Romo Budi Intelektual Hegemonic

142 Dalam pertemuannya dengan Suryo, ia mengungkapkan banyak hal yang selama ini ia rahasiakan termasuk kenapa kemudian ia dikategorikan oleh peneliti sebagai bagian organik dari bangsa dan kebudayaan Laos. Di Laos, ada sebuah ikon yang berusia lebih dari 2000 tahun dan dipercaya sebagai sebagai simbol kota di Laos. Bangsa Laos menamainya Prabang Budha – Budha kecil yang dibuat di Sri Lanka pada masa pemeritahan raja besar India Ashoka di abad ke-3 sebelum Masehi. Beberapa kali Prabang Budha tersebut mau diambil oleh bangsa lain termasuk saat paham komunis masuk di Laos. Untuk mengatasi agar Prabang Budha tidak dicuri atau diambil oleh tangan yang salah, maka dibuatlah Prabang-Prabang palsu dan kemudian menyembunyikan yang aslinya. Souvvana adalah salah satu orang yang menyimpan Prabang tiruan buatan kakeknya termasuk rahasia akan keberadaan Prabang asli. Souvvana menjadi semacam kunci terakhir yang menjaga pintu rahasia bangsa Laos agar tidak dimasuki oleh orang-orang komunis. Hilangnya Prabang Budha yang asli sama dengan hilangnya identitas bangsa Laos. 147 “Saya menyimpan Prabang-Prabang palsu buatan kakek. Ya, saat perang kakek saya berusaha agar Prabang tak jatuh ke tangan komunis. Ia membuat beberapa Prabang untuk mengelabui orang-orang komunis.” Suyono, 2014: 334. Souvvana dikategorikan sebagai Intelektual Hegemonic dari bangsa lain karena ia memiliki wawasan yang cukup luas mengenai kebudayaan bangsa Laos. Wawasan tersebut juga sekaligus menjadi identitas dan rahasia keberlangsungan kebudayaan Laos. Ia menjadi orang yang terlibat dalam pengolahan modal simbolik 143 dan kebudayaannya agar kerahasiaan bangsanya tidak sampai bocor ke telinga para komunis.

3.2.2.2 Intelektual Counter-Hegemonic

Inteletual Counter-Hegemonic diisi oleh tokoh-tokoh yang menjadi anggota dan simpatisan paguyuban seperti Pak Sinaga, Pak Darsono, Pak Djayeng, Pak Sewaka, Pak Radjiman, Pak Priyambodo, Pak Koentono, Suryo, Jeanne, Abah Moertopo, Bante Purnomo, Meneer Widjinarko, Pak Burhan, Pak Begja, dan Gus Mutaqqin. Paguyuban tersebut menjadi seperti sebuah kelas sosial yang mengikat semua anggota dan simpatisan ke dalam sistem yang mereka bangun bersama. Dengan demikian, semua anggota dan simpatisan dikategorikan sebagai Intelektual Organik dari paguyuban tersebut. Mereka semua memiliki latar belakang dan wawasan masing-masing untuk saling melengkapi. Di dalam paguyuban inilah, mereka mengembangkan sebuah ideologi guna menantang ideologi yang telah disebarkan oleh semua Intelektual Organik Soeharto. Berikut ini kutipan 148 yang sekilas gambaran mengenai paguyuban dan aktivitas orang-orang di dalamnya. 148 Suryo melihat paguyuban itu sesungguhnya adalah suatu perhimpunan balas dosa. Mereka berkumpul dan melakukan tirakat-tirakat untuk mengakui kekhilafan bersama. Mereka berkelana dari makam ke makam melakukan ziarah. Bertemu dengan para suciwan yang bertapa di gua-gua gunung. Mereka berusaha keras menggalang jaringan kebatinan yang masih memiliki nurani. Dalam sisa umur, mereka ingin bertobat dan melakukan yang terbaik untuk bangsa. Mereka ingin membalas kekeliruan-kekeliruan yang mereka perbuat di awal Orde Baru.