Manfaat Teoretis Manfaat Praktis

Secara mendalam, KdDL mengeksplorasi berbagai perjalanan perlawanan orang-orang yang telah jenuh dengan model kepemimpinan Soeharto. Mereka muncul sebagai gerakan yang berani menantang dengan berbagai cara. Sekian karya di atas membahas mengenai polemik selama kekuasaan Orde Baru berlangsung. Pendekatan Hegemoni Gramsci yang dikerucutkan pada topik seputar hegemoni, negara, dan peranan intelektual, berbagai gejala yang memicu perlawanan hingga bentuk-bentuk perlawanan counter-hegemoni yang dilakukan oleh kaum intelektual, baik melalui perlawanan keras, pasif, maupun humanis. Namun, novel KdDL membahas sisi lain kehidupan Soeharto dan bentuk perlawanan yang berbeda atasnya. Perlawanan tersebut ialah perlawanan kebatinan. Itulah sebabnya dalam penelitian ini kemudian muncul istilah metafisik. Perlawanan tersebut bukanlah melalui perlawanan fisik yang kasatmata, tetapi perlawanan tidak kasatmata yang hanya dimengerti dan dilihat oleh orang- orang aliran kebatinan. Selain itu, dalam novel KdDL juga ada bentuk counter-hegemoni lainnya. Model counter-hegemoni tersebut bukanlah perlawanan politis yang secara jelas menampilkan kontradiksi yang khas bahwa ada yang menyerang dan ada yang diserang. Perlawanan tersebut berbentuk sebuah “pelarian diri” dari berbagai kondisi yang menekan dengan mencari ketenangan di luar negeri, sebagaimana dilakukan oleh Suryo dan Jeanne. Mereka berlari dari dampak aksi perlawanan mereka yang sebenarnya secara periodik tidak lagi berdampak pada mereka. Perlawanan terdahulu dilakukan selama masa kekuasaan Soeharto. Dampak dari perlawanan tersebut - berupa teluh - masih mengejar mereka meskipun telah 14 tahun Reformasi berlangsung. Dengan berada di luar negeri, Jeanne dan Suryo yakin bisa terhindar dari teluh tersebut, meskipun sebenarnya tidak. Mereka masih tetap melawan.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Analisis Struktural

Pada tahap awal, penelitian ini menggunakan model objektif yang memberi perhatian khusus kepada karya sastra sebagai sebuah struktur. Metode ini menjadi penting karena sebuah karya sastra merupakan keseluruhan, kesatuan makna yang bulat, mempunyai koherensi intrinsik; dalam keseluruhan itu; setiap bagian dan unsur memainkan peranan yang hakiki, sebaliknya unsur dan bagian mendapat makna seluruhnya dari makna keseluruhan teks: lingkaran hermeneutik Teeuw dalam Sukada, 1987: 25. Untuk mengenal dan menganalisis karya sastra, maka pendekatan ini menjadi penting agar peneliti dapat memahami secara komprehensif “bangunan” karya sastra yang diteliti. Salah satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktur adalah adanya anggapan bahwa dalam dirinya sendiri, karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai satu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan Pradopo, dkk dalam Jabrohim, 2015: 69. Dalam kesatuan hubungan itu, setiap unsur atau anasirnya tidak memiliki makna sendiri-sendiri, kecuali dalam hubungannya dengan anasir lain sesuai dengan posisinya dalam keseluruhan struktur. Dengan demikian, struktur merupakan sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah anasir yang di antaranya