untuk menemukan tujuan dan motivasi masyarakat yang terhegemoni. Berikut ini merupakan penjelasan dari bentuk-bentuk counter-hegemoni.
A. Perlawanan Keras
Perlawanan keras merupakan perlawanan „berhadap-hadapan‟ dengan kekuasaan dan mengambil sikap atau tindakan yang bertentangan dengan
kehendak kekuasaan. Bentuk perlawanan yang paling keras antara lain dengan mempertanyakan dan meminta aparat militer maupun sipil, atau melakukan
tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan mainstream atau „pendapat umum‟
yang berlaku pada waktu itu Taum, 2015: 98. Contoh perlawanan keras dapat dilihat dalam contoh 3 di atas. Secara fisik, para petani melakukan perlawanan
secara berhadap-hadapan dengan pejabat-pejabat desa. Perlawanan tersebut sampai terjadi karena masalah tanah. Petani-petani tersebut masuk dalam gerakan
komunis yang menantang.
B. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan perlawanan dengan cara tidak melaksanakan kehendak mainstream atau melakukan tindakan negatif terhadap diri sendiri
sebagai bentuk protes tehadap kekuasaan dan mainstream itu Taum, 2015: 102. Berikut contoh bentuk perlawanan pasif dalam novel KdDL dalam kutipan 5.
5 “Saya siap. Saya akan menemani Pak Djayeng. Saya ingin
menghirup harum bunga itu di tempat asalnya. Saya ingin mencium kelopaknya. Kalaupun bunga itu belum mekar, saya
ingin sujud di tanahnya. Saya ingin bunga itu tak jatuh ke tangan-tangan orang serakah kekuasaan. Demi kebaikan negara
ini, saya bersedia menunaikan misi ini. Saya bersedia menyeberangi bukit ini dengan perahu sekecil apapun Suyono,
2014: 288.
Dalam kutipan di atas, Pak Darsono bersama Pak Djayeng bersedia untuk melawan ketakutan mereka sendiri terhadap bahaya yang akan dihadapi. Mereka
tidak peduli dengan resiko tersapu gelombang besar, atau pun ditelan pusaran air. Mereka mengorbankan diri untuk disiksa oleh ketakutan mereka sendiri dan
bahaya yang mungkin akan menimpa mereka. Hal tersebut diambil demi kebaikan banyak
orang. Dipercaya
bunga tersebut
memiliki kekuatan
untuk mempertahankan kekuasaan siapa pun, termasuk Soeharto. Oleh karena itu,
mereka mengambil keputusan yang berat agar jangan sampai bunga wijayakusuma jatuh di tangan orang suruhan Soeharto.
C. Perlawanan Humanistik
Perlawanan humanistik merupakan perlawanan terhadap kekuasaan tanpa kekerasan tetapi dengan memberikan renungan alternatif, apakah sikap dan
tindakan mainstream sudah dipandang tepat Taum, 2015: 104. Berikut ini contoh perlawanan humanis yang dilakukan oleh Romo Dijat terhadap Soeharto
dalam kutipan 6. 6
Romo Dijat sebetulnya sudah memperingatkan Soeharto. Tahun 1982, sebelum Soeharto menjabat presiden untuk periode yang
ketiga, Romo Dijat sudah menyarankan Soeharto agar mengurungkan niatnya. Romo Dijat menerima wisik dari roh
leluhur bahwa Soeharto ngotot. Ia tidak mau mendengar suara roh itu. Ia memohon kepada Romo Dijat agar merestuinya
menjadi presiden lagi. Soeharto meminta Romo Dijat agar bersiarah dari petilasan ke petilasan leluhur lain untuk meminta
restu. Bila perlu, sampai leluhur-leluhur di Bali
dan Sumatera,” kata Pak Sungkono, diikuti anggukan dari rombongan Yogya
Suyono, 2014: 235.
Romo Dijat sebenarnya merupakan salah satu orang kepercayaan Soeharto. Ialah yang membantu Soeharto dalam banyak hal yang berkaitan