengan sistem sosial tertentu. Setelah dilakukan analisis atas tokoh-tokoh dalam novel KdDL, tidak satu pun tokoh yang masuk dalam kategori Intelektual
Tradisional. Hal tersebut disebabkan dua gejala. Pertama, tokoh-tokoh dalam novel
130
KdDL tidak semuanya dapat dikatakan sebagai intelektual. Dalam poin 1.6.2.1 telah disampaikan indikator-indikator seseorang kemudian dapat disebut sebagai seorang
intelektual atau cendekiawan. Persyaratan tersebut ialah paling tidak tokoh tersebut menjalankan fungsi kepemimpinan tertentu dalam suatu given society, memiliki
fungsi „koneksi‟ antara kebutuhan pemeritah atau kelas dominan dengan masyarakatnya atau kelas bawah, dan selanjutnya mereka pun juga harus terlibat
dalam mengolah modal sosial, modal simbolik, dan juga tidak kurang dalam model ekonomis. Kedua, kalau pun tokoh-tokoh dalam novel KdDL termasuk dalam
kalangan intelektual, mereka telah terkategori dalam golongan Intelektual Organik. Baik itu menjadi bagian organik dari sistem pemerintahan, maupun masyarakatnya.
3.2.2 Intelektual Organik
Intelektual Organik menjadi bagian utuh dari pihak penguasa maupun pihak tertindas. Untuk itu, agar tercipta sebuah dikotomi yang lebih tegas maka
digunakanlah istilah Intelektual Hegemonic dan Intelektual Counter-Hegemonic. Intelektual Hegemonic memiliki tanggung jawab untuk menjamin pandangan massa
sesuai dan konsisten dengan nilai-nilai yang telah disebar oleh pihak penguasa dan diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat. Kategori ini menjadi bagian
organik dari pihak penguasa. Sementara itu, Intelektual Couter-Hegemonic mempunyai tugas untuk memisahkan massa dari pengaruh nilai-nilai penguasa dan
membangun sebuah pandangan dunia sesuai perspektif sosialis. Kategori ini menjadi bagian dari pihak tertindas.