Mencari Ketenangan di Luar Negeri
                                                                                180
rekannya.  Dalam  novel  KdDL,  pembahasan  mengenai  jenis  perlawanan  ini  cukup banyak dan runtut.
Ketidakpuasan  terhadap  pemerintahan  Soeharto  telah  menimbukan  banyak penantangan dan protes. Cukup banyak aksi demostrasi kasar dan penyebaran petisi-
petisi  seperti  yang  dilakukan  oleh  Pak  Sawito  mulai  banyak  bermuculan.  Gerakan tersebut  tentu  dengan  cepat  direspon  oleh  para  aparat  pemerintah.  Banyak  terjadi
gesekan fisik di banyak tempat. 161 Saya  lihat  di  sana-sini  mulai  ada  gerakan  buruh.  Gerakan
mahasiswa  juga  makin  membesar.  Sekuat-kuatnya  gerakan mahasiswa menurut  saya masih bakalan tak menggoyahkan Pak
Harto.  Jutaan  orang  berkumpul  di  lapangan  Monas  dikerahkan menuju  istana,  menurut  saya,  malah  akan  mengundang
pertempuran  dengan  para  loyalis  Pak  Harto.  Katakanlah  ada anggota  MPR  yang  mengundurkan  diri,  membiokot,  lalu  ada
divisi-divisi  kepolisian  dan  tentara  yang  membelot,  pasti  itu menimbulkan  counter  dari  orang-orang  Pak  Harto  Suyono,
2014: 248-249.
Namun,  menyerang  secara  fisik  saja  sepertinya  tidak  mungkin.  Legitimasi Soeharto juga ditopang oleh dunia kebatinan. Loyalisnya bukan hanya dari birokrasi,
kalangan  ABRI,  dan  partai  politik  saja,  tetapi  juga  dari  para  mistikus  kebatinan. Untuk itu, perlu sebuah aksi perlawanan terhadap dunia batin Pak Harto. Melalui cara
inilah,  Pak  Sawito  maupun  anggota  paguyuban  yakin  bisa  menjatuhkan  Soeharto. Dengan  memutuskan  untuk  melawan  secara  metafisik,  maka  aksi  mereka  dilakukan
secara diam-diam dengan menapaktilasi pepunden-pepunden yang pernah dikunjungi Pak  Harto  untuk  mencari  wahyu  tandingan  dan  menggeser  kekuatan  wahyu  yang
menopang Pak Harto.
181
162 Bapak-bapak, semua gerakan di atas adalah gerakan permukaan. Gerakan  itu  tidak  akan  berhasil  bila  tidak  didukung  gerakan
spiritual. Itulah peran kita. Kita semua berkumpul di sini karena tahu  bahwa  kita  akan  melakukan  perjalanan  berat.  Kita  akan
melakukan  perjalanan  ziarah  dari  pepunden  ke  pepunden, memohon  kepada  para  leluhur  untuk  memuluskan  lengsernya
Pak  Harto.  Kita  melakukan  gerilya  kebatinan.  Pak  Haro  tak gentar
dengan demonstrasi-demonstrasi.
Segala macam
demonstrasi  sesungguhnya  mudah  dihancurkan.  Tapi  dia  takut dengan gerakan semacam ini. Apalagi kalau kita bersatu dengan
murid-murid  Romo  Dijat,  lingkaran  Jalan  Diponegoro,  dan teman-teman  Pak  Sawito  Kartowibowo.  Tanpa  gerakan  kita  ini,
menurut  saya,  gerakan-gerakan  massa  akan  gagal  dan  bisa menjadi boomerang. Bapak-
bapak siap?” Suyono, 2014: 249. 163 Bapak-bapak  tersebut  memantau  dan  mendukung  segala  aksi
yang  menginginkan  Soeharto  meletakkan  jabatan.  Mereka menempatkan  diri  dalam  barisan  besar  gelombang  perlawanan
terhadap Soeharto, namun mereka ingin melakukan dengan cara sendiri.  Mereka  berkeyakinan,  selamanya  Soeharto  tidak
tumbang apabila hanya dilawan secara fisik. Tentara di belakang lelaki asal Kemusuk itu sangat kuat. Mustahil buruh, mahasiswa,
ataupun  kelompok-kelompok  diskusi  pensiunan  jenderal  bisa menggulingkannya.  Bapak-bapak  itu  melihat  semua  perlawanan
fisik  bisa  berhasil  apabila  sendi-sendi  metafisik  yang mengukuhkan Soeharto  sebagai  Raja Jawa bisa  dirongrong atau
disabotase Suyono, 2014: 353-354.
                