Pengantar ANALISIS STRUKTUR CERITA NOVEL KUIL DI DASAR LAUT

46 yaitu Jeanne dan Suryo. Mereka dikategorikan sebagai tokoh utama karena sering muncul dalam alur cerita. Dalam studi ini, tidak ditinjau lebih jauh mengenai alurplot, maka pembuktian mengenai frekuensi kehadiran tokoh utama dapat dijelaskan secara sederhana. Dalam KdDL, penceritaan dibagi menjadi 4 bagian. Pertama, penceritaan yang berlatarkan Siem Reap dan Hoi An di tahun 2012. Kedua, berlatarkan Jakarta di tahun 1994 sampai 1998. Ketiga, berlatarkan Luang Prabang dan Siem Reap di tahun 2012. Keempat, berlatarkan Hoi An dan Siem Reap di tahun 2012. Dari keempat pembagian waktu tersebut, Jeanne dan Suryo sebagai tokoh utama hadir secara intens. Mereka menjadi bagian dari cerita dan sekaligus menjadi penggerak alur. Berikut ini penjelasan lebih jauh mengenai siapa Jeanne dan Suryo dan seperti apa karakter yang dimiliki oleh mereka.

2.2.1.1 Jeanne

Jeanne merupakan salah satu tokoh utama dalam novel KdDL. Hal tersebut didasari oleh frekuensi juga intensitas keterlibatannya kemunculannya yang cukup banyak dalam cerita. Jeanne menjadi salah satu penggerak alur, yang menentukan arah penceritaan. Jeanne merupakan wanita kelahiran Malang yang tumbuh dan besar dalam lingkungan dan disiplin militer. Ayah Jeanne, Sunuwarsono almarhum adalah seorang kolonel Angkatan Darat. Pamannya yang bernama Witono menjadi dokter Angkatan Darat. Itulah sebabnya, Jeanne telah dibiasakan oleh ayahnya untuk disiplin 47 dan bertanggung jawab sejak kecil. Sikap disiplin tersebut dituntut oleh ayahnya sedetail-detailnya, sehingga sebagian besar aktivitas Jeanne saat kecil selalu diawasi oleh ayahnya. Berikut ini adalah gambarannya pada kutipan 8. 8 Amarah sang ayah bisa meledak bila menyaksikan sampah bau yang berjejal-jejal di tong halaman depan terlambat setengah hari saja diangkut petugas. Papanya jarang bicara. Tapi sangat memperhatikan hal-hal kecil. Ke mana saja Jeanne pergi seolah mata ayahnya mengikutinya. Telinga ayahnya mendengar apa saja. Bahkan saat saat sakit lantaran agak terlambat mens, ayahnya pun dirasa Jeanne menguping detik demi detik, mengawasi gerak-gerik diri Jeanne seteliti-telitinya Suyono, 2014: 61. Berbeda dengan Ayahnya, ibu Jeanne yang bernama Selvi Arum justru mewarisi sikap yang lebih rileks dan lembut. Ia menjadi salah satu anggota keluarga Jeanne yang mengerti masa perkembangan Jeanne. Mengerti bahwa Jeanne yang masih dalam masa pertumbuhan perlu untuk belajar menemukan dirinya sendiri tanpa di bawah tekanan dan tuntutan perfeksi. Warisan karakter ibunya ini yang menbentuk kecintaan Jeanne di kemudian hari terhadap alam dan sebuah kebebasan diri. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan 9 dan 10. 9 Ibunda Jeanne mewarisi sikap lebih rileks. Sang ibu, Selvi Arum adalah wanita Banten. Ia lembut. Ia tenggang rasa. Ia seolah mengerti dunia remaja Jeanne, anak semata wayangnya, tengah tumbuh. Dari ibundanyalah mungkin Jeanne mewarisi sifat menyukai kehidupan alam terbuka. Jeanne melewati masa SD sampai SMP di Serang, kota kelahiran ibunya. Tahun-tahun itu sang ibunda sering membawa Jeanne ke reruntuhan istana Kaibon. Membiarkan Jeanne kecil berlarian, mencabuti rerumputan, memetik bunga-bunga Suyono, 2014: 62. 10 Bila begitu, ibunya akan menunggu dengan sabar di bawah beringin. Sang mama duduk menggelar tikar sembari 48 menyiapkan roti selai, apel, dan susu bila Jeanne lapar. Oh ya, saat itu, Jeanne selalu melihat ibunya merokok Suyono, 2014: 62. Jeanne kecil itu kemudian tumbuh dengan berbagai karakter yang melekat pada dirinya. Tumbuh dalam lingkungan militer juga membentuk karakter ambisius Jeanne. Sejak kecil, karakter tersebut telah terbiasa dituntut lebih oleh ayahnya sehingga wajar apabila Jeanne terbiasa untuk selalu mendahului orang lain. Ia pernah sekali punya persaingan dengan mantan kekasihnya bernama Suryo untuk mengenal lebih banyak situs kebudayaan ketika berada di luar negeri. Berikut dalam kutipan 11. 11 Jeanne gelisah. Tiba-tiba ingin mengetahui sebanyak mungkin cerita mengenai kapal karam harta karun Champa serta kuil kudus di dasar laut tersebut. Ia ingin masuk ke labirin kuil-kuil tersebut. Ia bertekad bisa membantu si buntung untuk membayangkan lapis-lapis denah kuil tersebut. Ia bertekad menembus sampai kuil besar kedua, bahkan kuil besar ketiga. Ia tak mau kuil yang dimiliki imajinasinya tersebut direbut oleh Suryo Suyono, 2014: 133. Karakter bebas menemukan jati diri yang ia dapatkan dari ibunya sangat berseberangan dengan apa yang dituntut oleh ayahnya. Itulah sebabnya jika ada beberapa sifat Jeanne yang dikemudian hari tidak menggambarkan bahwa ia adalah seorang anak militer yang biasanya lebih disiplin dan wawas diri. Ia tumbuh ke arah kebebasan yang liar dan binal. Ia tidak peduli dengan hal-hal yang dianggap oleh masyarakat sebagai sesuatu yang tabu. Jeanne nyaman dengan apa yang diinginkan dan diperbuat olehnya. Meskipun harus telanjang ataupun mengisap bubuk 49 pembayang – sejenis sabu-sabu. Itu merupakan ekspresi dirinya yang paling alami. Berikut gambaran mengenai keliaran Jeanne dalam kutipan 12, 13, dan 14. 12 Dan terjadi-terjadilah. Tatkala berjalan di atas meja bar, tanpa sehelai benang pun. Jeanne ingat ia begitu deg-degan Suyono, 2014: 83. 13 Bukan sekali itu Jeanne mau dipotret telanjang. Sebelumnya saat di Ratu Boko, Candi Ijo, dan Candi Arjuna Dieng, Jeanne juga melakukan tindakan berani demikian. Jeanne tak tahu apakah Suryo masih menyimpan ratusan foto telanjangnya atau sudah dibuangnya semua. Satu yang menurutnya paling mengesankan dan paling nekat adalah tatkala ia berjalan di Candi Ijo. Jeanne muncul dari belakang candi, melangkah di antara candi induk dan candi perwara, tanpa sehelai benang pun. Kemunculan Jeanne membuat terperangah satu-dua wisatawan di halaman depan candi. Tangan kiri Jeanne mengucel-ucel rambut panjangnya. Jemari panjangnya memegang Marlboro dan ia mengisapnya, mengepul-ngepulkan asap. Sungguh jalang. Amat binal Suyono, 2014: 593. 14 Jeanne menggeleng. “Terima kasih.” “Coba sekali saja, Jeanne.” “Tidak, terima kasih.” “Sekali saja, kamu pasti suka.” Jeanne ragu-ragu. Tapi kemudian ia mengulurkan tangan, menyambut lintingan itu Suyono, 2014: 559. Jeanne memiliki seorang kekasih bernama Suryo. Mereka saling mencintai. Jeanne dan Suryo saling memanjakan diri satu dengan yang lain bahkan tidak jarang mereka tak sungkan untuk bercinta, entah di kamar kos Suryo atau pun di kawasan candi-candi. Kehidupan percinta an mereka cukup “liar”. Hampir tak ada sekat di antara mereka. Mengenal dengan detail lekak-lekuk tubuh adalah hal yang biasa bagi mereka mereka. Berikut digambarkan dalam kutipan 15.