Pak Djayeng Tokoh Tambahan

69 banyak koleksi-koleksi langkah. Berikut kutipan 50 yang menggambarkan koleksi Pak Radjiman. 50 Pak Radjiman juga secara spesial memiliki 50-an litografi kutrano yang menggambarkan sudut-sudut Jembatan Besar, Glodok, Taman Falatehan, sehingga bila dideretkan orang bisa utuh membayangkan bagaimana kawasan Kota di masa lalu Suyono, 2014: 146. Suatu ketika, Pak Radjiman berniat untuk menapak tilas di Situ Panjalu, salah satu lokasi yang belum pernah dikunjungi paguyuban selama masih aktif melakukan perlawanan secara bersama-sama. Situ Panjalu merupakan pulau yang lembab dan dingin, banyak dihuni oleh harimau, ular, dan babi hutan, baik yang asli maupun yang jadi-jadian. Tempat ini memang banyak dikunjungi oleh banyak pertapa akan tetapi jarang yang bertahan hingga seminggu. Pak Radjiman memang bertahan di hutan tersebut selama seminggu, meskipakun pada akhirnya ia hilang tak berbekas. Berikut gambaran Situ Panjalu pada kutipan 51. 51 Udara di dalam Situ Panjalu sangat lembap dan dingin. Di situ teradapat ratusan cungkup makam tua. Para peziarah yang berani bermalam di hutan biasanya akan bertapa di cungkup-cungkup. Di dalam hutan masih ada berseliweran harimau, ular, dan babi hutan, baik asli maupun jadi-jadian. Suara nafas geram harimau yang mendekati tubuh dan seringainya yang seolah-olah digoreskan ke leher bukan hal yang asing bagi peziarah. Mereka tahu itu harimau jadi-jadian. Mereka yang nyalinya tinggi bisa bertahan berhari-hari. Namun biasanya tak lebih dari seminggu. Mereka berharap di antara waktu itu menemukan jimat di celah- celah cungkup Suyono, 2014: 363. Sebagai salah satu anggota paguyuban, Pak Radjiman juga tidak luput dari teluh, seperti teman-temannya. Saat paguyuban cooling down, Pak Radjiman 70 berinisiatif untuk menapaktilasi Situ Panjalu. Kebetulan tempat tersebut memang belum pernah dikunjungi oleh kelompok paguyuban, maka niat Pak Radjiman untuk mengunjungi Situ Panjalu semakin kuat. Perjalanannya kali ini juga merenggut nyawanya. Berikut gambaran kematian Pak Radjiman dalam kutipan 52. 52 Pak Radjiman bertahan seminggu. Beberapa tukang sampan menyatakan, setelah seminggu berada di dalam pulau, Pak Radjiman keluar, minta diseberangkan. Di tepi danau, ia membeli rokok, mengisapnya, menyesap kopi, dan bercakap- cakap dengan para penyampan. Wajahnya tampak riang. Letih tapi bersinar-sinar. Ia kemudian membungkus makanan dan diminta diantar kembali ke Situ Panjalu. Namun, setelah seminggu, ia tak keluar-keluar. Ia hilang di dalam hutan Panjalu. Tak ada yang berani mencarinya. Beberapa peziarah sempat menyaksikan ada cahaya kemamang atau blorong panas bergerak di atas cungkup tempat Pak Radjiman biasa menggelar tikar Suyono, 2014: 363.

2.2.2.6 Pak Priyambodo

Pak Priyambodo adalah bekas Direktur Departemen Pajak. Pak Priyambodo tinggal di daerah Taman Margasatwa, Ragunan. Nasib Pak Priyambodo sama seperti Pak Sinaga, ia juga duda. Meskipun demikian, penggambaran karakter Pak Priyambodo dalam novel KdDL tidak begitu banyak. Ia juga melakukan banyak perjalanan spiritual dengan para anggota paguyuban lainnya. Sebagai anggota paguyuban, Pak Priyambodo juga tidak luput dari kejaran teluh. Berbeda dengan teman-temannya, nasib Pak Priyambodo tidak berakhir tragis dengan kematian, tetapi cacat mental. Ia dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa Porong, meski sebelumnya ia 71 telah dirawat di Penang, Malaysia. Kondisi Pak Priyambodo amat parah. Berikut ini gambaran mengenai nasib Pak Priyambodo pada kutipan 53. 53 Tiap hari pasien tersebut ingin masuk ke dalam tong. Suster- suster di situ terpaksa membawa sebuah tong besar ke kamarnya. Pasien bernama Priyambodo itu mengurung diri di dalam tong. Meringkuk sendirian. Bahkan kencing dalam tong. Bila lapar baru ia menyembulkan kepalanya dari dalam tong. Dan kemudian perawat-perawat itu menyuapinya. Tim dokter mengira kebiasaan itu akan lenyap bisa ia menelan pil-pil penenang. Namun keliru. Ia makin menjadi-jadi. Saat perawat- perawat memaksa dia berbaring di tempat tidur, dia meronta- ronta, berteriak-teriak keras kepada para pasien lain, mengajak mereka memberontak. Semua pasien sakit ingatan yang mendengar kalimat-kalimat Pak Priyambodo bertepuk tangan, bersorak-sorak, menari kegirangan Suyono, 2014: 368-369.

2.2.2.7 Pak Sawito Kartowibowo dan Mr. Soedjono

Sawito Kartowibowo adalah pegawai Departemen Pertanian di Bogor. Iamerupakan orang di luar paguyuban. Meskipun demikian, Sawito sangat ditakuti oleh Soeharto. Itulah mengapa kemudian anggota paguyuban ikut menapaktilasi semua tempat yang pernah didatangi oleh Sawito agar mendapat wahyu sepertinya untuk menandingi Soeharto. Ia adalah sahabat seperguruan dengan Meneer Widjanarko – salah satu orang yang juga sangat dihormati para bapak paguyuban. Sawito sebenarnya bukan tentara, bukan juga anggota partai politik. Ia sebenarnya hanyalah seorang pegawai negeri biasa asal Blitar. Ketakutan Soeharto semakin menjadi-jadi setelah mengetahui bahwa Pak Sawito merupakan murid dari R.M. Panji Trisirah, putra dari Pakubuwono X di Solo – R.M. Panji Trisirah juga teman baik dari T.H. Sumoharmoyo, bapak tiri Soeharto. Pak Sawito bahkan satu kali