97
2.3.1.3 Yogyakarta
Yogyakarta merupakan salah satu tujuan dari perjalan spiritual paguyuban. Tempat di Yogyakarta yang mereka cari adalah sebuah telaga yang bernama Telaga
Titis . Dalam bahasa Jawa, kata “titis” adalah „tepat sasaran‟. Tempat tersebut
merupakan tempat Soeharto dilatih oleh Romo Marto untuk mengindra dan mencermati gerak-gerik hatinya sendiri. Tempat inilah yang kemudian dituju oleh
anggota paguyuban untuk melakukan hal yang sama dengan Soeharto kungkum sepanjang malam. Berikut ini kutipan 96 yang menggambarkan Yogyakarta sebagai
salah satu tempat tujuan perjalanan spiritual paguyuban. 96 Siang itu Yogya panas sekali. Kawasan berbukit kapur itu begitu
gerah. Badang lengket semua. Begitu duduk, lehernya terseka angin semilir. Tadi ia pikir kawasan ini jauh dari hotel. Ternyata
sekitar 40 menit dari Prawirotaman. Jalannya berkelok-kelok melalui Pabrik Gula Madukismo dan kalau tidak salah desa
perajin guci-guci Kasongan. Kata sopir yang mengantar tadi, kawasan ini dekat padepokan Bagong Kussudiardja. Mana
padepokannya, Jeanne tak tahu Suyono, 2014: 261.
2.3.1.4 Bhairo Bahal, Padang Lawas
Bahiro Bahal merupakan lokasi pemujaan kepercayaan Heruka atau Bhairawa. Letaknya di Padang dekat Medan. Perjalan ke tempat ini dilakukan oleh
Pak Sinaga dan beberapa anggota paguyuban termasuk Suryo. Misi perjalan mereka ini ialah untuk berdoa di kawasan Bairo Bahal agar pada masa penumbangan
Soeharto, tidak terjadi pertumpahan darah yang banyak. Mereka ke lokasi untuk karena ada hubungan Padang Lawas dengan kepercayaan Heruka dan kepercayaan
98
Bhairawa – Bhairawa merupakan perwujudan Syiwa tatkala mengamuk menjadi
raksasa. Penganut kepercayaan ini melakukan praktik kanibalisme. Kepercayan Heruka atau Bhairawa ini dipercaya masih bergolak dalam bawah sadar masyarakat
kita lih. Suyono, 2014: 254. Kepercayaan ini bisa saja muncul spontan saat terjadi kerusuhan. Berikut ini kutipan 97 yang menggambarkan Bhairo Bahal.
97 Pak Sinaga lalu menguraikan betapa sampai sekarang masih susah mencapai Bairo Bahal. Daerahnya sangat tandus, tapi
sangat luas, berhektar-hektar. Pak Sinaga mengenang, saat ia masih kecil, Bairo Bahal sama sekali belum dijamah arkeolog.
Di padang gersang Bairo Bahal, di sana-sini, ia menyaksikan puing-puing candi batu bata. Betapapun candi-candi itu sekarang
sudah sedikit-sedikit direkonstruksi, masih banyak yang masih reruntuhan atau bekas-bekas Suyono, 2014: 255.
2.3.1.5 Jambe Lima dan Jambe Pitu, Cilacap
Jamber Lima merupakan lokasi tujuan anggota paguyuban setelah melakukan perjalanan ke Medan dan Yogyakarta. Tujuan kedatangan mereka ke sini sebenarnya
untuk melanjutkan perjalanan ke seberang pulang bernama Pulau Biru Majeti. Di tempat tersebut tumbuh bunga wijayakusuma yang dipercaya sebagai simbol
kekuasaan Soeharto. Berikut ini kutipan 98 yang menyebutkan Jambe Lima sebagai salah satu persinggahan anggota paguyuban.
98 Tiga puluh menit. Begitu sampai, bapak-bapak itu langsung menyelonjorkan kaki di bawah pohon. Pak Sinaga mengedarkan
cangkir-cangkir jahe hangat yang disedu dari termos yang dibawa lelaki penjemput. Jeanne mengedarkan matanya
mengitari tempat bernama Jambe Lima atau Cemara Seta ini. Jeanne mencari lima pohon pinang yang katanya menjadi
penanda lokasi ini, tapi tak ketemu.Tempat ini kotor sekali. Daun
99
yang berjatuhan tak pernah disapu, menumpuk. Ia melihat ada beberapa bilik kecil tak jauh dari mereka Suyono, 2014: 277.
Setelah dari Jambe Lima, anggota paguyuban bertolak ke Jambe Pitu. Letak Jambe Pitu dari Jambe Lima menanjak. Oleh sebab itu mereka dijemput oleh 6 motor
khusus untuk diangkut ke Jambe Pitu. Berikut ini gambaran Jambe Pitu di mata Jeanne dalam kutipan 99.
99 Jambe Pitu dalam amatan Jeanne lebih kotor daripada Jambe Lima. Setelah Romo Dijat berpulang, tempat itu menurut Pak
Burhan tak terawat. Pak Harto sendiri sudah lama tak lagi pernah datang ke tempat ini Suyono, 2014: 281.
2.3.1.6 Gunung Sapto Renggo
Gunung Sabto Renggo merupakan tujuan perjalanan anggota paguyuban setelah dari Cilacap. Gunung Sapto Renggo terletak di perbatasan Kudus-Jepara.
Perjalanan ke tempat ini sebenarnya menapaktilasi perjalanan Pak Sawito untuk menemukan batang kayu hutan langkah yang menurut R.M.Panji Trisirah diberikan
oleh Tuhan sebagai bahan tongkat komando. Berikut ini kutipan 100 yang menggambarkan persiapan anggota paguyuban menuju Sapto Renggo.
100 Jeanne melihat, untuk ke Sapto Renggo, persiapan anggota paguyuban lebih sibuk. Di Kudus itu, Gus Mutaqqin menyewa
sebuah sebuah tenda hijau sangat besar. Tenda besar yang biasanya digunakan untuk latihan-latihan tentara. Tenda yang
biasa menampung lebih dari 20 orang. Tenda itu dibutuhkan lantaran di Sapto Renggo tidak ada bangunan atau bilik
sebagaimana di Jambe Pitu, Cilacap. Sapto Renggo memang masih hutan Suyono, 2014: 289.
100
2.3.1.7 Alas Ketonggo, Ngawi
Alas Ketonggo menjadi tujuan perjalanan selanjutnya anggota paguyuban. Alas Ketonggo terletak sekitaran lereng Gunung Lawu dekat anak sungai Bengawan
Madiun. Menurut cerita, di Alas Ketonggo ini Pak Sawito mendapatkan sebuah kerajaan. Kerajaan tersebut memang tidak terlihat oleh mata awam. Perjalanan
anggota paguyuban menuju ke sana sebenarnya dengan harapan agar mereka juga bisa mendapatkan takhta kerajaan tersebut. Berikut ini merupakan gambaran
menganai Alas Ketonggo pada kutipan 101. 101 Alas Ketonggo memang lebih mengerikan daripada Sapto
Renggo. Hutannya pekat. Masih sore sudah gelap. Di Alas Ketonggo itu, rombongan dijemput oleh seorang juru kunci
bernama Saleh Pandan. Ini mengejutkan Pak Sinaga dan bapak- bapak lain karena kedatangan mereka sesungguhnya diam-diam.
Saleh Pandan mengatakan 40 hari sebelumnya ia menerima bisakan bahwa akan ada rombongan dari Jakarta datang. Jeanne
ingat bagaimana Pak Sinaga dan Pak Djayeng girang bukan kepalang mendengar pernyataan Saleh Pandan tersebut Suyono,
2014: 292.
2.3.1.8 Situ Panjalu
Situ Panjalu merupakan pulau yang pernah dinapaktilasi oleh Pak Radjiman. Di tempat ini pulalah Pak Radjiman hilang dan tidak ditemukan lagi. Kondisi di Situ
Panjalu memang menyeramkan. Tidak banyak orang yang bertahan lebih dari seminggu di sana. Berikut ini gambaran mengenai Situ Panjalu dalam kutipan 102.
102 Udara di dalam Situ Panjalu sangat lembab dan dingin. Di situ teradapat ratusan cungkup makam tua. Para peziarah yang berani
bermalam di hutan biasanya akan bertapa di cungkup-cungkup. Di dalam hutan masih ada berseliweran harimau, ular, dan babi
101
hutan, baik asli maupun jadi-jadian. Suara nafas geram harimau yang mendekati tubuh dan seringainya yang seolah-olah
digoreskan ke leher bukan hal yang asing bagi peziarah. Mereka tahu itu harimau jadi-jadian. Mereka yang nyalinya tinggi bisa
bertahan berhari-hari. Namun biasanya tak lebih dari seminggu. Mereka berharap di antara waktu itu menemukan jimat di celah-
celah cungkup Suyono, 2014: 363.
2.3.1.9 Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang biasa dituju oleh Phu Tram untuk melakukan penyelaman ilegal. Penyelaman ini dilakukan sebagai bentuk
perlawanannya pada pemerintah Vietnam cukup memberi diskriminasi dan pembatasan kepadanya. Dengan menyelam di tempat ini, ia mengumpulkan berbagai
benda-benda antik suku Champa secara bebas meskipun tanpa alat yang memadai. Di salah satu titik penyelaman di wilayah Laut Cina Selatan inilah Phu Tram
menemukan Kuil di Dasar Laut. Phu Tram akhirnya melakukan beberapa kali penyelaman di tempat tersebut untuk mengetahui lebih jauh mengenai kuil itu.
Berikut ini kutipan 103 yang menunjukkan Laut Cina Selatan sebagai salah satu wilayah penyelaman ilegal yang dilakukan oleh Phu Tram.
103 Ia ingat hari nahas itu hari Kamis. Ia kembali ke Samudra Laut Cina Selatan. Tak ada tanda-tanda cuaca buruk. Ia
mempersiapkan selang sepanjang hampir 80 meter. Ia mengucapkan bismillah sebelum melompat ke air Suyono,
2014: 111.
2.3.1.10 Kuil di Dasar Laut
Kuil di Dasar Laut merupakan sebuah tempat bangunan yang ditemukan oleh Phu Tram dalam beberapa kali penyelaman di Laut Cina Selatan, Mualim Satu dalam