Jambe Lima dan Jambe Pitu, Cilacap
102
pengaruh bubuk pembayang, dan Jeanne dalam mimpi-mimpinyanya. Dalam gambaran mereka, Kuil di Dasar Laut itu begitu indah dan belum pernah melihat kuil
yang sebagus itu. Berikut ini penuturan Phu Tram mengenai gambaran Kuil di Dasar Laut sebagaimana ia saksikan saat menyelam.
104 “Aku melihat sosok sebuah kuil di kejauhan. Kuil itu berjenjang-
jenjang ke atas. Apakah itu fatamorgana? Kuil itu lebih indah dari kuil mana pun yang pernah aku datangi. Jenjang di
belakangnya membentuk lapis-lapis perpaduan blenduk-blenduk kubah. Aku sudah ke mana-mana. Ke Kamboja, ke Thailand, Sri
Lanka, Laos, Burma, menyusuri candi-candi. Namun, kurasa lebih elok kuil ini, Jeanne
.” Suyono, 2014: 113 Kuil tersebut terdiri dari tiga bagian. Kuil pertama, kedua, dan ketiga. Dalam
beberapa kali upaya yang dilakukan mereka bertiga, tidak satu orang pun yang berhasil mencapai kuil ketiga. Itulah mengapa, Mualim Satu meyakini bahwa yang
dapat memasuki kuil ketiga hanyalah para pandita yang telah memiliki ilmu tinggi. Dalam upaya memasuki setiap sudut kuil, Mualim Satu biasanya menggunakan
bubuk pembayang. Dengan kadar dosis tertentu, Mualim Satu dapat masuk hingga kuil kedua. Meskipun menggunakan dosis yang tinggi, kuil ketiga tetap sukar dicapai.
Itulah mengapa, Mualim Satu sangat meyakini hanya Jeanne-lah yang dapat memasuki kuil ketiga. Keyakinannya muncul karena pengalaman Jeanne sebelumnya
bisa membayangkan penampakkan kuil satu dan dua tanpa mengkonsumsi bubuk pembayang, apalagi jika Jeanne sampai menggunakannya. Berikut ini kutipan 105
yang menggambarkan pemahaman Mualim Satu mengenai kuil ketiga – kuil yang
sukar mereka capai.
103
105 “Kuil ketiga itu terlarang bahkan untuk sesama pandita. Para
sulinggih yang belum mencapai taraf tertentu tak diperbolehkan masuk. Kuil tersebut tempat para pandita senior melakukan
latihan-latihan menerbangkan roh seperti yang pernah mereka lihat di Jawa Suyono, 2014: 573.
Perbincangan mengenai Kuil di Dasar Laut dalam novel ini cukup serius. Meskipun sebenarnya, penampakkan kuil tersebut hanya merupakan fatamorgana dari
imajinasi Phu Tram, Jeanne, dan Mualim Satu. Hanya saja ada sedikit keunikan yang terjadi di antara mereka bertiga. Mereka melihat penampakkan kuil dengan bentuk
yang sama persis. Mualim menceritakan mengenai apa yang dilihatnya saat terlintas dalam penglihatan membuat Jeanne kaget. Itu karena apa yang disaksikan oleh
Mualim persis sama dengan apa yang disaksikan oleh Jeanne. Jika kuil tersebut hanya merupakan hasil dari fantasi mereka masing-masing maka tentu bayangan tentang
kuil tersebut akan berbeda-beda. Itulah sebabnya, dapat digambarkan bahwa sebenarnya Kuil di Dasar Laut merupakan representasi sesuatu yang kadar
pemahamannya sama di antara Jeanne, Phu Tram, maupun Mualim Satu. Berikut ini gambaran dalam kutipan 106 mengenai kesamaan penampakkan Kuil di Dasar Laut
dalam penglihatan Jeanne dan Mualim Satu. 106 Jeanne terkesima. Apa yang dilaluinya juga dilalui oleh Mualim
Satu. Bagaimana bisa? Ia mulai percaya bahwa memang kuil itu benar-benar ada. Kuil itu tak hanya ada dalam benak, tapi
memang karam di dasar laut. Phu Tram, dirinya, dan Mualim Satu menyaksikan melalui jalan yang berbeda. Dan kini jalan
yang mereka tempuh sendiri-sendiri mulai hendak disamakan. Jeanne mulai yakin dengan khasiat bubuk yang diisap Mualim
Satu Suyono, 2014: 575.